BerandaLingkunganTidak Hanya ”Fast Fashion...

Tidak Hanya ”Fast Fashion”, ”Fast Beauty” Juga Jadi Ancaman bagi Lingkungan

Industri ”fast beauty” turut menimbulkan kompleksitas masalah, terutama dari segi dampak lingkungan.

Oleh ZIKRINA RATRI, BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO

15 Okt 2024 11:50 WIB · Lingkungan

Berbagai jenis kemasan produk kecantikan ditawarkan dalam pameran Cosmobeaute Indonesia di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024). Pameran ini menjadi barometer perkembangan industri kecantikan Indonesia.

Ketatnya persaingan antarmerek dalam industri kecantikan turut mendorong inovasi produk kecantikan yang lebih cepat atau fast beauty demi menunjang tren kecantikan yang semakin dinamis. Seperti halnya mode yang dituntut lebih cepat atau fast fashion, fast beauty ini juga menimbulkan kompleksitas masalah, terutama dari segi dampak lingkungan.

Tampak bernasib sama seperti industri mode, kini dunia kecantikan juga menapaki babak cepatnya laju perkembangan produk. Tidak hanya dunia mode yang memiliki fast fashion, dunia kecantikan kini memasuki babak fast beauty untuk tetap mempertahankan demand dan tren agar tetap eksis di pasaran.

Tren kecantikan kini terus berkembang seiring dengan beragamnya permintaan pasar. Produk kecantikan yang kita kenal kini memiliki cakupan luas. Tidak hanya mencakup produk penunjang kecantikan berupa produk kosmetik semata, tetapi kini juga gencar merambah pada jenis produk skincare atau perawatan kulit wajah dan badan.

Secara global, produk skincare mulai gencar menawarkan bentuk personalisasi produk dan teknologi perkembangannya sejak akhir 2010-an hingga awal 2020-an. Berdasarkan data Statista, sejak tahun 2018 hingga 2023, pasar skincare global secara konsisten dikuasai oleh Amerika Serikat, Jepang, China, India, dan Korea Selatan. Pasar skincare dunia diprediksi akan terus tumbuh sebesar 2,49 persen per tahun.

Meski sempat mengalami penurunan di tahun 2020 akibat pandemi, pasar skincare kembali bangkit di tahun 2023 di mana jenis perawatan wajah semakin diminati. Gencarnya perkembangan teknologi yang menawarkan variasi kandungan produk kian terasa beberapa tahun belakangan ini. Ditandai dengan semakin menjamurnya brandskincare baru yang memasuki pasar dengan menawarkan teknologi bahan kandungan skincare termutakhir.

Baca juga: Ada Banyak Tantangan di Balik Gemerlap Industri Kecantikan, Apa Saja?

Upaya menjaga eksistensi tren kecantikan tersebut membawa konsumen pada babak fast beauty dalam industri kecantikan. Demi menjaga dan meningkatkan permintaan pasar agar sesuai dengan tren yang berkembang, berbagai merek kecantikan secara cepat berlomba-lomba berinovasi menghasilkan produk-produk terbaik yang kompetitif.

Tidak membutuhkan waktu hingga tahunan, pembaruan produk dengan teknologi kandungan termutakhir dapat terus berganti dengan hanya hitungan bulan. Dengan didukung kampanye kecantikan di media sosial dan peran pemengaruh atau influencer secara masif, sirkulasi fast beauty ini dapat berjalan cepat serta menimbulkan tren baru yang diminati konsumen.

Ada sejumlah faktor yang mendorong industri kecantikan global mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya karena masifnya perkembangan teknologi, peningkatan kesadaran konsumen terhadap pentingnya perawatan diri, serta tren media sosial yang terus berkembang. Tren skincare di dunia mulai populer di akhir tahun 2010-an dan sempat menurun setelah itu. Namun, di awal 2020-an tren ini kembali ramai dan meningkat.

Di Indonesia, industri kecantikan juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Melalui laporan YCP Solidiance, pasar kecantikan Indonesia terus tumbuh 4,6 persen pada kurun 2015-2022. Pertumbuhan ini akan terus terjadi lima tahun ke depan dengan proyeksi pertumbuhan yang sama seperti tahun sebelumnya. Data tersebut juga memperlihatkan skincare akan terus secara konsisten mengambil proporsi sebesar 28-29 persen pangsa pasar kecantikan Indonesia.

Pertumbuhan tren kecantikan terutama skincare di Indonesia tidak lepas dari peran media sosial dalam mengampanyekan pentingnya perawatan diri. Pesatnya pertumbuhan media sosial yang sejalan dengan pesatnya pengguna media sosial di Indonesia turut memberikan dampak positif bagi tren kecantikan. Dilaporkan oleh YCP Solidiance, dalam setahun terakhir, terdapat peningkatan penelusuran mengenai perawatan kulit hingga 230 persen, hal tersebut juga berdampak pada peningkatan penelusuran produk perawatan kulit hingga 130 persen.

Dalam semarak tren skincare tersebut, persaingan pangsa pasarmerek skincare di Indonesia juga turut menjadi perhatian. Meski di awal tren banyak diwarnai hadirnya merek skincare Korea Selatan dan China di Indonesia, kini popularitas skincare impor telah digeser oleh mereka skincare lokal yang mampu menghadirkan jawaban bagi masalah kecantikan konsumen Indonesia.

Baca juga: Buruk Rupa di Balik Pamor Industri Kecantikan

Suasana acara Wardah Skinverse-Science Powered Skincare dengan tema ”Elevate Your Beauty Through the Power of Skin Science” di Senayan City, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Pada 2021 Indonesia mengimpor produk kecantikan dan skincare senilai 309 juta dollar AS. Pada saat itu, proporsi impor produk dari China menempati 20,2 persen dan diikuti Korea Selatan sebesar 19 persen. Namun, tahun-tahun berikutnya terjadi perubahan sumber asal produk skincare di pasaran domestik. Tahun 2023 pangsa pasar kecantikan Indonesia berhasil didominasi merek lokal sebanyak 60 persen, sedangkan impor mengambil porsi sekitar 19 persen. Merek lokal, sepertiWardah, Scarlet, MS Glow, dan Emina, menjadi merek yang populer di pasaran dalam negeri.

Kepedulian konsumen dengan perawatan kulit yang kian meningkat di Indonesia menjadi peluang bagi berkembangnya merek skincare lokal. Dalam kurun waktu 2 hingga 3 tahun ke belakang perkembangan merek skincare lokal semakin terasa dan kian kompetitif memproduksi produk-produk terbarunya.

Bahan-bahan skincare terkini, seperti kandungan vitamin C, hyaluronic acid, dan niacinamide, turut meramaikan tren skincare Indonesia. Paparan informasi mengenai kandungan bahan dalam skincare itu termasuk value dalam pemasaran produk bersangkutan karena turut berdampak pada keputusan konsumen dalam memilih produk kecantikan. Dalam survei ZAP, selain harga yang terjangkau dan keamanan produk, faktor bahan-bahan skincare turut menjadi pertimbangan dalam memilih produk skincare.

Tren kecantikan yang bertujuan mempercantik fisik itu ternyata membawa dampak yang tidak sejalan terhadap lingkungan. Permasalahan klasik, seperti limbah kemasan plastik yang dihasilkan dari produksi 120 miliar kemasan produk kecantikan, belum juga menemukan titik terang. Dikutip dari Waste4Change, sampah industri kecantikan termasuk skincare di Indonesia turut menyumbang 6,8 juta ton limbah plastik setiap tahunnya dan 70 persen di antaranya masih belum diolah dengan baik.

Bisa dikatakan konsumsi produk kecantikan sebagai bentuk perawatan diri sudah mencapai titik overconsumption atau konsumsi berlebih. Jika diasumsikan dengan tren langkah perawatan kulit wajah yang paling dasar, setiap konsumen membutuhkan 5-6 produk yang digunakan. Hanya untuk skincare wajah sudah memerlukan variansi produk yang banyak. Belum lagi jika konsumen menghadapi permasalahan kulit yang kompleks sehingga dibutuhkan produk lebih banyak lagi dan spesifik.

Banyaknya variasi produk dan cepatnya laju pembaruan produk berbasis teknologi bahan terbarukan mendorong konsumsi yang terus-menerus. Permasalahan ini tidak berhenti pada permasalahan konsumsi berlebih. Dikutip dari artikel ”Four typical personal care products in a municipal wastewater treatment plant in China: Occurrence, removal efficiency, mass loading and emission (2020)”, di Provinsi Hunan, China Selatan, terdapat total muatan produk perawatan personal (produk kimia) sebanyak 506,35 mg/hari/1.000 orang yang berkontribusi terhadap total emisi 357,56 mg/hari/1.000 orang.

Baca juga: Melihat Perkembangan Industri Kecantikan di Cosmobeaute Indonesia

Pemakaian produk perawatan personal pada praktiknya turut menjadi ancaman bagi lingkungan. Kontaminasi yang muncul dari produk perawatan diri ini dapat menjadi ancaman bagi air dan udara, tanpa disadari pada praktiknya bersinggungan langsung dalam tahapan penggunaan produk-produk kecantikan. Pencemaran tersebut berpotensi merusak ekosistem air dan organisme di lingkungan yang dilalui air tercemar itu.

Industri kecantikan dan terutama skincare memiliki peluang yang besar untuk terus tumbuh serta memberikan kontribusi ekonomi yang tinggi. Namun, ketatnya persaingan antarmerek dan cepatnya laju pergantian tren skincare justru membawa industri kecantikan bernasib sama dengan industri mode. Bukan menjadi hal baik lagi, melainkan justru membawa ancaman bagi lingkungan karena limbah produksi dan pencemaran bahan kimia yang kian mengancam.

Oleh karena itu, dampak yang kian kompleks tersebut tidak cukup hanya ditangani dengan upaya pengelolaan sampah plastik semata. Namun, perlu juga dilakukan perbaikan mutu kandungan produk yang aman bagi kesehatan kulit serta kian ramah bagi lingkungan. (LITBANG KOMPAS)


Kerabat Kerja

Penulis:

ZIKRINA RATRI, BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
 | 

Editor:

BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO