KOMPAS.com - Konsistensinya yang kental dan warna kuning cerah pada semangkuk tinutuan mengingatkan saya pada bubur jagung manis.
Kuliner khas Manado, Sulawesi Utara ini menarik perhatian karena bentuknya cukup unik dan makanan ini pernah masuk dalam daftar makanan terburuk di dunia 2025 versi Taste Atlas.
Dikutip dari Kompas.com (22/5/2025), berdasarkan daftar rilis 100 Worst Rated Foods in the World versi Taste Atlas, 2025, tinutuan berada di urutan ke-23.
Pada dasarnya, tinutuan ialah bubur beras yang dibuat dengan campuran sayuran, seperti bayam labu, singkong, dan jagung.
Baca juga: Resep Bubur Manado atau Tinutuan Lengkap dengan Kuah Kaldu Ceker
Biasanya tinutuan disantap saat sarapan, disajikan bersama sambal roa, ikan asin goreng atau ikan cakalang, tahu atau tempe goreng, perkedel jagung, ataupun kerupuk dan emping.
Saat menyambangi Kota Manado pada Rabu (29/10/2025), saya berkesempatan menyantap seporsi tinutuan asli Manado. Seperti apa rasanya?
Sebagai tim bubur ayam tidak diaduk, menyantap tinutuan bagi saya cukup menantang. Pasalnya, isian bubur sudah diaduk bersamaan saat dimasak, termasuk dengan sayur bayam.
Seporsi tinutuan yang saya coba kali ini disantap bersama sambal roa dan rempeyek ikan. Mengingat bahan dasarnya ialah labu dan jagung, konsistensinya di sini cukup kental.
Baca juga: Resep Tinutuan, Bubur Manado Komplet untuk Sarapan
Meski tidak menggunakan tambahan saus siram ataupun kuah kacang seperti bubur ayam biasa, tetapi rasanya tetap lembut.
Rasa gurih dan sedikit rasa manis alami dari labu menyapa lidah saat suapan pertama.
Sajian tinutuan, bubur khas Manado di Swiss-belhotel Maleosan Manado, Rabu (29/10/2025). Bubur ini terasa lengkap disantap dengan gurih renyah rempeyek ikan. Sebagai makanan pelengkap, rempeyek patut diacungi jempol.
Tinutuan cukup mengenyangkan di perut, mengingat dibuat dari perpaduan jagung dan labu. Tipikal hidangan karbohidrat tetapi tetap mudah dicerna perut.
Baca juga: Tinutuan Kembali Masuk Daftar Makanan Terburuk di Dunia 2025 Versi Taste Atlas
Jika pertama kali mencoba tinutuan, saya sarankan untuk menyantapnya selagi hangat dan jangan diaduk dengan sambal roa terlebih dahulu. Supaya bisa merasakan gurih manis orisinal buburnya.
Tinutuan berakar dari kondisi masyarakat Manado pada masa penjajahan Belanda. Saat itu, masyarakat memanfaatkan bahan pangan yang tersedia di sekitar mereka akibat kesulitan ekonomi dan situasi perang.
Para ibu memetik sayur-mayur dan umbi-umbian, lalu mencampur dengan beras dan memasaknya menjadi bubur.
Dari pengalaman tersebut, tinutuan lahir dan kemudian menyebar luas di Sulawesi Utara.
Nama "tinutuan" sendiri berarti "campur aduk" dalam bahasa Manado, merujuk pada cara memasak bubur dengan mencampurkan berbagai bahan menjadi satu.
Rasa tinutuan tidak jauh berbeda dengan bubur pada umumnya, tetapi keunikan aroma kemangi dan campuran jagung manis menjadikannya khas.
Proses memasak yang bertahap, dimulai dari beras yang dimasak setengah matang, kemudian sayuran dan bumbu seperti garam, sereh, daun kunyit, dan daun bawang dimasukkan secara berurutan, membuat citarasa bubur ini semakin kaya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang