| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Waspada Tingkat Pengangguran Tinggi pada 2025, Ekonom Peringaktkan Hal Ini


Minggu, 08 Juni 2025 / 16:48 WIB
Waspada Tingkat Pengangguran Tinggi pada 2025, Ekonom Peringaktkan Hal Ini
ILUSTRASI. KONTAN/Fransiskus Simbolon. Proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap tingkat pengangguran Indonesia yang naik jadi 5% pada 2025.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap tingkat pengangguran Indonesia yang naik jadi 5% pada 2025, dari tahun sebelumnya 4,9% pada 2024, menimbulkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap stabilitas perekonomian di dalam negeri, seperti rendahnya konsumsi rumah tangga, hingga ketimpangan sosial.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman mengatakan, tiap tahunnya sekitar 2,5 juta sampai 3 juta angkatan kerja baru, masuk ke pasar kerja, namun jumlah tersebut baru 20% dari kebutuhan yang ada, dan mayoritas didominasi oleh sektor informal dan padat karya yang ber-upah rendah. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 4,76% pada Februari 2025. Tingkat pengangguran ini menciut secara tahunan dari 4,82% per Februari 2024.

Tetapi, jumlah pengangguran naik 83.000 orang menjadi 7,28 juta jiwa dari sebelumnya 7,2 juta jiwa per Februari 2024. Hal ini dikarenakan tidak semua angkatan kerja terserap di pasar kerja.

Di sisi lain, realisasi investasi pada kuartal I-2025 yang mencapai Rp 465,2 triliun telah menyerap lebih dari 594.000 tenaga kerja. 

Baca Juga: TikTok Shop PHK Ratusan Karyawan, Cek Cara Ajukan JKP Untuk Tunjangan PHK 60% Gaji

“Mempercepat realisasi investasi yang berkualitas, bukan sekadar padat modal, pemerintah juga perlu menempuh strategi struktural. Yakni, melakukan transformasi ekonomi sektoral yang menggabungkan padat modal dan padat karya,” ungkap Rizal kepada Kontan, Minggu (8/9).

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pemerintah harus mengantisipasi dampak jangka panjang dari disrupsi teknologi dan automasi yang berpotensi memperlebar kesenjangan keterampilan tenaga kerja.

Rizal menyebut risiko pengangguran terselubung (underemployment) juga meningkat, terutama di sektor informal. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan aktif pasar tenaga kerja, strategi peralihan tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal, reformasi struktural pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan produktivitas daerah agar pengangguran tidak menjadi ‘bom waktu’ dalam jangka menengah.

Sementara itu, Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky membenarkan, kurangnya investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga daya beli yang terus menurun salah satunya disebabkan oleh tingkat pengangguran yang naik.

"Karena income masyarakat kan juga terus tergerus. Ini kemudian akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin lambat. Karena tadi itu daya beli masyarakat juga turun," ungkap Riefky kepada Kontan, Minggu (8/6).

Selain itu Riefky menilai realisasi investasi terhadap penciptaan lapangan kerja cukup lambat. Belum lagi persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang belakangan seringkali terjadi di berbagai sektor dikarenakan produktivitas yang juga semakin turun.

Penurunan penciptaan lapangan kerja tidak hanya berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan perlambatan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan beban fiskal negara.

"Pengangguran yang meningkat akan memicu berbagai biaya sosial, seperti naiknya potensi kriminalitas (cost of crime) dan kerusuhan sosial (cost of social unrest), serta menyulitkan masyarakat untuk tetap produktif," ungkap Riefky.

Lebih lanjut, Riefky menegaskan bahwa solusi utama untuk menurunkan pengangguran tetap bertumpu pada peningkatan investasi dan produktivitas sektoral. Namun, ia menyoroti bahwa hambatan investasi seperti premanisme, praktik rente, birokrasi perizinan yang berbelit, dan ekonomi biaya tinggi masih menjadi persoalan nyata di lapangan.

“Masalah-masalah tersebut harus segera diatasi agar iklim investasi menjadi lebih kondusif dan benar-benar mampu menciptakan lapangan kerja baru secara signifikan,” jelasnya.

Dengan demikian, menurut Riefky, fokus kebijakan seharusnya tidak hanya tertuju pada pengangguran sebagai gejala, tetapi juga pada perbaikan ekosistem ekonomi yang mendukung investasi produktif dan berorientasi pada penciptaan kerja.

Baca Juga: PHK dan Lesunya Kurban

Selanjutnya: Menteri Bahlil Ungkap Masyarakat Pulau Gag Minta Tambang Nikel Dilanjutkan

Menarik Dibaca: Promo Es Krim Alfamart Periode 1-15 Juni 2025, Es Krim Oreo Beli 2 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×