Kompas TV kolom opini

Ketika Media Anggap Gajah Ancaman dalam Konflik dengan Manusia

Kompas.tv - 20 Mei 2025, 10:39 WIB
ketika-media-anggap-gajah-ancaman-dalam-konflik-dengan-manusia
Berdasarkan catatan Rimba Satwa Foundation, saat ini terdapat tujuh kantong populasi gajah Sumatera di Riau. (Sumber: Dok. ANTARA)

Oleh Ratna Puspita, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan Jaya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Seorang perempuan berhijab biru dan berkacamata berdiri di hadapan warga. Ia berkata, “Ingat, ya, saya tegaskan dengan jelas di sini, ya. Bukan gajah yang masuk kebun bapak-bapak. Bukan gajah masuk desa-desa bapak. Tapi, desa dan kebun bapak-bapak yang masuk ke rumah gajah. Jadi, jangan semena-mena terhadap gajahnya.”

Perempuan itu adalah Afni Zulkifli. Saat video tersebut diunggah ke TikTok pada 10 Februari 2023, Afni masih menjabat sebagai Tenaga Ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Provinsi Riau.

Kini, ia menjabat sebagai Bupati Siak periode 2024–2029 bersama Wakil Bupati Syamsurizal Budi, setelah memenangi Pilkada Siak 2024.

Namun, hal yang paling penting dari video tersebut bukanlah siapa yang berbicara, melainkan apa yang dikatakannya.

Afni menyuarakan kebenaran ekologis yang kerap diabaikan, yakni konflik antara manusia dan gajah bukan disebabkan oleh agresivitas gajah, tetapi oleh ekspansi manusia ke habitat gajah.

Sayangnya, pesan penting seperti yang disampaikan oleh Afni belum banyak tecermin dalam pemberitaan media massa.

Narasi dominan di media masih menggambarkan gajah sebagai ancaman atau penyusup. Sudut pandang ini berperan besar dalam membentuk persepsi publik yang keliru tentang konflik manusia dan satwa liar, khususnya gajah.

Hasil analisis terhadap 52 berita tentang konflik manusia dan gajah yang dipublikasikan media antara 11 Mei 2020 hingga 11 Mei 2025 menunjukkan kecenderungan kuat media dalam menggunakan sudut pandang “gajah berbahaya”.

Grafis angle berita konflik manusia dan gajah. (Sumber: Istimewa)

Penulis menemukan 52 berita tersebut melalui news.google.com dengan kata kunci “gajah permukiman”. Sementara itu, pemilihan periode berdasarkan dengan peristiwa viral tentang anak gajah yang tertabrak truk di Malaysia pada 11 Mei 2025.

Periode ditarik hingga lima tahun ke belakang, yakni 11 Mei 2020. Meski terjadi di luar negeri, peristiwa tersebut ramai diperbincangkan di Indonesia. Untuk itu, analisis ini difokuskan pada konflik-konflik yang terjadi di wilayah Indonesia.

Hasilnya, sebanyak 33 berita (63,5%) menyampaikan konflik dari sudut pandang “gajah berbahaya”, dengan penggunaan frasa seperti “gajah masuk permukiman” (14 berita), “gajah merusak rumah” (6 berita), atau “gajah mengamuk” (5 berita).

Narasi ini tidak hanya mengesankan bahwa gajah adalah perusak, tetapi juga mengabaikan konteks ekologis dan historis yang menjadi latar konflik.

Sebaliknya, hanya sebagian kecil berita yang mengangkat sudut pandang yang lebih berimbang. 

Sebanyak 9 berita (17,3%) menggambarkan gajah sebagai korban yang terluka atau tersesat, sementara hanya 7 berita (13,5%) membahas upaya mengatasi konflik, dan 3 berita (5,8%) mencoba menjelaskan penyebab konflik seperti pembalakan liar.

Angle berita yang didominasi sudut pandang “gajah berbahaya” tidak dapat dilepaskan dari fokus media pada peristiwa dramatis.

Hal ini terlihat dari 47 berita (92,3%) yang hanya melaporkan insiden, tanpa mendalami akar persoalan. Ketika rumah rusak atau warga mengungsi, media segera meliput.

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA


Close Ads x