Ayam Goreng Widuran Solo menyatakan bahwa salah satu hidangan mereka tergolong non-halal. Sepenting apa sih label halal -- atau label nonhalal?
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Label "Halal' tengah jadi sorotan. Pemicunya adalah Ayam Goreng Widuran di Kota Solo, Jawa Tengah, yang pernah memasang label halal sementara makanannya tergolong non-halal.
Sebenarnya apa pentingnya label halal, baik untuk produsen maupun konsumen? Untuk menjawab pertanyaan itu, Intisari pernah berkunjung ke kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang ada di Kota Bogor, Jawa Barat, pada akhir 2013 lalu. Mereka menjelaskan kepada kami kenapa harus ada label halal.
===
Pernahkah kita membayangkan bahan-bahan apa saja yang ada dalam sekotak ice cream? Jelas, di dalamnya terdapat banyak bahan yang layak untuk dimakan. Namun ada sebagian golongan di masyarakat (utamanya kaum muslim) yang mensyaratkan kehalalan. Semua ada aturannya.
DALAM aneka produk makanan, kita sering menemui tulisan “halal” menggunakan huruf Arab yang khas. Tentu saja tanda itu bukan sekadar asal tempel. Logo ikonik tersebut dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) kepada produk yang memang layak mengenakannya.
Landasan utamanya jelas Alquran yang mengatur hal-ikhwal makanan-makanan apa saja yang dianggap tidak halal: babi, khamr (alkohol), bangkai, darah, dan hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Tuhan (Allah). Faktor kesehatan juga menjadi perhatian khusus sehingga makanan itu masuk dalam kategori halalan thayiban alias halal dan baik. Suatu makanan mungkin aslinya halal, tapi berubah menjadi tidak halal kalau terpapar bahan-bahan yang tidak halal.
Makanan juga bisa menjadi tidak halal jika namanya menyerupai hal-hal yang diharamkan. Misalnya, “pizza babi imitasi”, padahal bahannya seratus persen daging sapi. “Karena namanya itu yang menyerupai,”terang Dr. Ir. Mulyorini, Kepala Bidang Auditing LPPOM.
Meski terkait dengan orang banyak, sertifikasi halal ini sesungguhnya inisiatif perusahaan itu sendiri, dan bukan LPPOM MUI. Lembaga ini tidak mempunyai hak memaksa produsen untuk menghalalkan produknya. Haknya, sebatas memberi masukan. “Masukan biasanya diberikan biasanya setelah ada keluhan dari masyarakat,” ujar Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur LPPOM MUI.
Menjelaskan yang syubhat
Mulyorini menegaskan, sesuatu yang halal dan haram itu jelas aturannya. Namun di antara keduanya ada yang syubhat alias meragukan. Nah, barangsiapa yang mendekati syubhat, berarti mendekati haram.
Bagi masyarakat, masalahnya saat ini makanan bukan hanya yang berasal dari alam dan telah jelas ketentuannya. “Dulu siapa yang mengira saat ini kita bisa memakan jeruk tapi sejatinya bukan jeruk yakni lewat permen,” tambah Mulyorini.
Permen atau minuman rasa jeruk misalnya, membuat konsumen ragu apakah ini benar-benar perisa jeruk atau bukan. Atau hanya sesuatu yang dibikin menyerupai jeruk? Sering juga ada yang bertanya perihal proses pembuatannya. Dalam kondisi seperti inilah keraguan atau syubhat muncul. Sertifikasi halal-lah yang akan membuat konsumen menjadi yakin dalam mengonsumsinya.
Ada kalanya, beberapa elemen menjadikan sesuatu yang halal menjadi tidak halal. Bisa jadi itu proses memasaknya, proses penyembelihannya, fasilitas pendukungnya, atau bisa juga ada tambahan turunan bahan makanan yang dianggap tidak halal dicampur di makanan yang halal.
Ice cream menjadi tidak halal jika gelatine yang dipakai untuk melembutkan dan membuat kenyal berasal dari tulang babi. Keju halal jika proses penggumpalan susunya tepat, yaitu menggunakan enzim renin yang terdapat pada sapi. Tapi statusnya akan berubah kalau enzim yang dipakai adalah renin yang dihasilkan dari lambung babi. Daging sapi yang awalnya halal, tapi karena disembelih dengan cara yang tidak tepat—tidak menyebut nama Allah SWT—berubah menjadi tidak halal.
Nah, bagaimana kalau memotong sapinya banyak? Aturannya, tetap harus dilakukan penyembelihan secara tradisional satu per satu dengan menyebut nama Tuhan.
Ada juga yang ragu mengenai kehalalan daging impor dari negara-negara yang mayoritas penduduknya tidak muslim seperti Australia. Jangan khawatir, daging-daging sapi yang diimpor dari Australia juga sudah mendapat jaminan sertifikat halal dari lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah Australia, Islamic Coordinating Council of Victoria dan Supreme Islamic of Halal Meat in Australia Inc (NSW).
Sama seperti LPPOM-nya MUI, lembaga-lembaga pemberi sertifikat halal di Australia tersebut juga bekerja dengan prosedur yang sama. Fasilitas produksi juga menjadi acuan produk tersebut halal atau tidak. Dapur dan alat masak misalnya. Ada dua buah rumah makan tapi hanya dimiliki satu area dapur karena kepunyaan satu orang. Dari dua warung itu, salah satunya menjual produk makanan yang tidak halal. Bagi LPPOM, otomatis warung satunya tidak layak halal.
“Karena dapurnya menjadi satu, kemungkinan besar tempat mencucinya juga satu. Ada kekhawatiran pisau yang digunakan memotong juga sama, priuk memasaknya juga sama,” ujar Mulyorini. Jika memang berniat mendirikan dua warung—yang satu halal, yang satu haram—tambah Mulyorini, dapurnya juga harus ada dua.
Sertifikat halal berlaku dua tahun
Konsep halalan thayiban alias halal lagi baik menjadi landasan paling prinsip yang diusung oleh MUI. Oleh karenanya, bangkai dan jenis-jenis bahan makanan yang tak baik bagi kesehatan juga menjadi salah satu faktor makanan itu “belum halal”.
LPPOM tak hanya menentukan apakah makan itu sudah halal atau belum. Lebih dari itu, lembaga yang genap berusia 24 tahun ini juga menyediakan alternatif bahan yang bisa digunakan untuk mengganti bahan yang dianggap tidak halal.
Jika biasanya menggunakan enzim dari babi untuk mengentalkan keju, alternatifnya mungkin mengganti sumber enzimnya. Pastinya dari hewan lain selain babi.
Selain jaminan bahwa makanan-makanan itu diproses dengan cara yang “benar”, untuk mendapat sertifikat halal, perusahaan juga harus melampirkan syarat-syarat lain yang termasuk dalam sistem jaminan halal. Salah satunya adalah komitmen halal dari pemimpin perusahaan.
Kalau semua syarat terpenuhi dan Komisi Fatwa tidak ada masalah dengan bahan-bahan yang dipakai, berarti sertifikat halal sudah bisa diperoleh. Tapi itu bukan berarti selesai, selama perusahaan berkomitmen mengikuti sertifikasi halal, berarti ia harus mengikuti semua aturan yang berlaku, bahkan pascaproses sertifikasi.
Sertifikat halal akan diperbaharui kembali setelah dua tahun. Jika dalam evaluasi tidak terjadi masalah-masalah signifikan, proses perpanjangan akan berlangsung cepat. Berbeda cerita jika banyak perubahan dalam produk, mau tidak mau, akan ada proses audit kembali terhadap resep-resep baru yang digunakan.