Advertorial

Masuki Era Longevity Economy, Perusahaan Dituntut Jaga Kualitas Hidup Karyawan

Kompas.com - 23/10/2025, 11:13 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah peningkatan tekanan biaya kesehatan dan tantangan penuaan tenaga kerja, perusahaan di Indonesia didorong untuk menempatkan kesehatan karyawan sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar pengeluaran.

Pesan itu mengemuka dalam Indonesia Health Forum 2025 bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity” yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Forum tahunan itu menghadirkan para pemimpin korporasi, ahli kesehatan, dan penyedia manfaat karyawan untuk membahas strategi menjaga produktivitas di era longevity economy.

Pada sesi pembuka, Chairman Marsh Indonesia, Ignasius Jonan, menggambarkan kesehatan sebagai angka “satu” yang menjadi dasar dan penentu nilai dari segala hal dalam kehidupan.

“Kalau kita memiliki banyak nol di belakang angka tersebut, tapi angka satunya tidak ada, semuanya menjadi tidak berarti. Kesehatan adalah angka satu itu,” ujar Jonan.

Chairman Marsh Indonesia, Ignasius Jonan, membuka gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).Dok. MMB Chairman Marsh Indonesia, Ignasius Jonan, membuka gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Jonan menegaskan bahwa tanpa kesehatan, seluruh pencapaian dan kesejahteraan lainnya tidak akan memiliki makna. Oleh karena itu, ia mengingatkan perusahaan dan masyarakat untuk senantiasa menjaga kualitas hidup agar tetap produktif di usia lanjut.

Presiden Direktur Marsh Indonesia, Jason Mandera, menambahkan bahwa pembahasan tentang longevity kini menjadi salah satu agenda penting di berbagai negara.

Longevity adalah realitas global. Populasi dunia terus menua. (Oleh karena itu) kita harus beradaptasi terhadap konsekuensinya, baik terhadap ekonomi, sistem kesehatan, maupun tenaga kerja,” ujarnya.

Presiden Direktur Marsh Indonesia, Jason Mandera, dalam gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).Dok. KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Presiden Direktur Marsh Indonesia, Jason Mandera, dalam gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Menurut Jason, kemajuan teknologi dan medis telah membuat usia harapan hidup manusia semakin panjang. Namun, hal itu juga memunculkan tantangan baru, yakni bagaimana menjaga agar usia panjang itu juga berarti hidup yang sehat, mandiri, dan produktif.

“Perusahaan perlu melihat kesejahteraan karyawan bukan hanya dari sisi sebagai pengeluaran, melainkan juga dari sisi sebagai dasar keberlanjutan bisnis. Karyawan yang sehat cenderung akan bekerja lebih lama, berinovasi lebih banyak, dan memberikan kontribusi yang lebih besar,” kata Jason.

“Dengan demikian, pada saat memasuki masa pensiun, karyawan telah memiliki kesiapan yang memadai untuk menjalani transisi ke tahap kehidupan berikutnya,” jelas Jason.

Panjang umur, belum tentu sehat

Indonesia sendiri kini juga menghadapi kesenjangan antara harapan hidup dan harapan hidup sehat. Rata-rata orang Indonesia hidup hingga usia 68 tahun, tapi hanya sekitar 60 tahun yang benar-benar dalam kondisi sehat.

Artinya, rerata penduduk Indonesia hidup dengan penyakit kronis atau penurunan fungsi tubuh selama 8 tahun.

“Ini menjadi tantangan besar, baik bagi individu, sistem kesehatan, maupun dunia kerja,” ujar Country Leader Mercer Marsh Benefits Indonesia, Astrid Suryapranata.

Astrid menilai bahwa perusahaan memiliki peran penting dalam mengubah kondisi ini. Menurutnya, kesehatan karyawan tidak bisa lagi dipandang sebagai beban biaya, tetapi investasi jangka panjang.

Ia menjelaskan bahwa biaya medis di Asia, termasuk Indonesia, terus meningkat dua digit setiap tahun. Penyebabnya bukan hanya inflasi, melainkan juga peningkatan prevalensi penyakit tidak menular, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan gangguan mental.

“Solusinya bukan dengan mengurangi manfaat, melainkan dengan mengubah pendekatan dari reaktif menjadi preventif. Fokus pada pencegahan jauh lebih efektif jika dibandingkan menanggung biaya pengobatan yang semakin meningkat,” jelas dia.

Country Leader Mercer Marsh Benefits Indonesia, Astrid Suryapranata dalam gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).Dok. KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Country Leader Mercer Marsh Benefits Indonesia, Astrid Suryapranata dalam gelaran Indonesia Health Forum 2025 yang bertajuk Health is Wealth: Prioritising Longevity yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Dalam konteks tenaga kerja, Astrid menyebut transformasi manfaat karyawan kini bergeser dari sekadar pay law menjadi pay experience.

Dengan kata lain, karyawan tidak hanya butuh gaji dan asuransi. Mereka juga ingin perusahaan peduli pada kesejahteraan fisik, mental, dan finansial mereka.

Generasi muda, lanjut Astrid, juga menuntut fleksibilitas dan dukungan kesehatan mental. Sementara itu, generasi senior membutuhkan jaminan perawatan berkelanjutan.

“Perusahaan perlu merancang strategi kesejahteraan yang menyentuh seluruh rentang usia dan menjawab berbagai kebutuhan karyawan,” katanya.

Ia menekankan bahwa isu longevity perlu ditangani secara kolaboratif oleh semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, individu, dan penyedia layanan kesehatan.

“Pendekatan bersama ini penting sebelum membahas bagaimana perusahaan dapat berperan dalam mendukung isu longevity tersebut,” ucap Astrid.

Mercer Marsh Benefits sendiri secara konsisten mendorong perusahaan memanfaatkan data untuk memahami profil risiko kesehatan karyawan.

“Dengan data, perusahaan tidak hanya bisa tahu jumlah karyawan yang sakit, tetapi juga mengidentifikasi penyebabnya serta menentukan langkah pencegahan sejak dini,” ujar Astrid.

Sebagai informasi, gelaran Indonesia Health Forum 2025 Forum diakhiri dengan sesi panel bertajuk “Navigating the Challenges of Corporate Healthcare in the Longevity Economy.”

Sesi panel bertajuk Navigating the Challenges of Corporate Healthcare in the Longevity Economy dalam gelaran Indonesia Health Forum yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).Dok. KOMPAS.com/ANINGTIAS JATMIKA Sesi panel bertajuk Navigating the Challenges of Corporate Healthcare in the Longevity Economy dalam gelaran Indonesia Health Forum yang diselenggarakan oleh Mercer Marsh Benefits Indonesia di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Diskusi itu menghadirkan Marketing Director Mandiri Inhealth Tisye Diah Retnojati, CEO LGI Agus Benjamin, CEO Naluri Indonesia Hafidz Alhadi, dan Rewards Director L’Oréal Indonesia Edwar Edo.

Para pembicara menyoroti bahwa membangun budaya kesehatan di perusahaan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis.

Indonesia Health Forum 2025 seakan menjadi pengingat bahwa health is wealth bukan sekadar slogan.

Dalam ekonomi yang semakin kompetitif dan tenaga kerja yang kian menua, perusahaan perlu memastikan karyawannya tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga lebih sehat dan produktif.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau