Tantangan ekonomi pada tahun 2025 diperkirakan tidak ringan. Di luar bidang ekonomi pun banyak terjadi perubahan yang mengejutkan masyarakat. Situasi ini mendorong masyarakat mencari sandaran moral sembari terus menguatkan benteng finansialnya.
Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas bekerja sama dengan Media Monitoring Litbang Kompas terhadap 3.936 unggahan tentang resolusi pada awal tahun ini menunjukkan, 50,4 persen warganet ingin meningkatkan ibadah. Percakapan tentang resolusi 2025 dihimpun dari platform media sosial X, Facebook, Youtube, Instagram, dan Tiktok selama 1 Desember 2024–5 Januari 2025.
Akun Anum di platform X pada tanggal 16 Desember 2024 menuliskan resolusinya: ”Resolusi 2025: mau lebih khusyuk solat aja sih. Yang bener-bener pas lagi solat nggak mikirin apapun, only jadi hamba-Nya yang banyak kurang dan banyak memohon perlindungan dan bimbingan-Nya.”
Resolusi paling banyak kedua yang dibuat oleh warganet adalah meningkatkan kemampuan finansial (18,4 persen). Akun Bayu Joo di platform X menulis kata ”kaya raya” hingga 11 kali.
”Resolusi 2025: kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya,” cuitnya pada 3 Desember 2024.
Resolusi 2025: kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya.
Resolusi terkait ibadah dan finansial mencerminkan respons terhadap ketidakpastian ekonomi dan sosial, baik di tingkat individu maupun negara, kata Asep Suryana, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Menurut Asep, resolusi meningkatkan ibadah mencerminkan upaya mencari ketenangan di tengah ketidakpastian. Sementara keinginan meningkatkan finansial menunjukkan kesadaran kelas menengah yang melek informasi terhadap situasi yang tak menentu.
Dari Babilonia hingga ke tradisi modern
Resolusi Tahun Baru bukan hal baru. HuffPost dalam sebuah artikelnya pada Desember 2023 menulis, tradisi ini sudah ada sejak 4.000 tahun lalu di Babilonia. Bangsa Babilonia merayakan tahun baru pada bulan Maret yang bertepatan dengan dimulainya masa tanam dengan menggelar festival Akitu selama 12 hari. Dalam festival ini, mereka akan menobatkan raja baru atau memperbarui janji setia kepada raja, serta berikrar kepada dewa untuk berperilaku lebih baik.
Pada tahun 46 Sebelum Masehi, Julius Caesar dari Romawi menggeser tahun baru ke Januari. Pada tanggal 1 Januari, bangsa Romawi akan membuat janji kepada Janus, dewa berwajah ganda yang melambangkan masa lalu dan masa depan. Tradisi ini kemudian diadopsi umat Kristiani yang berjanji mengubah perilaku di tahun baru.
Lama-kelamaan, janji awal tahun lebih berfokus pada perbaikan diri pribadi. Old Farmer’s Almanac, surat kabar di Boston, Amerika Serikat, pada 1813 menjadi media pertama yang menggunakan istilah ”Resolusi Tahun Baru”. Sejak itu, resolusi Tahun Baru rutin menjadi perbincangan hangat setiap awal Januari (Kompas.id, 31/12/2023).
Naluri hidup lebih baik
Membuat resolusi, menurut Guru Besar Psikologi Sosial Universitas Airlangga Suryanto, dipandang penting karena manusia secara naluriah ingin menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Naluri ini mencakup berbagai aspek, seperti ibadah, pekerjaan, dan rumah tangga.
Semangat baru di awal tahun, kata Suryanto, dapat memotivasi orang untuk melakukan perubahan dan menyusun strategi demi hasil yang lebih baik. Resolusi juga berperan sebagai dorongan untuk mencapai target.
ARSIP PRIBADIGuru Besar Psikologi Sosial Universitas Airlangga (Unair) Suryanto yang juga Dekan Fakultas Psikologi Unair
”Tidak cukup hanya pasrah, tetapi juga perlu keyakinan yang memotivasi. Hadapi tahun baru dengan sukacita dan pikiran positif bahwa kita mampu mencapai sesuatu,” ujar Suryanto, Rabu (15/1/2025).
Sejak duduk di bangku kuliah, Dian Putri (32) rutin membuat resolusi tahun baru. Karyawati di Slipi, Jakarta Barat, ini membagi pencapaian resolusinya dalam jangka panjang (setahun), pendek (bulanan), hingga harian.
AFP/ADRIAN DENNIS
Kembang api meledak di langit di sekitar London Eye dan The Elizabeth Tower, yang dikenal dengan nama lonceng jam Big Ben, di Istana Westminster, tempat Gedung Parlemen berada, di pusat kota London, Inggris, Rabu (1/1/2025) tepat setelah tengah malam.
AFP/ADRIAN DENNISKembang api meledak di langit di sekitar London Eye dan The Elizabeth Tower, yang dikenal dengan nama lonceng jam Big Ben, di Istana Westminster, tempat Gedung Parlemen berada, di pusat kota London, Inggris, Rabu (1/1/2025) tepat setelah tengah malam.
Setiap akhir tahun, saat kesibukannya berkurang, ia meluangkan waktu pergi ke tempat tenang atau sekadar tinggal di kamarnya selama beberapa jam untuk merenung dan menyusun target. ”Akhir tahun, waktu yang pas untuk kontemplasi, jadi awal tahun bisa langsung mulai,” ujarnya.
Namun, akhir 2024 ia sibuk menyelesaikan revisi tesis kuliah S-2-nya dan mengurus liburan keluarga sehingga tak sempat merenung seperti biasa. Dari resolusi tahun lalu, 60 persen ia anggap tercapai. ”Aku cuma sempat cek daftar resolusi 2024, hapus yang sudah tercapai, dan ganti dengan yang baru,” katanya.
Waspada di tahun Ular Kayu
Prediksi 2025 sebagai tahun penuh tantangan sejalan dengan ramalan tahun Ular Kayu dalam kalender Tionghoa 2576 Kongzili, yang diawali dengan perayaan Imlek. Menurut budayawan Tionghoa dari Cirebon, Jeremy Huang Wijaya, dalam kacamata hongshui dan fengshui, ular melambangkan kelicikan dan racun, sementara kayu bersifat rapuh, mudah tumbang, dan rentan terhadap air.
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Arak-arakan liong saat kirab budaya Grebeg Sudiro di kawasan Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025). Grebeg Sudiro merupakan acara budaya untuk menyambut perayaan Imlek, akulturasi budaya Jawa dan China.
Kompas/P Raditya Mahendra YasaArak-arakan liong saat kirab budaya Grebeg Sudiro di kawasan Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025). Grebeg Sudiro merupakan acara budaya untuk menyambut perayaan Imlek, akulturasi budaya Jawa dan China.
”Tahun ini berpotensi terjadi bencana seperti banjir, angin kencang, kemarau panjang, gempa, dan wabah. Semoga semuanya baik-baik saja,” ujarnya saat dihubungi Kompas, pertengahan Januari lalu.
Di sisi lain, elemen kayu menguntungkan bisnis kuliner, jasa perjalanan dan wisata, perkebunan, dan perikanan, tetapi kurang cocok untuk industri elektronik dan otomotif yang mengandung unsur logam dan api.
Jeremy menyarankan untuk berhati-hati dalam berinvestasi besar karena sifat kayu yang mudah keropos. ”Membangun harus di atas batu, bukan pasir. Rumah kayu akan kokoh jika fondasinya kuat,” katanya (Kompas.id, 11/1/2025).
Tiga sikap
Untuk menghadapi tahun 2025 yang dipandang penuh ketidakpastian, menurut Suryanto, setidaknya ada tiga sikap yang bisa dipersiapkan.
Pertama, siap mental untuk menghadapi perubahan yang tak terhindarkan di berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, dan keamanan. ”Kondisi mental yang tidak siap berubah bisa merepotkan, apalagi perubahan terus terjadi," ujar Dekan Fakultas Psikologi Unair ini.
Media sosial dan arus informasi yang cepat juga mempercepat perubahan sehingga penting untuk memilah informasi dengan bijak.
Kedua, bijak dalam mengelola keuangan, tidak mudah terpengaruh tren konsumtif atau peluang investasi yang belum jelas. ”Penting memilah antara kebutuhan, investasi, dan konsumsi agar tetap rasional,” katanya.
Ketiga, perkuat spiritualitas. ”Jika perubahan fisiologis tak bisa dihindari, peningkatan spiritual akan membawa ketenangan dan kebahagiaan. Ini tidak pernah merugikan,” ujar Suryanto.
Menyelamatkan keuangan
Menghadapi 2025, persiapan mental, kebijaksanaan finansial, dan peningkatan spiritual menjadi kunci. Untuk pengelolaan keuangan, ditawarkan strategi CERDAS: Cek kesehatan finansial, Edukasi diri, Rutin investasi, Disiplin mengelola utang, Analisis kebutuhan asuransi, dan Solidkan kebiasaan finansial.
Isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada akhir 2024 menimbulkan sentimen pesimisme terhadap kondisi ekonomi di tahun 2025. Situasi ini tidak hanya terasa di kalangan pelaku usaha, bahkan merambat hingga ke kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti diungkapkan perencana keuangan Mohamad Andoko yang juga CEO PT Cerdas Keuangan Indonesia. Akhir-akhir ini ia bertemu banyak klien yang mengeluhkan kondisi ekonomi.
”Mereka merasa pesimistis menghadapi tahun ini. Ada yang harus menutup usaha, pensiun dini, atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena bisnis tidak berkembang. Banyak juga yang meminta saya membantu menghitung kebutuhan pensiun agar tahu berapa lama mereka bisa bertahan dengan dana yang ada,” ungkap Andoko, Minggu (26/1/2025).
Untuk pengelolaan keuangan, Andoko kemudian berbagi strategi CERDAS, singkatan dari Cek kesehatan finansial, Edukasi diri, Rutin investasi, Disiplin mengelola utang, Analisis kebutuhan asuransi, dan Solidkan kebiasaan finansial.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pelajar mengunjungi Beranda OJK dalam kegiatan edukasi keuangan bagi pelajar tingkat SMA/sederajat di Auditorium Indonesia Banking School, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
KOMPAS/PRIYOMBODOPelajar mengunjungi Beranda OJK dalam kegiatan edukasi keuangan bagi pelajar tingkat SMA/sederajat di Auditorium Indonesia Banking School, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
Menurut Andoko, penting untuk memeriksa kondisi keuangan secara menyeluruh. Pengeluaran sebaiknya tidak melebihi pemasukan, dengan tabungan minimal 10 persen dari penghasilan. Utang produktif pun idealnya dibatasi hingga 30-33 persen dari pendapatan.
Selain itu, meningkatkan literasi keuangan menjadi langkah penting. Tidak cukup hanya mengandalkan informasi dari influencer yang sering mempromosikan produk tertentu, tetapi sangat penting untuk berinvestasi dalam seminar, sertifikasi, atau pelatihan agar terhindar dari jebakan investasi bodong.
Kebiasaan rutin menabung dan berinvestasi juga perlu dibangun. Andoko menyarankan untuk menyisihkan minimal 10 persen penghasilan menggunakan sistem autodebet agar lebih konsisten. ”Pay yourself first,” tegasnya, mengingatkan pentingnya menyisihkan dana untuk diri sendiri sebelum membayar kewajiban lainnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga memilih belanjaan di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2024). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
KOMPAS/AGUS SUSANTOWarga memilih belanjaan di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2024). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Dalam pengelolaan utang, disiplin menjadi kunci. Prioritas harus diberikan pada utang yang bersifat kebutuhan, bukan keinginan. ”Hindari pinjaman konsumtif seperti paylater atau pinjaman daring dan pastikan pula utang yang diambil mampu meningkatkan nilai aset, seperti properti atau tanah,” kata Andoko.
Perlindungan finansial juga perlu diperhatikan dengan memastikan asuransi kesehatan yang memadai. Setelah pandemi Covid-19, biaya perawatan meningkat drastis. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat menjadi perlindungan dasar, tetapi jika memungkinkan, asuransi tambahan bisa menjadi opsi yang lebih baik.
Membangun kebiasaan finansial yang solid pun menjadi faktor penting. Membuat anggaran, mencatat pengeluaran kecil yang sering terabaikan, dan memprioritaskan kebutuhan dibandingkan dengan keinginan dapat membantu menghadapi tantangan ekonomi.
”Mengelola keuangan bukan sekadar soal uang, melainkan juga cara mengelola hidup. Manage your cash flow, manage your life,” ujar Andoko.
kompas/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Ilustrasi. Nasabah bertransaksi melalui mesin ATM di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (26/10/2022). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
kompas/ADRYAN YOGA PARAMADWYAIlustrasi. Nasabah bertransaksi melalui mesin ATM di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (26/10/2022). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Literasi finansial
Pentingnya membuat resolusi sudah dibuktikan oleh Bastian Ramadhan Dwi Putra (32) yang rutin membuat resolusi sejak lima tahun lalu. Selama ini, ia selalu membuat resolusi besar yang hampir semuanya tercapai, seperti punya rumah, kendaraan, dan usaha.
Menurut dia, pemahaman finansial sangat membantu mewujudkan target besar. Pengelolaan pendapatan dan pengeluaran memungkinkan seseorang memproyeksikan pencapaian target. ”Melek finansial itu penting. Jangan berharap banyak jika keuangan minus,” katanya.
Survei YouGov 2025 menunjukkan bahwa mengelola keuangan lebih baik (74 persen) dan meningkatkan kebugaran (65 persen) menjadi resolusi paling populer di Indonesia. Kedua resolusi ini juga dijumpai pada hasil survei tahun sebelumnya, dengan persentase tahun ini yang meningkat. Selain di Indonesia, survei oleh lembaga riset yang berpusat di London, Inggris, ini juga dilakukan di 16 negara lainnya terhadap total 18.000 responden.
Meski tantangan 2025 terasa berat, kombinasi mental yang kuat, pengelolaan finansial yang baik, dan spiritualitas dapat menjadi penyelamat. Ketidakpastian justru bisa menjadi kesempatan untuk belajar, berkembang, dan menciptakan perubahan. Yang terpenting, tetap optimistis bahwa setiap cobaan bisa dilalui.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengunjung menikmati video imersif bernuansa Imlek di Museum Mandiri, Jakarta, Minggu (26/1/2025).
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYAPengunjung menikmati video imersif bernuansa Imlek di Museum Mandiri, Jakarta, Minggu (26/1/2025).
Serial Artikel
Resolusi 2025, Lebih Taat, Lebih Cuan
Memperbanyak ibadah serta menguatkan fondasi keuangan jadi resolusi yang paling banyak muncul di awal tahun dari warganet. Ada apa dengan tahun ini?
Tantangan ekonomi pada tahun 2025 diperkirakan tidak ringan. Di luar bidang ekonomi pun banyak terjadi perubahan yang mengejutkan masyarakat. Situasi ini mendorong masyarakat mencari sandaran moral sembari terus menguatkan benteng finansialnya.
Hasil olahan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas bekerja sama dengan Media Monitoring Litbang Kompas terhadap 3.936 unggahan tentang resolusi pada awal tahun ini menunjukkan, 50,4 persen warganet ingin meningkatkan ibadah. Percakapan tentang resolusi 2025 dihimpun dari platform media sosial X, Facebook, Youtube, Instagram, dan Tiktok selama 1 Desember 2024–5 Januari 2025.
Akun Anum di platform X pada tanggal 16 Desember 2024 menuliskan resolusinya: ”Resolusi 2025: mau lebih khusyuk solat aja sih. Yang bener-bener pas lagi solat nggak mikirin apapun, only jadi hamba-Nya yang banyak kurang dan banyak memohon perlindungan dan bimbingan-Nya.”
Resolusi paling banyak kedua yang dibuat oleh warganet adalah meningkatkan kemampuan finansial (18,4 persen). Akun Bayu Joo di platform X menulis kata ”kaya raya” hingga 11 kali.
”Resolusi 2025: kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya,” cuitnya pada 3 Desember 2024.
Resolusi 2025: kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya, kaya raya.
Resolusi terkait ibadah dan finansial mencerminkan respons terhadap ketidakpastian ekonomi dan sosial, baik di tingkat individu maupun negara, kata Asep Suryana, sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Menurut Asep, resolusi meningkatkan ibadah mencerminkan upaya mencari ketenangan di tengah ketidakpastian. Sementara keinginan meningkatkan finansial menunjukkan kesadaran kelas menengah yang melek informasi terhadap situasi yang tak menentu.
Dari Babilonia hingga ke tradisi modern
Resolusi Tahun Baru bukan hal baru. HuffPost dalam sebuah artikelnya pada Desember 2023 menulis, tradisi ini sudah ada sejak 4.000 tahun lalu di Babilonia. Bangsa Babilonia merayakan tahun baru pada bulan Maret yang bertepatan dengan dimulainya masa tanam dengan menggelar festival Akitu selama 12 hari. Dalam festival ini, mereka akan menobatkan raja baru atau memperbarui janji setia kepada raja, serta berikrar kepada dewa untuk berperilaku lebih baik.
Pada tahun 46 Sebelum Masehi, Julius Caesar dari Romawi menggeser tahun baru ke Januari. Pada tanggal 1 Januari, bangsa Romawi akan membuat janji kepada Janus, dewa berwajah ganda yang melambangkan masa lalu dan masa depan. Tradisi ini kemudian diadopsi umat Kristiani yang berjanji mengubah perilaku di tahun baru.
Lama-kelamaan, janji awal tahun lebih berfokus pada perbaikan diri pribadi. Old Farmer’s Almanac, surat kabar di Boston, Amerika Serikat, pada 1813 menjadi media pertama yang menggunakan istilah ”Resolusi Tahun Baru”. Sejak itu, resolusi Tahun Baru rutin menjadi perbincangan hangat setiap awal Januari (Kompas.id, 31/12/2023).
Naluri hidup lebih baik
Membuat resolusi, menurut Guru Besar Psikologi Sosial Universitas Airlangga Suryanto, dipandang penting karena manusia secara naluriah ingin menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Naluri ini mencakup berbagai aspek, seperti ibadah, pekerjaan, dan rumah tangga.
Semangat baru di awal tahun, kata Suryanto, dapat memotivasi orang untuk melakukan perubahan dan menyusun strategi demi hasil yang lebih baik. Resolusi juga berperan sebagai dorongan untuk mencapai target.
ARSIP PRIBADIGuru Besar Psikologi Sosial Universitas Airlangga (Unair) Suryanto yang juga Dekan Fakultas Psikologi Unair
”Tidak cukup hanya pasrah, tetapi juga perlu keyakinan yang memotivasi. Hadapi tahun baru dengan sukacita dan pikiran positif bahwa kita mampu mencapai sesuatu,” ujar Suryanto, Rabu (15/1/2025).
Sejak duduk di bangku kuliah, Dian Putri (32) rutin membuat resolusi tahun baru. Karyawati di Slipi, Jakarta Barat, ini membagi pencapaian resolusinya dalam jangka panjang (setahun), pendek (bulanan), hingga harian.
AFP/ADRIAN DENNIS
Kembang api meledak di langit di sekitar London Eye dan The Elizabeth Tower, yang dikenal dengan nama lonceng jam Big Ben, di Istana Westminster, tempat Gedung Parlemen berada, di pusat kota London, Inggris, Rabu (1/1/2025) tepat setelah tengah malam.
AFP/ADRIAN DENNISKembang api meledak di langit di sekitar London Eye dan The Elizabeth Tower, yang dikenal dengan nama lonceng jam Big Ben, di Istana Westminster, tempat Gedung Parlemen berada, di pusat kota London, Inggris, Rabu (1/1/2025) tepat setelah tengah malam.
Setiap akhir tahun, saat kesibukannya berkurang, ia meluangkan waktu pergi ke tempat tenang atau sekadar tinggal di kamarnya selama beberapa jam untuk merenung dan menyusun target. ”Akhir tahun, waktu yang pas untuk kontemplasi, jadi awal tahun bisa langsung mulai,” ujarnya.
Namun, akhir 2024 ia sibuk menyelesaikan revisi tesis kuliah S-2-nya dan mengurus liburan keluarga sehingga tak sempat merenung seperti biasa. Dari resolusi tahun lalu, 60 persen ia anggap tercapai. ”Aku cuma sempat cek daftar resolusi 2024, hapus yang sudah tercapai, dan ganti dengan yang baru,” katanya.
Waspada di tahun Ular Kayu
Prediksi 2025 sebagai tahun penuh tantangan sejalan dengan ramalan tahun Ular Kayu dalam kalender Tionghoa 2576 Kongzili, yang diawali dengan perayaan Imlek. Menurut budayawan Tionghoa dari Cirebon, Jeremy Huang Wijaya, dalam kacamata hongshui dan fengshui, ular melambangkan kelicikan dan racun, sementara kayu bersifat rapuh, mudah tumbang, dan rentan terhadap air.
Kompas/P Raditya Mahendra Yasa
Arak-arakan liong saat kirab budaya Grebeg Sudiro di kawasan Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025). Grebeg Sudiro merupakan acara budaya untuk menyambut perayaan Imlek, akulturasi budaya Jawa dan China.
Kompas/P Raditya Mahendra YasaArak-arakan liong saat kirab budaya Grebeg Sudiro di kawasan Pasar Gede, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025). Grebeg Sudiro merupakan acara budaya untuk menyambut perayaan Imlek, akulturasi budaya Jawa dan China.
”Tahun ini berpotensi terjadi bencana seperti banjir, angin kencang, kemarau panjang, gempa, dan wabah. Semoga semuanya baik-baik saja,” ujarnya saat dihubungi Kompas, pertengahan Januari lalu.
Di sisi lain, elemen kayu menguntungkan bisnis kuliner, jasa perjalanan dan wisata, perkebunan, dan perikanan, tetapi kurang cocok untuk industri elektronik dan otomotif yang mengandung unsur logam dan api.
Jeremy menyarankan untuk berhati-hati dalam berinvestasi besar karena sifat kayu yang mudah keropos. ”Membangun harus di atas batu, bukan pasir. Rumah kayu akan kokoh jika fondasinya kuat,” katanya (Kompas.id, 11/1/2025).
Tiga sikap
Untuk menghadapi tahun 2025 yang dipandang penuh ketidakpastian, menurut Suryanto, setidaknya ada tiga sikap yang bisa dipersiapkan.
Pertama, siap mental untuk menghadapi perubahan yang tak terhindarkan di berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, dan keamanan. ”Kondisi mental yang tidak siap berubah bisa merepotkan, apalagi perubahan terus terjadi," ujar Dekan Fakultas Psikologi Unair ini.
Media sosial dan arus informasi yang cepat juga mempercepat perubahan sehingga penting untuk memilah informasi dengan bijak.
Kedua, bijak dalam mengelola keuangan, tidak mudah terpengaruh tren konsumtif atau peluang investasi yang belum jelas. ”Penting memilah antara kebutuhan, investasi, dan konsumsi agar tetap rasional,” katanya.
Ketiga, perkuat spiritualitas. ”Jika perubahan fisiologis tak bisa dihindari, peningkatan spiritual akan membawa ketenangan dan kebahagiaan. Ini tidak pernah merugikan,” ujar Suryanto.
Menyelamatkan keuangan
Menghadapi 2025, persiapan mental, kebijaksanaan finansial, dan peningkatan spiritual menjadi kunci. Untuk pengelolaan keuangan, ditawarkan strategi CERDAS: Cek kesehatan finansial, Edukasi diri, Rutin investasi, Disiplin mengelola utang, Analisis kebutuhan asuransi, dan Solidkan kebiasaan finansial.
Isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada akhir 2024 menimbulkan sentimen pesimisme terhadap kondisi ekonomi di tahun 2025. Situasi ini tidak hanya terasa di kalangan pelaku usaha, bahkan merambat hingga ke kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti diungkapkan perencana keuangan Mohamad Andoko yang juga CEO PT Cerdas Keuangan Indonesia. Akhir-akhir ini ia bertemu banyak klien yang mengeluhkan kondisi ekonomi.
”Mereka merasa pesimistis menghadapi tahun ini. Ada yang harus menutup usaha, pensiun dini, atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena bisnis tidak berkembang. Banyak juga yang meminta saya membantu menghitung kebutuhan pensiun agar tahu berapa lama mereka bisa bertahan dengan dana yang ada,” ungkap Andoko, Minggu (26/1/2025).
Untuk pengelolaan keuangan, Andoko kemudian berbagi strategi CERDAS, singkatan dari Cek kesehatan finansial, Edukasi diri, Rutin investasi, Disiplin mengelola utang, Analisis kebutuhan asuransi, dan Solidkan kebiasaan finansial.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pelajar mengunjungi Beranda OJK dalam kegiatan edukasi keuangan bagi pelajar tingkat SMA/sederajat di Auditorium Indonesia Banking School, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
KOMPAS/PRIYOMBODOPelajar mengunjungi Beranda OJK dalam kegiatan edukasi keuangan bagi pelajar tingkat SMA/sederajat di Auditorium Indonesia Banking School, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
Menurut Andoko, penting untuk memeriksa kondisi keuangan secara menyeluruh. Pengeluaran sebaiknya tidak melebihi pemasukan, dengan tabungan minimal 10 persen dari penghasilan. Utang produktif pun idealnya dibatasi hingga 30-33 persen dari pendapatan.
Selain itu, meningkatkan literasi keuangan menjadi langkah penting. Tidak cukup hanya mengandalkan informasi dari influencer yang sering mempromosikan produk tertentu, tetapi sangat penting untuk berinvestasi dalam seminar, sertifikasi, atau pelatihan agar terhindar dari jebakan investasi bodong.
Kebiasaan rutin menabung dan berinvestasi juga perlu dibangun. Andoko menyarankan untuk menyisihkan minimal 10 persen penghasilan menggunakan sistem autodebet agar lebih konsisten. ”Pay yourself first,” tegasnya, mengingatkan pentingnya menyisihkan dana untuk diri sendiri sebelum membayar kewajiban lainnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga memilih belanjaan di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2024). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
KOMPAS/AGUS SUSANTOWarga memilih belanjaan di sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2024). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Dalam pengelolaan utang, disiplin menjadi kunci. Prioritas harus diberikan pada utang yang bersifat kebutuhan, bukan keinginan. ”Hindari pinjaman konsumtif seperti paylater atau pinjaman daring dan pastikan pula utang yang diambil mampu meningkatkan nilai aset, seperti properti atau tanah,” kata Andoko.
Perlindungan finansial juga perlu diperhatikan dengan memastikan asuransi kesehatan yang memadai. Setelah pandemi Covid-19, biaya perawatan meningkat drastis. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dapat menjadi perlindungan dasar, tetapi jika memungkinkan, asuransi tambahan bisa menjadi opsi yang lebih baik.
Membangun kebiasaan finansial yang solid pun menjadi faktor penting. Membuat anggaran, mencatat pengeluaran kecil yang sering terabaikan, dan memprioritaskan kebutuhan dibandingkan dengan keinginan dapat membantu menghadapi tantangan ekonomi.
”Mengelola keuangan bukan sekadar soal uang, melainkan juga cara mengelola hidup. Manage your cash flow, manage your life,” ujar Andoko.
kompas/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Ilustrasi. Nasabah bertransaksi melalui mesin ATM di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (26/10/2022). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
kompas/ADRYAN YOGA PARAMADWYAIlustrasi. Nasabah bertransaksi melalui mesin ATM di Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (26/10/2022). Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Literasi finansial
Pentingnya membuat resolusi sudah dibuktikan oleh Bastian Ramadhan Dwi Putra (32) yang rutin membuat resolusi sejak lima tahun lalu. Selama ini, ia selalu membuat resolusi besar yang hampir semuanya tercapai, seperti punya rumah, kendaraan, dan usaha.
Menurut dia, pemahaman finansial sangat membantu mewujudkan target besar. Pengelolaan pendapatan dan pengeluaran memungkinkan seseorang memproyeksikan pencapaian target. ”Melek finansial itu penting. Jangan berharap banyak jika keuangan minus,” katanya.
Survei YouGov 2025 menunjukkan bahwa mengelola keuangan lebih baik (74 persen) dan meningkatkan kebugaran (65 persen) menjadi resolusi paling populer di Indonesia. Kedua resolusi ini juga dijumpai pada hasil survei tahun sebelumnya, dengan persentase tahun ini yang meningkat. Selain di Indonesia, survei oleh lembaga riset yang berpusat di London, Inggris, ini juga dilakukan di 16 negara lainnya terhadap total 18.000 responden.
Meski tantangan 2025 terasa berat, kombinasi mental yang kuat, pengelolaan finansial yang baik, dan spiritualitas dapat menjadi penyelamat. Ketidakpastian justru bisa menjadi kesempatan untuk belajar, berkembang, dan menciptakan perubahan. Yang terpenting, tetap optimistis bahwa setiap cobaan bisa dilalui.
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Pengunjung menikmati video imersif bernuansa Imlek di Museum Mandiri, Jakarta, Minggu (26/1/2025).
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYAPengunjung menikmati video imersif bernuansa Imlek di Museum Mandiri, Jakarta, Minggu (26/1/2025).