Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Musim-musim Baru Bermunculan di Bumi, termasuk di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Ilustrasi kabut asap.
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

KOMPAS.com - Musim umumnya dipahami sebagai periode waktu yang relatif stabil dan berulang secara tepat dan selaras dengan siklus alam.

Namun, studi terbaru oleh Progress in Environmental Geography pada 2025 menunjukkan bahwa musim yang umumnya dikenal manusia kini telah berubah.

Aktivitas manusia mengubah bumi dengan cepat hingga pola musim yang dulu bisa diandalkan, kini mulai tidak lazim.

Tidak hanya itu, karena musim lama tidak lagi teratur, musim-musim baru juga bermunculan di muka bumi.

Peneliti mengatakan, berbagai musim ini sepenuhnya baru dan bersifat antropogenik atau diciptakan manusia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, musim-musim apa saja yang baru terbentuk di bumi?

Baca juga: Indonesia Diapit 2 Bibit Siklon saat Musim Kemarau, BMKG Beri Peringatan


Musim-musim baru di berbagai belahan dunia

Para ilmuwan mengatakan, salah satu musim baru yang terbentuk adalah "musim kabut asap" di negara-negara utara dan khatulistiwa di Asia Tenggara.

Periode ini ditandai dengan fenomena langit yang dipenuhi asap selama beberapa minggu.

Penyebabnya adalah pembakaran hutan dan lahan pertanian selama musim kemarau, seperti yang dikutip dari Live Science, Minggu (27/7/2025).

Selain itu, peneliti juga menemukan "musim sampah" tahunan yang terjadi di Bali, Indonesia.

Musim ini terjadi ketika pola pasang surut membawa plastik ke pantai Bali antara bulan November hingga Maret.

Ada juga "musim sinkop", yaitu istilah untuk menyebut musim panas yang lebih panas dan musim dingin yang lebih sejuk di daerah beriklim sedang.

Musim ini biasanya disertai dengan cuaca ekstrem yang semakin parah.

Baca juga: Kenapa Hujan Es Terjadi di Depok di Tengah Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Dampak musim lama yang semakin tidak ajek

Musim sebenarnya penting diperlukan manusia, misalnya untuk mengetahui kedatangan spesies migrasi tertentu atau kapan gugurnya daun.

Namun, terjadinya musim yang umum semakin tidak terduga sehingga ilmuwan menyebutnya dengan istilah "musim aritmik".

Konsep ini dipinjam dari lingkup kardiologi, yaitu untuk merujuk pada ritme abnormal musim.

Misalnya, musim semi atau musim kawin menjadi lebih awal , musim panas atau musim tanam menjadi lebih panjang, serta musim dingin atau musim hibernasi menjadi lebih pendek .

Perubahan pola musim ini mengganggu siklus hidup hewan dan tumbuhan yang bergantung pada musim.

Selain itu, kondisi ini juga mengganggu manusia yang bergantung pada musim secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Sebagai contoh, di Thailand utara, aktivitas manusia telah mengubah ritme alam yang pada gilirannya memengaruhi pasokan air dan makanan.

Diketahui, masyarakat di sepanjang anak sungai Mekong mengandalkan aliran sungai musiman untuk menangkap ikan dan bertani selama beberapa generasi.

Kemudian, pembangunan bendungan  di hulu sungai telah mengganggu siklus ini dengan menghalangi migrasi ikan dan mencegah akumulasi sedimen tanah yang penting untuk pertanian.

Contoh yang lain, perubahan iklim sudah membuat musim kemarau lebih panjang dan musim hujan lebih pendek.

Hal ini berpotensi menyebabkan kebakaran dan menciptakan ketidakpastian yang besar untuk para petani.

Baca juga: Ramai soal Ilmu Titen Tak Lagi Relevan di Musim yang Susah Diprediksi, Apa Itu?

Apa yang perlu dilakukan manusia?

Dilansir dari The Conversation, Rabu (23/7/2025), kesadaran manusia terhadap pola perubahan musim bisa memperburuk atau memperbaiki kondisi lingkungan.

Di Asia Tenggara, kesadaran masyarakat akan adanya "musim kabut asap" telah mendorong prakiraan cuaca yang lebih baik.

Selain itu, masnyarakat juga berupaya mengatasi keadaan dengan pemasangan filter udara di rumah dan pembentukan inisiatif kesehatan masyarakat.

Upaya-upaya ini membantu masyarakat beradaptasi dengan musim kabut asap.

Namun, jika masyarakat hanya menggunakan solusi adaptif seperti ini, kabut asap justru menjadi makin parah karena akar penyebabnya tidak diatasi.

Sebab, dengan menyadari adanya musim baru, masyarakat bisa menormalisasi kabut asap dan tidak melakukan apapun untuk mengatasinya.

Padahal, kondisi ini bisa menjadi momen bagi masyarakat luas untuk memikirkan ulang aktivitas-aktivitasnya, dampaknya bagi alam, serta cara mengatasi krisis yang terjadi dari penyebabbya yang paling dasar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi