Tujuh Tahun Mendukung Usaha Mikro Bertumbuh: Evaluasi dan Tantangan
Pentingnya UMKM bagi ekonomi Indonesia melahirkan inisiatif pembiayaan yang lebih fleksibel. Ketahui tentang pembiayaan UMi oleh Pusat Investasi Pemerintah.
Tujuh Tahun Mendukung Usaha Mikro Bertumbuh: Evaluasi dan Tantangan
Usaha mikro kecil dan menengah telah lama menjadi pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto dan penciptaan lapangan kerja nasional.
Data dari ASEAN Investment Report 2022 mencatat bahwa terdapat sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, menyumbang 60 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja. Hal ini menjadikan Indonesia lebih unggul dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Filipina.
Namun, di balik kontribusi besar ini, UMKM masih menghadapi berbagai tantangan yang signifikan. Salah satu yang menonjol adalah rendahnya kontribusi terhadap ekspor. Pada 2023, UMKM Indonesia hanya berkontribusi sebesar 16 persen terhadap ekspor nasional, jauh tertinggal dibandingkan Thailand (29 persen) dan Filipina (20 persen).
Tantangan UMKM
Kendati menyimpan potensi besar, pelaku UMKM memiliki banyak tantangan. Salah satu tantangan itu adalah legalitas usaha dan akses pembiayaan. Sekarang ini, masih banyak UMKM yang belum memiliki perizinan lengkap, seperti nomor induk berusaha (NIB).
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAHDirektur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ismed Saputra
Hal ini membuat akses mereka ke layanan keuangan formal terhambat. Tercatat dari 65 juta UMKM, sekitar 44 juta di antaranya belum dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ismed Saputra.
” Kondisi tersebutlah yang memaksa mereka mengandalkan rentenir dan lembaga keuangan informal dengan bunga tinggi untuk bisa bertahan hidup dan menjalankan usahanya,” ujarnya.
Selain legalitas, tantangan lain yang juga menjadi penghambat utama adalah keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Pelaku UMKM sering kali kurang memiliki pengetahuan dalam inovasi, riset pasar, serta adaptasi teknologi.
Tidak hanya itu, kurangnya pengetahuan tentang pencatatan keuangan yang memadai juga menyebabkan kesulitan dalam memisahkan keuangan pribadi dan keuangan usaha yang pada akhirnya menghambat pengembangan usaha. Ditambah dengan sifat usaha UMKM yang tidak stabil, baik dari segi jenis usaha maupun lokasi, UMKM sering kesulitan untuk bertahan di pasar yang semakin kompetitif.
”Pelaku usaha mikro ini tidak pernah memikirkan berapa yang harus diambil untuk kebutuhan, berapa yang harus dipakai lagi untuk modal usaha. Mereka kebanyakan hanya berpikir bagaimana bisa bertahan untuk hari ini,” ujarnya.
Meski demikian, sektor UMKM menunjukkan ketangguhan yang luar biasa, baik saat krisis moneter 1998 maupun selama pandemi Covid-19. UMKM berhasil menjaga stabilitas ekonomi. Ini menunjukkan potensi besar UMKM untuk berkembang jika mendapat dukungan yang tepat, seperti kemudahan akses pembiayaan dan pendampingan usaha.
Pembiayaan UMi hadir untuk UMKM
Untuk mengoptimalkan kontribusi UMKM bagi perekonomian nasional, Pemerintah Indonesia terus berinovasi dengan meluncurkan program pembiayaan ultramikro (pembiayaan UMi) yang dimulai pada Tahun 2017. Pembiayaan UMi dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) PIP di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Pemerintah melalui pembiayaan UMi ingin menjawab tantangan yang dihadapi usaha mikro yang tergolong unbankable atau sulit mengakses layanan perbankan. Pembiayaan ini bukan menjadi lawan dari KUR melainkan sebagai pelengkap dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena pembiayaan UMi menyediakan akses keuangan yang lebih fleksibel, tanpa memerlukan syarat ketat seperti legalitas usaha atau jaminan aset.
INFOGRAFIK/ARIEF KRESTIONO
Berbeda dengan KUR, pembiayaan UMi fokus untuk pelaku usaha mikro, terutama di daerah terpencil yang sering kali tidak terjangkau oleh layanan keuangan formal. Selain memberikan akses modal, PIP mengharuskan para penyalur menyediakan pendampingan kepada pelaku usaha agar keberlangsungan usaha mereka terjamin.
”Melalui skema ini, pembiayaan UMi tidak hanya menjadi solusi jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” ujarnya.
Dalam implementasinya, PIP tidak menyalurkan dana pembiayaan UMi secara langsung kepada pelaku usaha. Penyaluran dilakukan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang telah memenuhi kriteria tertentu.
Penyalur yang terlibat juga diwajibkan untuk memberikan pendampingan kepada debitur. Skema penyaluran dibagi menjadi dua pola, yaitu langsung dan tidak langsung. Pada pola langsung, pembiayaan diberikan langsung dari penyalur kepada debitur, sementara pada pola tidak langsung, penyaluran dilakukan dari penyalur kepada debitur melalui lembaga linkage.
Dari sisi regulasi, kebijakan pembiayaan UMi pertama kali dicantumkan dalam Nota Keuangan APBN 2017, di mana pemerintah menargetkan UMKM yang tidak terjangkau oleh KUR. Selain itu, beberapa peraturan menteri keuangan juga mengatur mekanisme penyaluran, kriteria lembaga penyalur, serta pendampingan bagi pelaku usaha.
Pada 2021, total dana yang dialokasikan untuk pembiayaan UMi mencapai Rp10 triliun, yang berasal dari APBN. Selain dana dari APBN, terdapat juga dana dari APBD dan dana tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) dari BUMN dengan nilai total sebesar Rp 3 miliar.
Seiring berjalannya waktu, jumlah penyalur dan lembaga linkage terus bertambah. Pada 2021, terjadi perubahan kebijakan untuk menambah penyalur dengan membuka kesempatan bagi LKBB nonafiliasi pemerintah, berbentuk perusahaan pembiayaan, koperasi dan LKM yang memenuhi kriteria menjadi penyalur pembiayaan UMi. Sebelum tahun 2021, penyalur langsung pembiayaan UMi hanya dari LKBB yang terafiliasi pemerintah, yaitu BUMN.
Infografik/Arief Krestiono
Pada tataran lapangan, PIP secara proaktif mengidentifikasi LKBB yang dinilai potensial menjadi penyalur pembiayaan UMi. Selanjutnya LKBB diberikan asistensi dalam memenuhi persyaratan menjadi penyalur.
LKBB juga diberikan kemudahan pengajuan permohonan melalui aplikasi e-proposal. Selain asistensi administrasi dan kemudahan teknis, PIP juga menyediakan dukungan berupa penyediaan aplikasi dan sarana internet agar penatausahaan pembiayaan LKBB menjadi lebih baik.
Melalui berbagai upaya ini, sampai dengan 12 Oktober 2024 jumlah penyalur secara total sebanyak 91 lembaga. Sementara itu, penyaluran pembiayaan UMi secara kumulatif telah diberikan kepada 11,1 juta debitur.
Jika dirinci lebih lanjut berdasarkan demografi, sebagian besar penerima pembiayaan UMi adalah perempuan (96,62 persen) dan jika dilihat dari sisi usia, penerima terbanyak ada pada rentang usia 40-49 tahun (30,54 persen).
Tenor pinjaman mayoritas 6-12 bulan (82,98 persen), dengan besaran plafon pembiayaan terbanyak pada kisaran Rp 2,5 juta-Rp 5 juta (66,83 persen). Adapun berdasarkan jenis akad pada sebagian besar memilih akad syariah (56,93 persen).
INFOGRAFIK/ARIEF KRESTIONOPertumbuhan Jangkauan Layanan
Dalam hal sebaran geografis, penerima pembiayaan terbanyak di Pulau Jawa, yaitu 63,1 persen atau sebanyak 7,063 juta orang dengan nilai pembiayaan sebesar Rp26,28 triliun. Urutan berikutnya regional Sumatera dengan 2,5 juta penerima dengan nilai penyaluran sebesar Rp10,5 triliun. Secara berurutan, regional dengan penyaluran terbanyak berikutnya adalah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku-Papua.
Jika dilihat dari sektor usaha, perdagangan besar dan eceran adalah sektor usaha yang paling dominan menerima pembiayaan UMi, yaitu 96,8 persen atau sebanyak 10,9 juta penerima. Pada urutan berikutnya adalah sektor pertanian, perikanan, perburuan, dan kehutanan, yang kemudian diikuti sektor industri dan jasa.
Dalam penyaluran, PIP juga mengharuskan pihak penyalur melakukan pendampingan kepada debitur yang dilakukan bersamaan dengan penagihan angsuran pembiayaan.
Adapun pendampingan dalam bentuk yang lebih berdampak, seperti pendampingan untuk memberikan motivasi usaha, melengkapi legalitas usaha, memberikan saran perbaikan produk, pencatatan keuangan dan pemasaran masih sangat terbatas. Hal ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, khususnya kapasitas dan kecukupan tenaga pendamping, ketersediaan dana operasional dan profil debitur.
Agar pendampingan menjadi lebih berkualitas, PIP menyelenggarakan kegiatan training of trainer (ToT) pendamping. ToT ini dapat berbentuk kolaborasi antara PIP (pemerintah), penyalur (swasta), dan lembaga inkubasi usaha di perguruan tinggi.
Hal ini untuk mewujudkan pola pendampingan yang terstruktur dan berkelanjutan. Kolaborasi ini menjadikan ToT yang menggabungkan teori dan implementasi, adaptif terhadap perkembangan kondisi, menjadi bagian pengabdian masyarakat, dan secara tidak langsung menjadi riset.
ToT dirancang dengan metodologi yang mempertimbangkan karakteristik pelaku usaha dan kemampuan tenaga pendamping, dengan menerapkan pola in-class untuk penyampaian materi dan on-the spot di lokasi usaha untuk praktik atau dikenal dengan project based learning.
Selama periode ToT, pendamping langsung mempraktikkan materi pendampingan minimal kepada dua pelaku usaha debitur pembiayaan UMi. Selanjutnya, setelah selesai ToT akan terus menerapkan praktik pendampingan kepada pelaku usaha lain dan membagikan pengetahuan kepada pendamping lain.
Melalui pola ini diharapkan akan terjadi penyebarluasan materi dan peningkatan kapasitas dan kualitas pendampingan. Secara simultan, ToT ini juga akan mengidentifikasi komunitas debitur dan produk unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam program Kampung Umi dan program kurasi produk. Dalam jangka menengah, ToT ini diyakini akan membawa dampak peningkatan usaha dan kesejahteraan pelaku UMKM.
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH (PIP)
UMKM Pembuatan Tahu Tradisional
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH (PIP)UMKM Pembuatan Tahu Tradisional
Dalam mendukung peningkatan kualitas pendampingan, PIP juga telah merancang dan meluncurkan aplikasi pendampingan berbasis android yang diharapkan bermanfaat bagi PIP, bagi pendamping dan bagi penyalur. PIP mendapatkan manfaat dalam bentuk kemudahan untuk memantau dan mendapatkan laporan pelaksanaan pendampingan.
Pemberdayaan juga dilakukan dalam hal membangkitkan motivasi berwirausaha di kalangan generasi muda, melalui ajang kompetisi ide usaha yang diberi nama Pembiayaan UMi Youthpreneur.
Program yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun sejak 2022 ini diharapkan menjadi salah satu solusi di tengah kondisi tidak berimbangnya jumlah pencari kerja dan kesempatan kerja formal yang ada. Dalam kompetisi ini, sasaran utama mahasiswa dan masyarakat umum berusia di bawah 32 tahun diberikan materi tentang menemukan ide usaha, merealisasikan ide usaha dan mengembangkan usaha.
Sampai dengan pertengahan tahun 2024, jumlah peserta program pemberdayaan yang dilakukan oleh PIP mencapai 4.396 orang dan 1.449 tenaga pendamping.
Tantangan dan Strategi Penyaluran Pembiayaan
Namun, tantangan tetap ada. Hingga kini, distribusi penyaluran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, meskipun sebaran penduduk dan pelaku usaha di Jawa memang lebih besar.
Pemerintah melalui PIP berupaya memperluas jangkauan ke luar Jawa dengan terus menambah jumlah penyalur. Di sisi lain, penyaluran yang didominasi oleh sektor perdagangan juga mendapat perhatian.
Pemerintah mulai mengarahkan pembiayaan ke sektor pertanian, yang memiliki potensi besar, tetapi belum mendapatkan dukungan pembiayaan formal yang memadai. Tantangan lainnya adalah tingginya suku bunga pinjaman (lending rate), yang meskipun telah diturunkan secara bertahap, masih dianggap tinggi oleh sebagian pihak.
Untuk itu, PIP terus berusaha menurunkan suku bunga dengan memberikan insentif kepada penyalur yang bersedia menetapkan lending rate lebih rendah. Selain itu, fenomena overfinancing atau terlalu banyaknya utang pada pelaku usaha juga menjadi masalah. PIP merespons dengan mengusulkan sistem berbagi data antarlembaga penyalur sehingga pembiayaan dapat lebih terkontrol.
Selama tujuh tahun berjalan, program pembiayaan UMi terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan tingkat kemiskinan di sejumlah wilayah. Salah satu hasil signifikannya adalah peningkatan nilai keekonomian debitur (NKD), yang mencerminkan kondisi ekonomi pribadi dan usaha debitur setelah mendapatkan pembiayaan.
Secara rata-rata, dalam kurun 4 tahun (2019-2023) tercatat kenaikan NKD sebesar 1,71 poin atau 2,99 persen, yang mengindikasikan bahwa pembiayaan UMi berdampak positif terhadap kenaikan tingkat kesejahteraan pelaku usaha.
Evaluasi dampak tersebut dilakukan melalui survei baseline dan endline, yang mengukur perubahan ekonomi pribadi seperti pengeluaran listrik, konsumsi per kapita, dan kepemilikan aset.
Selain itu, kondisi ekonomi usaha juga diukur melalui omzet dan jumlah tenaga kerja. Program ini tidak hanya berfokus pada dampak ekonomi jangka pendek, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan pelaku usaha melalui pendampingan.
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH
Program pembiayaan UMi juga dioptimalkan untuk mendukung program prioritas pemerintah. PIP berperan dalam upaya bersama untuk menjawab tantangan terkait ketahanan pangan, kerusakan lingkungan, kemiskinan ekstrem, stunting, dan perluasan ekonomi syariah.
Peran PIP tidak berhenti di situ. Ada juga peran untuk peningkatan motivasi wirausaha bagi generasi muda, pemberdayaan perempuan, trafficking pekerja migran, kesetaraan kesempatan penyandang disabilitas, pelestarian warisan budaya, deradikalisasi paham terorisme dan penguatan ekonomi perdesaan. Semua upaya ini dilakukan dalam kerangka kolaborasi antar stakeholder dan integrasi antar-fiscal tools pemerintah sehingga bisa mencapai tujuan dengan efisien dan efektif.
Secara keseluruhan, program pembiayaan UMi telah berkontribusi signifikan dalam mendukung usaha mikro di Indonesia. Tantangan memang masih ada, tetapi dengan terus berinovasi dan berkolaborasi dengan sejumlah pihak, pemerintah optimistis bahwa UMKM akan terus menjadi motor penggerak perekonomian nasional, sekaligus berperan penting dalam mengatasi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
*Artikel ini merupakan hasil kerja sama harian Kompas dengan Pusat Investasi Pemerintah Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Usaha mikro kecil dan menengah telah lama menjadi pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto dan penciptaan lapangan kerja nasional.
Data dari ASEAN Investment Report 2022 mencatat bahwa terdapat sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, menyumbang 60 persen terhadap PDB dan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja. Hal ini menjadikan Indonesia lebih unggul dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Filipina.
Namun, di balik kontribusi besar ini, UMKM masih menghadapi berbagai tantangan yang signifikan. Salah satu yang menonjol adalah rendahnya kontribusi terhadap ekspor. Pada 2023, UMKM Indonesia hanya berkontribusi sebesar 16 persen terhadap ekspor nasional, jauh tertinggal dibandingkan Thailand (29 persen) dan Filipina (20 persen).
Tantangan UMKM
Kendati menyimpan potensi besar, pelaku UMKM memiliki banyak tantangan. Salah satu tantangan itu adalah legalitas usaha dan akses pembiayaan. Sekarang ini, masih banyak UMKM yang belum memiliki perizinan lengkap, seperti nomor induk berusaha (NIB).
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAHDirektur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ismed Saputra
Hal ini membuat akses mereka ke layanan keuangan formal terhambat. Tercatat dari 65 juta UMKM, sekitar 44 juta di antaranya belum dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan formal, sebagaimana disampaikan oleh Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ismed Saputra.
” Kondisi tersebutlah yang memaksa mereka mengandalkan rentenir dan lembaga keuangan informal dengan bunga tinggi untuk bisa bertahan hidup dan menjalankan usahanya,” ujarnya.
Selain legalitas, tantangan lain yang juga menjadi penghambat utama adalah keterbatasan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Pelaku UMKM sering kali kurang memiliki pengetahuan dalam inovasi, riset pasar, serta adaptasi teknologi.
Tidak hanya itu, kurangnya pengetahuan tentang pencatatan keuangan yang memadai juga menyebabkan kesulitan dalam memisahkan keuangan pribadi dan keuangan usaha yang pada akhirnya menghambat pengembangan usaha. Ditambah dengan sifat usaha UMKM yang tidak stabil, baik dari segi jenis usaha maupun lokasi, UMKM sering kesulitan untuk bertahan di pasar yang semakin kompetitif.
”Pelaku usaha mikro ini tidak pernah memikirkan berapa yang harus diambil untuk kebutuhan, berapa yang harus dipakai lagi untuk modal usaha. Mereka kebanyakan hanya berpikir bagaimana bisa bertahan untuk hari ini,” ujarnya.
Meski demikian, sektor UMKM menunjukkan ketangguhan yang luar biasa, baik saat krisis moneter 1998 maupun selama pandemi Covid-19. UMKM berhasil menjaga stabilitas ekonomi. Ini menunjukkan potensi besar UMKM untuk berkembang jika mendapat dukungan yang tepat, seperti kemudahan akses pembiayaan dan pendampingan usaha.
Pembiayaan UMi hadir untuk UMKM
Untuk mengoptimalkan kontribusi UMKM bagi perekonomian nasional, Pemerintah Indonesia terus berinovasi dengan meluncurkan program pembiayaan ultramikro (pembiayaan UMi) yang dimulai pada Tahun 2017. Pembiayaan UMi dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU) PIP di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Pemerintah melalui pembiayaan UMi ingin menjawab tantangan yang dihadapi usaha mikro yang tergolong unbankable atau sulit mengakses layanan perbankan. Pembiayaan ini bukan menjadi lawan dari KUR melainkan sebagai pelengkap dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena pembiayaan UMi menyediakan akses keuangan yang lebih fleksibel, tanpa memerlukan syarat ketat seperti legalitas usaha atau jaminan aset.
INFOGRAFIK/ARIEF KRESTIONO
Berbeda dengan KUR, pembiayaan UMi fokus untuk pelaku usaha mikro, terutama di daerah terpencil yang sering kali tidak terjangkau oleh layanan keuangan formal. Selain memberikan akses modal, PIP mengharuskan para penyalur menyediakan pendampingan kepada pelaku usaha agar keberlangsungan usaha mereka terjamin.
”Melalui skema ini, pembiayaan UMi tidak hanya menjadi solusi jangka pendek tetapi juga berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jangka panjang,” ujarnya.
Dalam implementasinya, PIP tidak menyalurkan dana pembiayaan UMi secara langsung kepada pelaku usaha. Penyaluran dilakukan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang telah memenuhi kriteria tertentu.
Penyalur yang terlibat juga diwajibkan untuk memberikan pendampingan kepada debitur. Skema penyaluran dibagi menjadi dua pola, yaitu langsung dan tidak langsung. Pada pola langsung, pembiayaan diberikan langsung dari penyalur kepada debitur, sementara pada pola tidak langsung, penyaluran dilakukan dari penyalur kepada debitur melalui lembaga linkage.
Dari sisi regulasi, kebijakan pembiayaan UMi pertama kali dicantumkan dalam Nota Keuangan APBN 2017, di mana pemerintah menargetkan UMKM yang tidak terjangkau oleh KUR. Selain itu, beberapa peraturan menteri keuangan juga mengatur mekanisme penyaluran, kriteria lembaga penyalur, serta pendampingan bagi pelaku usaha.
Pada 2021, total dana yang dialokasikan untuk pembiayaan UMi mencapai Rp10 triliun, yang berasal dari APBN. Selain dana dari APBN, terdapat juga dana dari APBD dan dana tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) dari BUMN dengan nilai total sebesar Rp 3 miliar.
Seiring berjalannya waktu, jumlah penyalur dan lembaga linkage terus bertambah. Pada 2021, terjadi perubahan kebijakan untuk menambah penyalur dengan membuka kesempatan bagi LKBB nonafiliasi pemerintah, berbentuk perusahaan pembiayaan, koperasi dan LKM yang memenuhi kriteria menjadi penyalur pembiayaan UMi. Sebelum tahun 2021, penyalur langsung pembiayaan UMi hanya dari LKBB yang terafiliasi pemerintah, yaitu BUMN.
Infografik/Arief Krestiono
Pada tataran lapangan, PIP secara proaktif mengidentifikasi LKBB yang dinilai potensial menjadi penyalur pembiayaan UMi. Selanjutnya LKBB diberikan asistensi dalam memenuhi persyaratan menjadi penyalur.
LKBB juga diberikan kemudahan pengajuan permohonan melalui aplikasi e-proposal. Selain asistensi administrasi dan kemudahan teknis, PIP juga menyediakan dukungan berupa penyediaan aplikasi dan sarana internet agar penatausahaan pembiayaan LKBB menjadi lebih baik.
Melalui berbagai upaya ini, sampai dengan 12 Oktober 2024 jumlah penyalur secara total sebanyak 91 lembaga. Sementara itu, penyaluran pembiayaan UMi secara kumulatif telah diberikan kepada 11,1 juta debitur.
Jika dirinci lebih lanjut berdasarkan demografi, sebagian besar penerima pembiayaan UMi adalah perempuan (96,62 persen) dan jika dilihat dari sisi usia, penerima terbanyak ada pada rentang usia 40-49 tahun (30,54 persen).
Tenor pinjaman mayoritas 6-12 bulan (82,98 persen), dengan besaran plafon pembiayaan terbanyak pada kisaran Rp 2,5 juta-Rp 5 juta (66,83 persen). Adapun berdasarkan jenis akad pada sebagian besar memilih akad syariah (56,93 persen).
INFOGRAFIK/ARIEF KRESTIONOPertumbuhan Jangkauan Layanan
Dalam hal sebaran geografis, penerima pembiayaan terbanyak di Pulau Jawa, yaitu 63,1 persen atau sebanyak 7,063 juta orang dengan nilai pembiayaan sebesar Rp26,28 triliun. Urutan berikutnya regional Sumatera dengan 2,5 juta penerima dengan nilai penyaluran sebesar Rp10,5 triliun. Secara berurutan, regional dengan penyaluran terbanyak berikutnya adalah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku-Papua.
Jika dilihat dari sektor usaha, perdagangan besar dan eceran adalah sektor usaha yang paling dominan menerima pembiayaan UMi, yaitu 96,8 persen atau sebanyak 10,9 juta penerima. Pada urutan berikutnya adalah sektor pertanian, perikanan, perburuan, dan kehutanan, yang kemudian diikuti sektor industri dan jasa.
Dalam penyaluran, PIP juga mengharuskan pihak penyalur melakukan pendampingan kepada debitur yang dilakukan bersamaan dengan penagihan angsuran pembiayaan.
Adapun pendampingan dalam bentuk yang lebih berdampak, seperti pendampingan untuk memberikan motivasi usaha, melengkapi legalitas usaha, memberikan saran perbaikan produk, pencatatan keuangan dan pemasaran masih sangat terbatas. Hal ini tidak terlepas dari berbagai tantangan, khususnya kapasitas dan kecukupan tenaga pendamping, ketersediaan dana operasional dan profil debitur.
Agar pendampingan menjadi lebih berkualitas, PIP menyelenggarakan kegiatan training of trainer (ToT) pendamping. ToT ini dapat berbentuk kolaborasi antara PIP (pemerintah), penyalur (swasta), dan lembaga inkubasi usaha di perguruan tinggi.
Hal ini untuk mewujudkan pola pendampingan yang terstruktur dan berkelanjutan. Kolaborasi ini menjadikan ToT yang menggabungkan teori dan implementasi, adaptif terhadap perkembangan kondisi, menjadi bagian pengabdian masyarakat, dan secara tidak langsung menjadi riset.
ToT dirancang dengan metodologi yang mempertimbangkan karakteristik pelaku usaha dan kemampuan tenaga pendamping, dengan menerapkan pola in-class untuk penyampaian materi dan on-the spot di lokasi usaha untuk praktik atau dikenal dengan project based learning.
Selama periode ToT, pendamping langsung mempraktikkan materi pendampingan minimal kepada dua pelaku usaha debitur pembiayaan UMi. Selanjutnya, setelah selesai ToT akan terus menerapkan praktik pendampingan kepada pelaku usaha lain dan membagikan pengetahuan kepada pendamping lain.
Melalui pola ini diharapkan akan terjadi penyebarluasan materi dan peningkatan kapasitas dan kualitas pendampingan. Secara simultan, ToT ini juga akan mengidentifikasi komunitas debitur dan produk unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam program Kampung Umi dan program kurasi produk. Dalam jangka menengah, ToT ini diyakini akan membawa dampak peningkatan usaha dan kesejahteraan pelaku UMKM.
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH (PIP)
UMKM Pembuatan Tahu Tradisional
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH (PIP)UMKM Pembuatan Tahu Tradisional
Dalam mendukung peningkatan kualitas pendampingan, PIP juga telah merancang dan meluncurkan aplikasi pendampingan berbasis android yang diharapkan bermanfaat bagi PIP, bagi pendamping dan bagi penyalur. PIP mendapatkan manfaat dalam bentuk kemudahan untuk memantau dan mendapatkan laporan pelaksanaan pendampingan.
Pemberdayaan juga dilakukan dalam hal membangkitkan motivasi berwirausaha di kalangan generasi muda, melalui ajang kompetisi ide usaha yang diberi nama Pembiayaan UMi Youthpreneur.
Program yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun sejak 2022 ini diharapkan menjadi salah satu solusi di tengah kondisi tidak berimbangnya jumlah pencari kerja dan kesempatan kerja formal yang ada. Dalam kompetisi ini, sasaran utama mahasiswa dan masyarakat umum berusia di bawah 32 tahun diberikan materi tentang menemukan ide usaha, merealisasikan ide usaha dan mengembangkan usaha.
Sampai dengan pertengahan tahun 2024, jumlah peserta program pemberdayaan yang dilakukan oleh PIP mencapai 4.396 orang dan 1.449 tenaga pendamping.
Tantangan dan Strategi Penyaluran Pembiayaan
Namun, tantangan tetap ada. Hingga kini, distribusi penyaluran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, meskipun sebaran penduduk dan pelaku usaha di Jawa memang lebih besar.
Pemerintah melalui PIP berupaya memperluas jangkauan ke luar Jawa dengan terus menambah jumlah penyalur. Di sisi lain, penyaluran yang didominasi oleh sektor perdagangan juga mendapat perhatian.
Pemerintah mulai mengarahkan pembiayaan ke sektor pertanian, yang memiliki potensi besar, tetapi belum mendapatkan dukungan pembiayaan formal yang memadai. Tantangan lainnya adalah tingginya suku bunga pinjaman (lending rate), yang meskipun telah diturunkan secara bertahap, masih dianggap tinggi oleh sebagian pihak.
Untuk itu, PIP terus berusaha menurunkan suku bunga dengan memberikan insentif kepada penyalur yang bersedia menetapkan lending rate lebih rendah. Selain itu, fenomena overfinancing atau terlalu banyaknya utang pada pelaku usaha juga menjadi masalah. PIP merespons dengan mengusulkan sistem berbagi data antarlembaga penyalur sehingga pembiayaan dapat lebih terkontrol.
Selama tujuh tahun berjalan, program pembiayaan UMi terbukti efektif dalam meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan tingkat kemiskinan di sejumlah wilayah. Salah satu hasil signifikannya adalah peningkatan nilai keekonomian debitur (NKD), yang mencerminkan kondisi ekonomi pribadi dan usaha debitur setelah mendapatkan pembiayaan.
Secara rata-rata, dalam kurun 4 tahun (2019-2023) tercatat kenaikan NKD sebesar 1,71 poin atau 2,99 persen, yang mengindikasikan bahwa pembiayaan UMi berdampak positif terhadap kenaikan tingkat kesejahteraan pelaku usaha.
Evaluasi dampak tersebut dilakukan melalui survei baseline dan endline, yang mengukur perubahan ekonomi pribadi seperti pengeluaran listrik, konsumsi per kapita, dan kepemilikan aset.
Selain itu, kondisi ekonomi usaha juga diukur melalui omzet dan jumlah tenaga kerja. Program ini tidak hanya berfokus pada dampak ekonomi jangka pendek, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan pelaku usaha melalui pendampingan.
FOTO/PUSAT INVESTASI PEMERINTAH
Program pembiayaan UMi juga dioptimalkan untuk mendukung program prioritas pemerintah. PIP berperan dalam upaya bersama untuk menjawab tantangan terkait ketahanan pangan, kerusakan lingkungan, kemiskinan ekstrem, stunting, dan perluasan ekonomi syariah.
Peran PIP tidak berhenti di situ. Ada juga peran untuk peningkatan motivasi wirausaha bagi generasi muda, pemberdayaan perempuan, trafficking pekerja migran, kesetaraan kesempatan penyandang disabilitas, pelestarian warisan budaya, deradikalisasi paham terorisme dan penguatan ekonomi perdesaan. Semua upaya ini dilakukan dalam kerangka kolaborasi antar stakeholder dan integrasi antar-fiscal tools pemerintah sehingga bisa mencapai tujuan dengan efisien dan efektif.
Secara keseluruhan, program pembiayaan UMi telah berkontribusi signifikan dalam mendukung usaha mikro di Indonesia. Tantangan memang masih ada, tetapi dengan terus berinovasi dan berkolaborasi dengan sejumlah pihak, pemerintah optimistis bahwa UMKM akan terus menjadi motor penggerak perekonomian nasional, sekaligus berperan penting dalam mengatasi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
*Artikel ini merupakan hasil kerja sama harian Kompas dengan Pusat Investasi Pemerintah Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.