Di Bawah Kendali Kompol Kosmas, Bripka Rohmat Dihukum Demosi 7 Tahun

Pelanggaran etik yang dilakukan Rohmat adalah bertindak tidak profesional dalam penanganan unjuk rasa pada 28 Agustus sehingga mengakibatkan korban jiwa.

Oleh Norbertus Arya Dwiangga Martiar

04 Sep 2025 21:57 WIB · Politik & Hukum

JAKARTA, KOMPAS — Bripka Rohmat, pengemudi kendaraan taktis milik Korps Brimob yang melindas pengemudi ojek daring saat unjuk rasa di Jakarta pada 28 Agustus 2025, dijatuhi sanksi demosi selama 7 tahun. Rohmat dinilai terbukti melanggar etika dan profesi dengan bertindak tidak profesional ketika menangani unjuk rasa. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025), mengatakan, Bripka Rohmat telah menjalani sidang kode etik dan profesi Polri. Rohmat menjalani sidang kode etik sejak pukul 09.00 hingga pukul 19.30 WIB. 

Berdasarkan persidangan, pelanggaran etik yang dilakukan Rohmat adalah bertindak tidak profesional dalam penanganan unjuk rasa pada 28 Agustus sehingga mengakibatkan korban jiwa. Korban jiwa itu adalah Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring. Saat itu, Rohmat adalah pengemudi kendaraan taktis (rantis) Brimob yang melindas Affan.

Atas pelanggaran tersebut, majelis etik menjatuhkan sanksi dengan menyatakan bahwa perbuatan Rohmat merupakan perbuatan tercela. Rohmat juga diwajibkan untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang Komisi Kode Etik dan Profesi dan secara tertulis kepada pimpinan Polri. 

Di bawah kendali

Untuk sanksi administratif, Rohmat dijatuhi sanksi berupa penempatan pada tempat khusus selama 20 hari sejak 29 Agustus sampai dengan 17 September 2025 di ruang Patsus Biro Provost Divpropam Polri. ”Mutasi bersifat demosi selama 7 tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” kata Trunoyudo.

Atas putusan tersebut, Rohmat mengatakan akan berpikir terlebih dahulu dan berkomunikasi dengan keluarga. Adapun waktu untuk menimbang adalah selama tiga hari sejak putusan dijatuhkan. 

Dari persidangan diperoleh fakta bahwa ada titik buta (”blind spot”) dari kendaraan taktis Brimob yang membuat Rohmat tidak bisa melihat Affan tengah berada di depan kendaraan dan melindasnya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ida Utari, mengatakan, salah satu hal yang menjadi pertimbangan meringankan adalah Rohmat sebagai pengemudi hanya melaksanakan tugas atau di bawah kendali Kompol Kosmas. Adapun Kompol Kosmas telah menjalani sidang etik pada Rabu (3/9/2025) dan dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.

Di sisi lain, dari persidangan diperoleh fakta bahwa ada titik buta (blind spot) dari kendaraan taktis Brimob yang membuat Rohmat tidak bisa melihat Affan tengah berada di depan kendaraan dan melindasnya. ”Ada beberapa hal terkait kondisi di saat mengendarai. Yang bersangkutan sudah memiliki sertifikat keahlian dan saat melaksanakan tugasnya ada saat yang bersangkutan tidak melihat kondisi karena adanya blind spot di rantis,” ujarnya. 

Didorong proses pidana

Anggota Kompolnas, M Choirul Anam, menambahkan, salah satu yang menjadi dasar putusan demosi bagi Rohmat adalah sebuah video yang beredar di publik yang menunjukkan posisi rantis dan Affan Kurniawan. Melalui video, Anam menunjukkan kepada jurnalis, Affan Kurniawan berada pada posisi menunduk, sementara masih ada jarak antara rantis dan Affan. 

Berdasarkan video itu, disimpulkan bahwa rantis tidak menabrak Affan sampai terjatuh dan melindasnya, tetapi Affan sudah pada posisi menunduk. ”Jadi, dia (Affan) jatuh dulu, lalu tidak kelihatan oleh sopir, makanya dia (Rohmat) bablas. Ini video yang beredar di publik. Publik bisa cek juga,” ujarnya. 

Meski demikian, dalam insiden ini, ada unsur pidana berupa kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa. Oleh karena itu, Kompolnas mendorong agar Bripka Rohmat dan Kompol Kosmas diproses pidana. 

”Kami memang berharap kedua personel ini dibawa ke pidana meskipun putusan berangkat dari adanya  blind spot. Apakah ada pidananya? Maka, kami dorong untuk diuji melalui mekanisme pidana,” kata Anam.


Kerabat Kerja

Penulis:

Norbertus Arya Dwiangga Martiar
 | 

Editor:

Madina Nusrat
 | 

Penyelaras Bahasa:

Nanik Dwiastuti