| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Bitcoin Menuju US$150.000 di Akhir 2025: Peluang Realistis atau Sekadar Euforia?


Minggu, 08 Juni 2025 / 11:14 WIB
Bitcoin Menuju US$150.000 di Akhir 2025: Peluang Realistis atau Sekadar Euforia?
ILUSTRASI. Harga Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi di kisaran US$112.000 pada awal Juni 2025, membangkitkan kembali optimisme pasar  IMAGO/Robert Schmiegelt


Reporter: Lydia Tesaloni, Melysa Anggreni, Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID. Harga Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi di kisaran US$112.000 pada awal Juni 2025, membangkitkan kembali optimisme pasar bahwa kripto paling populer ini bisa menembus target ambisius US$150.000 sebelum akhir tahun.

Namun, koreksi cepat ke bawah US$105.000 mulai menguji validitas narasi bullish tersebut.

Baca Juga: Bitcoin Melejit Dekati US$105.000! Trump Desak The Fed Agresif Pangkas Suku Bunga

Bitcoin Mengarah ke Pola Pembalikan Bearish?

Melansir Cointelegraph, secara teknikal, grafik harian Bitcoin memperlihatkan pola inverse cup-and-handle, dengan garis leher di area US$100.800. Level ini kini menjadi support kritikal.

Per 7 Juni, harga sudah memasuki fase "pegangan" dari pola tersebut, yang biasanya menandai potensi pelemahan lebih lanjut.

Jika support ini jebol, Bitcoin berisiko turun ke kisaran US$91.000, yang bertepatan dengan 200-day Exponential Moving Average (EMA) atau area yang sering berperan sebagai titik pantulan kuat dalam tren jangka panjang.

Indikator Relative Strength Index (RSI) juga mencerminkan tekanan jual. Dengan RSI berada di angka 52 dan menurun, penurunan ke bawah 50 bisa menjadi konfirmasi pelemahan tren.

Agar arah naik kembali dominan, harga perlu bergerak stabil di atas 20-day EMA sekitar US$105.000. Bila tidak, target US$150.000 akan makin sulit digapai.

Baca Juga: Harga Bitcoin (BTC) Kembali Melesat, Bakal Berlanjut?

Fraktal 2021 Isyaratkan Koreksi Tajam

Dalam skala mingguan, grafik Bitcoin menunjukkan pola yang menyerupai puncak siklus pada tahun 2021.

Terjadi divergensi bearish antara pergerakan harga dan RSI, di mana RSI justru menurun ketika harga mencetak rekor tertinggi baru.

Pada 2021, pola ini mendahului koreksi tajam hingga 61% ke bawah 200-week EMA. Saat ini, pola serupa mulai terbentuk, dengan risiko penurunan ke level US$64.000 atau sekitar 52% dari puncak terkini.

Jika pola ini terkonfirmasi, potensi Bitcoin mencapai US$150.000 di akhir 2025 akan semakin kecil.

Baca Juga: Pasokan Bitcoin Makin Menyusut, Sygnum: Siap Picu Lonjakan Harga

Peter Brandt: Waspadai Koreksi 50–60%

Trader legendaris Peter Brandt telah mengidentifikasi pola rising wedge yang ia nilai sebagai sinyal akhir dari tren parabola Bitcoin.

Menurutnya, jika harga tidak kembali ke jalur tren parabola, koreksi sebesar 50–60% bisa terjadi, mirip dengan siklus sebelumnya.

“Parabola adalah struktur fragile. Sekali rusak, bisa memicu koreksi besar,” ujar Brandt dalam analisanya Mei lalu.

Baca Juga: Transaksi Kripto Nasional Capai Rp 35,61 Triliun, Indodax Berkontribusi 42,83%

Skenario Alternatif: Bull Flag dan Jejak Emas Dukung Tren Naik

Meski sinyal teknikal mengkhawatirkan, sebagian analis tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang Bitcoin.

Beberapa trader melihat struktur pasar saat ini mirip dengan reli harga emas di era 2000-an.

Analis Tony Severino mengidentifikasi pola bull flag yang membuka peluang Bitcoin mencapai US$150.000.

Dari sisi on-chain, peneliti Bitcoin Axel Adler Jr. menilai bahwa rasio NUPL/MVRV mendekati titik breakout, yang bisa memicu fase impulsif baru seperti yang terjadi pada 2017 dan 2021.

Jika indikator tersebut mampu menembus dan bertahan di atas angka 1, Bitcoin berpotensi menuju kisaran $150.000–$175.000.

Baca Juga: Harga Dogecoin Anjlok Usai Elon Musk Mundur dari Pemerintahan Trump

ETF dan Institusi Jadi Pendorong Tren Positif

Fyqieh Fachrur, analis Tokocrypto, mencermati bahwa kenaikan Bitcoin juga ditopang arus masuk dari investor institusional ke produk ETF Bitcoin spot seperti BlackRock's iShares Bitcoin Trust (IBIT).

ETF ini mencatat arus masuk $430,8 juta hanya dalam satu hari dan delapan hari berturut-turut inflow positif.

"Angka ini menunjukkan dorongan minat institusional yang sangat besar terhadap Bitcoin sebagai aset investasi," kata Fyqieh.

Menurutnya, tren ini didukung oleh pelonggaran kebijakan tarif AS dan inflasi yang mulai melandai.

Platform Tokocrypto mencatat lonjakan volume transaksi harian sebesar 10–20% pada akhir Mei 2025.

Fyqieh menambahkan, prospek Bitcoin masih positif menuju akhir 2025, terutama jika The Fed mulai menurunkan suku bunga pada kuartal IV.

"Jika skenario dasar terjadi, BTC berpeluang menyentuh US$140.000. Jika sentimen pasar melesat, Bitcoin bisa menembus US$180.000," katanya.

Baca Juga: Indodax Catat Volume Transaksi Rp 15,24 Triliun pada April 2025

Laporan Sygnum: Pasokan Bitcoin Makin Langka

Sygnum Bank, dalam laporan bulanan edisi Juni 2025, mencatat bahwa pasokan likuid Bitcoin menyusut 30% dalam 18 bulan terakhir.

Ini disebabkan oleh meningkatnya akumulasi institusional, terutama ETF dan perusahaan yang menyimpan Bitcoin sebagai cadangan jangka panjang.

“Pasokan yang menyusut cepat menciptakan risiko guncangan permintaan dan lonjakan harga,” tulis Sygnum.

Data dari Glassnode menunjukkan sekitar 1 juta BTC ditarik dari bursa kripto sejak akhir 2023. Banyak perusahaan bahkan menerbitkan surat utang untuk membeli dan menyimpan Bitcoin.

Di sisi geopolitik, sejumlah negara bagian di AS termasuk New Hampshire dan Texastelah mengesahkan atau sedang merancang legislasi untuk menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan keuangan negara bagian.

Minat juga muncul dari Pakistan dan partai Reform UK yang tengah naik daun dalam jajak pendapat pemilu Inggris.

Baca Juga: Kasus Penculikan Orang Kaya Aset Kripto di Prancis, Tersangka Ditangkap di Maroko

Ekosistem Kripto Indonesia Terus Bertumbuh

Di dalam negeri, OJK mencatat nilai transaksi kripto April 2025 mencapai Rp35,61 triliun, naik dari Rp32,45 triliun pada Maret. Jumlah investor juga meningkat menjadi 14,16 juta.

VP Indodax Antony Kusuma menyebut tren ini sebagai sinyal kematangan pasar:

“Diversifikasi aset dan pertumbuhan investor menjadi indikasi bahwa kripto mulai dipandang sebagai bagian dari strategi keuangan jangka panjang.”

Indodax mencatat volume transaksi Rp15,24 triliun atau 42,83% dari pasar nasional pada April.

Baca Juga: Singapura Larang Perusahaan Kripto Lokal Layani Pasar Luar Negeri Mulai 30 Juni

Pandangan Perencana Keuangan

CEO Finansialku Melvin Mumpuni menyarankan kripto sebagai bagian dari portofolio jangka panjang untuk investor agresif, dengan alokasi maksimal 5–10% dari total aset.

Sementara itu, perencana keuangan Aidil Akbar dan Agustina Fitria menekankan pentingnya menyesuaikan alokasi kripto dengan profil risiko masing-masing investor.

Kesimpulan

Harga Bitcoin memang masih berpotensi menuju US$150.000, tetapi jalan yang harus ditempuh tidak mudah.

Faktor teknikal, kondisi makroekonomi, dan sentimen investor institusional akan menjadi penentu utama.

Koreksi besar tetap mungkin terjadi, namun bagi investor dengan toleransi risiko tinggi, prospek jangka panjang masih menarik.

DISCLAIMER: Investasi aset kripto mengandung risiko tinggi. Selalu lakukan riset dan konsultasi sebelum mengambil keputusan investasi.

Selanjutnya: Hutama Karya Berlakukan Diskon Tarif Tol 20% di Trans Sumatra, Catat Tanggalnya!

Menarik Dibaca: Sourdough dan 3 Jenis Roti Sehat Rendah Kalori Ini Aman Dikonsumsi Harian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×