Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keasaman Laut Capai Ambang Kritis, Kesehatan Laut Dunia Memburuk

Kompas.com - 25/09/2025, 20:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Penilaian terbaru dari Potsdam Institute for Climate Impact Research menyebut bahwa keasaman laut telah melewati ambang batas kritis untuk kehidupan laut.

Dengan dilampauinya ambang batas ini, total batas planet yang terlampaui kini menjadi tujuh dari sembilan.

Sebelumnya enam batas lain yang sudah dilampaui selain keasaman laut adalah perubahan iklim, integritas biosfer, perubahan sistem lahan, aliran biogeokimia, entitas baru, dan penggunaan air tawar.

Hal ini mendorong para ilmuwan untuk menyerukan kembali upaya global yang lebih kuat untuk membatasi bahan bakar fosil, deforestasi, dan tekanan lain dari aktivitas manusia yang menggeser Bumi dari kondisi keseimbangannya yang stabil.

Melansir Guardian, Rabu (24/9/2025) lautan menutupi 71 persen permukaan Bumi dan memainkan peran penting sebagai penstabil iklim tetapi fungsi vital mereka kini terancam.

Baca juga: Perjanjian Laut Lepas Berlaku, Babak Baru Perlindungan Samudra Dimulai

Penilaian Kesehatan Planet 2025 mencatat bahwa sejak dimulainya era industri, pH permukaan lautan telah turun sekitar 0,1 unit. Penurunan ini setara dengan peningkatan keasaman sebesar 30-40 persen, yang telah mendorong ekosistem laut melewati batas aman.

Terumbu karang tropis, karang air dingin, dan kehidupan laut di Kutub Utara adalah yang paling berisiko.

Saat karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil memasuki laut, itu berubah menjadi asam karbonat.

Proses ini membuat kalsium karbonat menjadi kurang tersedia, padahal zat ini sangat penting bagi banyak organisme laut untuk membentuk karang, cangkang, dan kerangka.

Hal tersebut secara langsung memengaruhi spesies seperti tiram, moluska, dan kerang. Dan secara tidak langsung, hal ini membahayakan salmon, paus, dan kehidupan laut lainnya yang memakan organisme yang lebih kecil.

Pada akhirnya, itu merupakan risiko bagi ketahanan pangan manusia dan perekonomian pesisir.

Baca juga: Perubahan Iklim, Makluk Laut yang Tak Kasat Mata Pun Terancam

Para ilmuwan khawatir bahwa peningkatan keasaman laut juga bisa melemahkan peran laut sebagai penyerap panas terpenting di planet ini, serta kemampuannya untuk menyerap 25-30 persen karbon dioksida di atmosfer.

Levke Caesar, salah satu pimpinan dari Planetary Boundaries Science Lab menekankan bahwa masih banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini, terutama dalam mengurangi bahan bakar fosil, tapi juga dengan memotong polusi dan mengelola perikanan secara lebih cermat.

"Kita sedang menyaksikan penurunan kesehatan planet kita secara luas. Tapi ini bukanlah hasil yang tidak bisa dihindari. Penurunan polusi aerosol dan pulihnya lapisan ozon menunjukkan bahwa kita masih bisa mengubah arah pembangunan global. Meskipun diagnosisnya suram, jendela untuk menyembuhkan masih terbuka. Kegagalan bukanlah suatu keniscayaan, kegagalan adalah sebuah pilihan. Pilihan yang harus dan bisa dihindari," tambah Johan Rockström, Direktur Potsdam Institute.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan 'Green Job'
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan "Green Job"
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau