KOMPAS.com - Penilaian terbaru dari Potsdam Institute for Climate Impact Research menyebut bahwa keasaman laut telah melewati ambang batas kritis untuk kehidupan laut.
Dengan dilampauinya ambang batas ini, total batas planet yang terlampaui kini menjadi tujuh dari sembilan.
Sebelumnya enam batas lain yang sudah dilampaui selain keasaman laut adalah perubahan iklim, integritas biosfer, perubahan sistem lahan, aliran biogeokimia, entitas baru, dan penggunaan air tawar.
Hal ini mendorong para ilmuwan untuk menyerukan kembali upaya global yang lebih kuat untuk membatasi bahan bakar fosil, deforestasi, dan tekanan lain dari aktivitas manusia yang menggeser Bumi dari kondisi keseimbangannya yang stabil.
Melansir Guardian, Rabu (24/9/2025) lautan menutupi 71 persen permukaan Bumi dan memainkan peran penting sebagai penstabil iklim tetapi fungsi vital mereka kini terancam.
Baca juga: Perjanjian Laut Lepas Berlaku, Babak Baru Perlindungan Samudra Dimulai
Penilaian Kesehatan Planet 2025 mencatat bahwa sejak dimulainya era industri, pH permukaan lautan telah turun sekitar 0,1 unit. Penurunan ini setara dengan peningkatan keasaman sebesar 30-40 persen, yang telah mendorong ekosistem laut melewati batas aman.
Terumbu karang tropis, karang air dingin, dan kehidupan laut di Kutub Utara adalah yang paling berisiko.
Saat karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil memasuki laut, itu berubah menjadi asam karbonat.
Proses ini membuat kalsium karbonat menjadi kurang tersedia, padahal zat ini sangat penting bagi banyak organisme laut untuk membentuk karang, cangkang, dan kerangka.
Hal tersebut secara langsung memengaruhi spesies seperti tiram, moluska, dan kerang. Dan secara tidak langsung, hal ini membahayakan salmon, paus, dan kehidupan laut lainnya yang memakan organisme yang lebih kecil.
Pada akhirnya, itu merupakan risiko bagi ketahanan pangan manusia dan perekonomian pesisir.
Baca juga: Perubahan Iklim, Makluk Laut yang Tak Kasat Mata Pun Terancam
Para ilmuwan khawatir bahwa peningkatan keasaman laut juga bisa melemahkan peran laut sebagai penyerap panas terpenting di planet ini, serta kemampuannya untuk menyerap 25-30 persen karbon dioksida di atmosfer.
Levke Caesar, salah satu pimpinan dari Planetary Boundaries Science Lab menekankan bahwa masih banyak yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini, terutama dalam mengurangi bahan bakar fosil, tapi juga dengan memotong polusi dan mengelola perikanan secara lebih cermat.
"Kita sedang menyaksikan penurunan kesehatan planet kita secara luas. Tapi ini bukanlah hasil yang tidak bisa dihindari. Penurunan polusi aerosol dan pulihnya lapisan ozon menunjukkan bahwa kita masih bisa mengubah arah pembangunan global. Meskipun diagnosisnya suram, jendela untuk menyembuhkan masih terbuka. Kegagalan bukanlah suatu keniscayaan, kegagalan adalah sebuah pilihan. Pilihan yang harus dan bisa dihindari," tambah Johan Rockström, Direktur Potsdam Institute.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya