Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Dukungan Mocaf Jadi Bahan Baku Menu MBG (2)

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI
Anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki di Desa Petir, Purwanegara, Banjarnegara, Jawa Tengah, Samudra (41), tengah menunjukkan proses produksi tepung mocaf di tahap penggilingan sriping atau potongan singkong yang telah dikerihkan, Jumat (26/9/2025). Petani singkong dan produsen mocaf ingin tepung mocaf dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam menu program Makan Bergizi Gratis (MBG).
|
Editor: Irawan Sapto Adhi

Singkong tumbuh subur di negeri ini, bisa diolah jadi tepung mocaf yang lebih sehat, namun belum juga mampu mendampingi, apalagi menggantikan terigu. Kini, lewat program Makan Bergizi Gratis (MBG), terbuka peluang baru untuk mengenalkan mocaf ke lebih banyak meja makan. Sudah saatnya pengurus negara menoleh pada potensi dari tanahnya sendiri.

KOMPAS.com - Bagi Sugito (45), peluang itu sudah di depan mata. Nada suaranya meninggi saat menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Petani singkong asal Desa Petir, Purwanegara, Banjarnegara, Jawa Tengah itu yakin, jika saja MBG dikelola secara serius maka program tersebut bisa membuka jalan untuk memperkenalkan tepung mocaf ke khalayak yang lebih luas.

Sudah hampir setahun Sugito bersama Kelompok Tani Sumber Rejeki mengolah singkong menjadi mocaf. Tetapi, perjalanan mereka belum mulus.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Dari Singkong ke Mocaf: Lahir karena Rasa Sakit Petani (1)

Produksi masih lebih sering menyesuaikan adanya pesanan. Otomatis, kolam rendaman singkong yang telah dikupas tak selalu berisi. Area penjemuran potongan ubi di sampingnya pun sering kosong, dan mesin penggiling sriping jarang berderu.

Penyerapan singkong kelompok tani masih bergantung kerja sama dengan Rumah Mocaf Indonesia sebagai offtaker. Penjualan langsung dari konsumen ke kelompok tani pun masih sangat minim.

Sugito menilai, MBG dapat menjadi momentum penting untuk memperluas pasar tepung mocaf. 

Ia berharap pemerintah segera memasukkan mocaf sebagai salah satu bahan baku dalam menu MBG. Gagasannya datang dari apa yang telah terjadi di Desa Bawang di Banjarnegara, Jawa Tengah. 

Sugito seperti mendapat suntikan energi saat menyaksikan langkah Dapur MBG Muhammadiyah Banjarnegara yang berkomitmen memanfaatkan mocaf dalam menu untuk anak-anak penerima MBG.

Ia turut hadir ketika pengelola Dapur MBG Muhammadiyah Banjarnegara menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Desa Bawang mengenai penyediaan tepung mocaf pada Sabtu (20/9/2025).

“Momentum MBG ini penting. Tinggal pemerintah mau atau tidak mendorong produk lokal. Kalau satu dapur saja memakai 20 kg mocaf per minggu, itu sudah luar biasa menyerap produksi,” ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (26/9/2025).

Dia menambahkan, banyak sumber literatur telah menunjukkan tepung mocaf lebih sehat dibandingkan terigu, terutama karena bebas gluten dan kaya serat. 

Belum lagi, jika ditanam dengan pupuk kandang atau bahan organik, singkong jadi lebih alami dan ramah lingkungan. Menurutnya, sebagian besar singkong produksi Petir bersifat demikian.

Sudah muncul inisiatif ada mocaf di menu MBG

Saat membahas mocaf, ingatan Sugito kerap kali terlempar ke momen obrolan dengan pendiri dan direktur Rumah Mocaf Indonesia, Riza Azyumarridha Azra (34). Kala itu keduanya bicara tentang betapa penting dukungan pemerintah bagi petani singkong.

Ia membayangkan, seandainya para petani singkong mendapat dukungan penyelenggara negara untuk membangun UMKM pengolahan mocaf, betapa besar dampaknya bagi perekonomian warga yang terlibat.

“Produksi kecil saja dulu, seperti 3-4 kwintal per pekan, sudah sangat membantu. Pekerjaan rumahnya kan lebih banyak soal kepastian pasarnya ke mana. Nah, kini ada peluang lewat MBG,” ucapnya. 

Ia bilang, program MBG bisa menjadi solusi untuk menciptakan pasar baru bagi mocaf. Selagi itu, ia berharap pemerintah berani menekan impor gandum yang selama ini menjadi bahan utama terigu.

“Kalau tak bisa 100 persen, kurangi saja dulu 20 persen impor gandum, katakanlah sekitar 2 juta ton setahun, dan dorong konsumsi mocaf. Otomatis petani singkong terbantu,” ia mengusulkan.

Baca juga: Sebagian Menu MBG di Banjarnegara Akan Gunakan Tepung Mocaf Lokal

Sugito yakin betul, pemerintah pun sudah sangat paham bahwa gandum bukanlah komoditas asli Indonesia dan sulit dibudidayakan di dalam negeri. Sedangkan singkong atau ubi kayu lain cerita, bisa dengan mudah ditemukan di berbagai daerah di Tanah Air.

“Jika impor gandum ini terus dibiarkan, kapan produk lokal naik kelas? Kami di lapangan pada dasarnya siap saja untuk tancap gas tingkatkan panen singkong dan produksi mocaf asal pasarnya jelas,” tegasnya.

Perwakilan Dapur MBG Muhammadiyah Banjarnegara, Sugino Purnomo, menyampaikan pemanfaatan tepung mocaf sebagai bahan baku menu MBG dilakukan karena sejalan dengan prinsip program yang diarahkan untuk mengutamakan produk lokal.

Lagi pula, kata dia, tepung mocaf dari singkong lebih sehat dibanding terigu. 

“Kami ingin mengoptimalkan potensi lokal. Tepung mocaf di Banjarnegara kan banyak. Bahannya juga dari petani Banjarnegara sendiri,” ucapnya, Sabtu (20/9/2025).

Berdasarkan MoU dengan pengurus KDMP Desa Bawang, Dapur MBG Muhammadiyah Banjarnegara akan menerima pasokan awal 500 kg tepung mocaf per bulan, dengan kemungkinan penyesuaian sesuai kebutuhan dan kapasitas produksi. Adapun harga tepung mocaf disepakati senilai Rp 12.000 per kg.

“Setelah penandatanganan MoU ini, kami akan menindaklanjutinya dengan komunikasi terkait penyusunan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Pada prinsipnya, kami akan terus mendukung penggunaan produk-produk lokal, termasuk tepung mocaf ini,” kata Sugino.

Namun, saat dikonfirmasi Rabu (22/10/2025), Sugino mengakui dapur MBG Muhammadiyah Banjarnegara belum mulai memanfaatkan tepung mocaf sebagai bahan baku pengganti terigu. Alasannya, mereka masih menyelesaikan PKS dan melengkapi administrasi lain terkait operasional MBG.

Di sisi lain, Ketua KDMP Bawang, Joko Sunarno, menjelaskan berdasarkan rencana awal, KDMP akan menggandeng Rumah Mocaf Indonesia dan sejumlah kelompok tani, hingga usaha dagang (UD), untuk menyuplai tepung mocaf ke Dapur MBG Muhammadiyah.

Selagi itu, pengurus koperasi akan mengerahkan upaya untuk dapat memproduksi sendiri tepung mocaf, baik untuk memenuhi kebutuhan program MBG maupun penjualan umum.

“Harapannya memang kami bisa ikut memasarkan mocaf yang pada akhirnya dapat membantu para pelaku UMKM dan petani singkong lokal. Bagaimanapun koperasi ini memang dibentuk untuk memperkuat ekonomi masyarakat desa lewat pemberdayaan dan gotong royong,” jelasnya.

Dukungan juga datang dari Direktur Rumah Mocaf Indonesia, Riza Azyumarridha Azra (34). Ia menyebut program MBG sebagai peluang strategis untuk memperluas penggunaan mocaf sebagai produk pangan lokal unggulan di tengah masyarakat. 

Baca juga: Rumah Mocaf Ajak Petani Lokal Manfaatkan Peluang Bisnis Sustainable

Dengan semakin banyak masyarakat beralih menggunakan mocaf dalam berbagai olahan pangan, ia meyakini prospek bagi petani singkong untuk meningkatkan kesejahteraan kian terbuka.

Rumah Mocaf Indonesia sendiri memastikan selalu membeli singkong dari petani lokal dengan harga wajar, minimal Rp 1.500 per kg.

Menurutnya, potensi pengembangan mocaf di Indonesia sangat besar karena bahan baku singkong melimpah dan mudah ditanam di berbagai daerah.

Namun, di tengah peluang besar itu, Riza menyayangkan kebijakan pemerintah yang masih bergantung pada impor gandum.

“Yang jadi pertanyaan, mengapa masih impor tepung terigu? Padahal, potensi lokal seperti mocaf bisa dioptimalkan,” katanya.

Lebih jauh, Riza juga menyinggung janji pemerintah soal subsidi tepung mocaf yang hingga kini belum terealisasi.

Ia masih ingat pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat menghadiri Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan di Pendopo Dipayuda Adigraha, Banjarnegara, pada November 2022.

Saat itu, Mendag berencana memberikan subsidi Rp 3.000 per kilogram (kg) agar harga tepung mocaf di pasaran turun dari Rp 15.000 menjadi Rp 12.000 per kg.

"Saya masih simpan videonya. Sampai sekarang kami masih menunggu realisasi subsidi itu,” kata Riza.

Semangat Riza untuk mengangkat martabat singkong lahir dari keyakinan akan pentingnya kedaulatan pangan nasional. 

Dalam menjalankan advokasinya, ia berpegang teguh pada petuah Ketua MPM Pimpinan Pusat Muhammadiyah (alm) Said Tuhuleley, “selama rakyat masih menderita, tidak ada kata istirahat.”

Ia meresapi pula pesan dari Konsultan Social Entrepreneur, Tri Mumpuni untuk memperhatikan daya dukung alam, jangan sampai mengeksploitasi alam dan tenaga kerja.

“Energi terbesar kami pada dasarnya adalah mengedukasi masyarakat agar beralih dari tepung terigu ke tepung mocaf,” ungkapnya. 

Nada serupa datang dari Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah. Menurutnya, program MBG bisa menjadi pintu masuk penting untuk memperluas pasar bagi tepung lokal seperti mocaf. 

“Kalau satu sekolah bisa produksi 3.000 porsi, dan seperempat komponennya dari mocaf, itu sudah jadi pasar besar sekali,” katanya.

Ia pun mengingatkan agar program MBG tidak berhenti di wacana penggunaan bahan lokal.

“Sekarang kan baru omongan saja, tapi dalam realitasnya menu MBG masih nasi, telur, susu. Harusnya MBG jadi kendaraan untuk memperkuat produksi pangan lokal, bukan cuma gimmick,” tegasnya.

Baca juga: Cerita di Balik Rumah Mocaf, Merangkul Petani Singkong hingga Ekspor ke Mancanegara

Dari sudut pandang kesehatan

Dosen Departemen Gizi Kesehatan FK-KMK Dr. Toto Sudargo, M.Kes., setuju tepung mocaf dari singkong bisa menjadi alternatif bahan baku dalam program MBG karena memang lebih sehat dibandingkan tepung terigu.

“Jika ada wilayah yang kreatif mengganti tepung terigu dengan mocaf, itu sangat bijak,” ujar Toto saat diwawancarai pada Rabu (1/10/2025). 

Menurut Toto, salah satu keunggulan tepung mocaf adalah kandungan karbohidrat kompleks, yang tidak dimiliki oleh tepung terigu. 

Karbohidrat kompleks menyediakan energi berkelanjutan, membuat kenyang lebih lama, dan tidak membebani pankreas dalam memproduksi insulin.

“Karbohidrat kompleks itu antidiabetes,” jelasnya. 

Selain itu, mocaf juga memiliki indeks glikemik rendah, sehingga tidak menyebabkan lonjakan gula darah secara tiba-tiba. Hal ini membuat risiko penyakit metabolik, seperti diabetes, lebih kecil. 

Toto juga menekankan bahwa mocaf merupakan bahan pangan bebas gluten. Gluten sendiri merupakan jenis protein yang umumnya terdapat pada bahan pangan berbasis gandum dan dapat mengganggu sistem pencernaan bagi sebagian orang.

Pada individu dengan kondisi tertentu seperti penyakit celiac, intoleransi gluten non-celiac, serta beberapa penyakit autoimun atau gangguan usus, tubuh dapat merespons gluten dengan peradangan atau kerusakan jaringan.

Bagi penderita kondisi tersebut, asupan gluten dapat memicu berbagai masalah kesehatan, mulai dari anemia, osteoporosis, peningkatan kadar gula darah, gangguan saraf dan kulit, hingga risiko penyakit jantung.

Selain bebas gluten, mocaf mengandung serat dan kalsium lebih tinggi dibandingkan terigu. 

Serat membantu mencegah obesitas, melancarkan pencernaan, serta menurunkan risiko kanker usus. Sementara kalsium bermanfaat bagi perkembangan tulang anak dan mencegah pengeroposan tulang. 

Baca juga: Berawal dari Pelatihan, Lilik Berinovasi Ubah Tepung Mocaf jadi Tiwul Instan

Toto lalu menekankan bahwa konsumsi mocaf perlu dikombinasikan dengan bahan berprotein. Tujuannya agar mikronutrien dalam mocaf dapat terserap dengan baik.

“Kalsiumnya tinggi, seratnya tinggi, tapi harus dikombinasikan dengan protein. Kalau tidak, tidak ada alat angkutnya,” jelasnya. 

Protein bisa diperoleh dari tempe, tahu, telur, ikan, maupun daging. Kombinasi ini juga membantu variasi menu MBG agar anak tidak bosan. 

Meski memiliki banyak kelebihan, Toto mengingatkan bahwa mocaf memiliki tantangan dari sisi aroma dan tekstur. 

“Baunya agak kurang enak meski sudah dimasak. Kalau tidak diolah dengan baik, anak-anak bisa enggan memakannya,” ucapnya. 

Selain itu, karena proses alami pembuatannya, mocaf cenderung lebih kasar daripada terigu. Tekstur ini bisa membuat hasil olahan terasa keras dan anak tidak menyukainya.

“Kalau MBG pakai mocaf, pengolahannya harus disesuaikan dengan karakter bahannya,” ungkap Toto.

BPOM: mocaf aman dan dukung kemandirian pangan

Dukungan terhadap pemanfaatan mocaf sebagai bahan baku dalam menu program MBG juga datang dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

Kepala BPOM Taruna Ikrar menegaskan, penggunaan mocaf sejalan dengan upaya mendukung kemandirian pangan nasional sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat lokal karena berbasis pangan lokal.

“Pemanfaatan mocaf ini menjadi sarana untuk mengenalkan pangan sehat dan bergizi kepada masyarakat luas,” ujarnya pada Rabu (8/10/2025), saat dimintai tanggapan menanggapi inisiatif penggunaan mocaf dalam menu MBG di Banjarnegara. 

Taruna menilai, praktik tersebut dapat direplikasi di berbagai daerah lain sebagai bentuk diversifikasi pangan dan penguatan potensi lokal.

Saat melakukannya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hanya perlu mempertimbangkan aspek organoleptik, seperti rasa, bau, dan warna, serta berinovasi agar makanan berbahan mocaf dapat diterima anak-anak.

Menurut dia, tepung mocaf sudah cukup umum digunakan sebagai bahan baku pangan alternatif pengganti terigu.

Penggunaannya telah diatur dalam Keputusan Kepala BPOM Nomor 70 Tahun 2025 tentang Perubahan Kategori Pangan dan Perubahan Bahan Baku yang Berasal dari Tanaman atau Hewan.

“Selama bahan baku pangan olahan diatur dalam peraturan tersebut, maka aman dan dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi pangan olahan,” terangnya.

BPOM sendiri menyadari penggunaan tepung terigu oleh masyarakat Indonesia sudah cukup besar dan cenderung meningkat. 

Baca juga: Cerita Mocaf, Waktunya Singkong Naik Kelas

Padahal, kata dia, Indonesia memiliki potensi singkong cukup melimpah dan berharga murah yang dapat diolah menjadi tepung sebagai pengganti tepung terigu, yaitu mocaf. 

Produk tepung mocaf yang dihasilkan memiliki penampakan yang mirip tepung terigu, yakni berwarna putih, bertekstur lembut, dan tidak berbau singkong. Dengan karakteristik tersebut, kata Taruna, mocaf dapat menjadi alternatif tepung terigu. 

“Tepung mocaf dapat menggantikan 50-100 persen tepung terigu. Misalnya 50 persen pada pembuatan mi, kue kering, dan biskuit, sedangkan 100 persen pada pembuatan kue basah dan cake,” jelasnya.

Ia menerangkan, berbeda dari tepung mocaf yang diperoleh dari ubi kayu dengan proses fermentasi, tepung terigu dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L (club wheat) dan atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya.

Meskipun ada beberapa perbedaan karakteristik di antara keduanya, Taruna menyatakan, tepung mocaf tetap bisa dipakai sebagai alternatif pengganti tepung terigu.

Saat ditanya apakah mocaf lebih sehat dibanding terigu, Taruna menjelaskan bahwa semua tepung yang diatur dalam peraturan BPOM pada dasarnya dapat dikonsumsi dengan aman.

Namun, ia menuturkan, mocaf secara alami bebas gluten, sehingga lebih aman bagi individu yang sensitif terhadap gluten.

Terkait pencantuman klaim gluten free di kemasan, BPOM telah mengatur hal ini melalui Peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan.

Produk yang mencantumkan klaim bebas gluten harus memiliki kadar gluten ≤20 mg per kg, dan harus dibuktikan melalui hasil analisis laboratorium pada produk akhir.

Selain itu, baik tepung terigu maupun mocaf sama-sama tinggi karbohidrat dan serat.

Namun, kata Taruna, berdasarkan berbagai literatur, produk yang menggunakan mocaf memiliki indeks glikemik lebih rendah hingga sedang dibandingkan produk yang sepenuhnya menggunakan tepung terigu.

Baca juga: BPOM Dukung Penggunaan Tepung Mocaf untuk Menu MBG, Ini Keunggulannya

Gambaran dukungan pemerintah

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) RI, Sudaryono, mengakui keunggulan mocaf, baik dari sisi bahan baku yang melimpah di dalam negeri maupun manfaat kesehatannya sebagai produk gluten free.

“Kalau gluten tinggi, pencernaan tidak bagus. Mocaf ini justru baik untuk kesehatan, termasuk bagi yang sedang diet. Karena itu, pasar mancanegara meminatinya,” jelasnya, saat diwawancarai Kompas.com di Banjarnegara pada Sabtu (20/9/2025). 

Saat disinggung soal pengurangan impor terigu, Sudaryono hanya menegaskan pemerintah sudah mendorong substitusi semaksimal mungkin. Beberapa produk olahan, seperti mi instan, menurutnya, telah menggunakan campuran mocaf. 

“Tidak bisa semua terigu diganti mocaf, rasanya akan berbeda. Tapi yang bisa disubstitusi, kita lakukan. Bisa 25 persen, 30 persen, bahkan 35 persen. Kita dorong ke arah sana,” ujarnya. 

Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto telah memberi mandat agar produksi dalam negeri dimaksimalkan. 

“Kita kurangi impor, kita substitusi dengan produksi lokal. Kalau berlebih, kita ekspor. Intinya begitu,” ucapnya.

Ia juga menegaskan pentingnya pemanfaatan bahan pangan lokal dalam program MBG, seperti tepung mocaf di Banjarnegara.

Menurutnya, MBG bukan sekadar program pemenuhan gizi siswa, melainkan juga peluang untuk menggerakkan perekonomian desa. 

“Pasti dong, harus, harus, harus. MBG itu sebetulnya adalah bagaimana anggaran yang diberikan makan kepada siswa itu bisa memanfaatkan sumber-sumber dari lokal, sehingga ada perputaran uang di situ,” ujar Sudaryono saat ditanya terkait perlunya pemanfaatan potensi pangan lokal dalam program MBG.

Ia menjelaskan, dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, banyak pihak di desa akan mendapatkan keuntungan. Mulai dari petani, pedagang, hingga pelaku usaha kecil. Perputaran uang di desa pun semakin terjaga.

“Nah, perputaran uang di situ, petani untung, pedagang untung, bakul juga untung, MBG pun berjalan bagus. Sehingga dari orang yang untung tadi, keuntungan itu bisa dibelanjakan lagi. Di situ ada multiplayer effect yang muncul di desa-desa,” jelasnya.

Sudaryono menambahkan, selama ini sering terdengar fenomena uang dari desa justru terbawa ke kota. Namun, melalui MBG, aliran dana dari pemerintah pusat bisa langsung masuk ke desa. 

“Mungkin kita sekarang sering mendengar bahwa uang di desa dibawa ke kota. Kalau ini kan tidak. Uang dari kota, dari negara, pemerintah pusat yang dibawa ke desa. Nanti InsyaAllah ini akan memberikan sumbangan cukup berarti untuk pertumbuhan dan PDB kita di tahun sekarang atau tahun-tahun mendatang,” ungkapnya.

Selaras dengan pernyataan tersebut, pemerintah kini mulai memperketat impor produk berbasis singkong untuk melindungi petani lokal. Langkah ini ditempuh guna memastikan hasil panen dalam negeri terserap maksimal dan tidak tertekan oleh produk impor.

Kebijakan itu diambil oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2025 yang baru diteken Menteri Perdagangan Budi Santoso pada 19 September 2025. 

Peraturan tersebut merupakan perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan. Di dalamnya, ubi kayu dan produk turunannya kini wajib mendapatkan izin impor.

Bersama Permendag Nomor 32 Tahun tentang Perubahan atas Permendag No 20/2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang, regulasi itu mulai berlaku 3 Oktober atau 14 hari setelah diundangkan.

Baca juga: Zulhas Sebut Singkong hingga Tebu Bakal Jadi Primadona Baru di 2026, Ini Sebabnya

Melalui Permendag Nomor 31/2025, setiap impor ubi kayu dan produk turunannya, termasuk tepung tapioka, harus mendapat persetujuan impor terlebih dahulu. Persetujuan tersebut hanya dapat diberikan kepada importir berstatus pemegang Angka Pengenal Impor Produsen (API-P).

Selain itu, impor harus dilengkapi rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian, atau berdasarkan neraca komoditas nasional jika sudah tersedia. Proses pengawasan dilakukan langsung di pelabuhan pabean. 

Dengan memasukkan singkong dan turunannya ke dalam neraca komoditas, pemerintah ingin memastikan bahwa kebijakan impor selaras dengan kebutuhan nasional, kapasitas produksi dalam negeri, dan potensi kekurangannya. Tujuannya, agar kebutuhan industri tetap terpenuhi tanpa mengorbankan nasib petani lokal.

Dalam semangat yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri (PDM) Kemendag, Iqbal Shoffan Shofwan, menyatakan dukungan terhadap pemanfaatan tepung mocaf dari singkong sebagai bahan pangan alternatif pengganti terigu.

Kemendag memberikan dukungan dengan menimbang sejumlah potensi. Pertama, sebagai substitusi impor terigu dan mendorong kemandirian pangan nasional.

“Pemerintah melihat bahwa penggunaan mocaf bisa membantu mengurangi ketergantungan terhadap terigu impor,” ujarnya saat diwawancarai lewat sambungan telepon, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, potensi itu ditopang oleh ketersediaan bahan baku singkong yang melimpah di Indonesia. 

“Produksinya besar, dan jika kemampuan pengolahan diperkuat, maka potensi suplai bahan baku tidak kecil,” katanya.

Selain memperkuat ketahanan pangan, Iqbal menambahkan, pengembangan mocaf juga akan memberikan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) di daerah-daerah. 

“Pemanfaatan mocaf dapat meningkatkan nilai tambah usaha kecil atau menengah di pedesaan dan produksi lokal. Hal ini juga membuka peluang lapangan kerja di hulu-hilir, terutama bagi kelompok tani, industri rumah tangga dan kecil,” ungkap dia.

Sementara itu, mengenai harapan petani singkong dan produsen mocaf agar pemerintah menghentikan impor terigu, Iqbal hanya menyebut hal tersebut menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) Kemendag. 

Begitu juga saat ditanya soal rencana subsidi mocaf yang pernah disampaikan Mendag pada 2022, Iqbal justru menyatakan Kemendag tidak mengatur perihal subsidi.

Adapun soal rencana subsidi harga mocaf ini, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banjarnegara, Firman Sapta Ady, menyampaikan dinasnya belum menerima arahan lebih lanjut dari pemerintah pusat. 

Pemkab pun belum mengusulkan anggaran untuk kemungkinan pelaksanaan program tersebut.

Baca juga: Harga Singkong Anjlok, Pemprov Lampung Minta Petani Pindah Tanam Jagung

“Belum ada pembicaraan mengenai subsidi harga mocaf agar bisa lebih rendah. Tapi untuk pelatihan produksi hingga promosi mocaf, kami terus lakukan,” ujar Firman pada Sabtu (20/9/2025).

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, yang pertama kali menemukan mocaf pada 2004, Prof. Ir. Achmad Subagio, M.Agr., Ph.D., mengungkapkan mocaf bukan saja memiliki daya saing yang kuat dari sisi nilai gizi, melainkan juga berpotensi mampu menjadi penggerak ekonomi lokal.

Akademisi dan praktisi yang puluhan tahun bergelut dengan singkong ini mengingatkan pengelola negara untuk serius memosisikan MBG sebagai sarana strategis mengembangkan pangan lokal dan memperkuat ekonomi daerah.

“Salah satu target MBG itu kan mengenerasi ekonomi lokal. Makanan disiapkan dengan bahan baku lokal, dikerjakan oleh orang lokal. Jadi MBG ini sebenarnya bisa jadi instrumen aktif untuk mengembangkan potensi daerah,” jelasnya, Kamis (9/10/2025).

Komitmen tersebut dapat dikonkretkan menjadi pelbagai bentuk kebijakan pangan. Subagio mencontohkan, konsep serupa telah diterapkan oleh World Food Programme (WFP) di sejumlah negara dengan prinsip “P4P Purchase for Progress”, yakni pembelian hasil petani lokal.

Menurutnya, pendekatan tersebut bisa diadopsi di Indonesia, termasuk dengan menjadikan mocaf sebagai salah satu bahan MBG.

“SOP-nya nanti harus ditekankan supaya pangan lokal seperti mocaf bisa berkembang lewat MBG. Kalau SOP dipatuhi, kasus seperti keracunan dan sebagainya tidak akan terjadi,” tambahnya.

Liputan ini merupakan bagian dari Beasiswa "Journalist Fellowship and Mentorship Program for Sustainable Food System 2025" yang didukung oleh Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) bekerja sama dengan AJI Jakarta.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi