JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi Undang-Undang (UU) TNI dan UU Polri yang dianggap minim partisipasi publik dinilai memperlihatkan ada potensi hanya dilakukan buat memuluskan kepentingan kelompok tertentu.
"Perancangan revisi Undang-Undang TNI dan revisi Undang-Undang Polri yang sedari awal tidak melibatkan publik sudah mencerminkan bahwa revisi kedua undang-undang tersebut bukanlah untuk kepentingan publik melainkan kepentingan politik dan segelintir kelompok tertentu," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya dalam keterangannya, seperti dikutip pada Rabu (24/7/2024).
Dimas dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai, seharusnya pembahasan revisi UU TNI dan UU Polri yang mempengaruhi kepentingan masyarakat semestinya melibatkan publik secara luas.
Pelibatan publik itu sepatutnya dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan sebagaimana peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
Baca juga: DPR Kebut RUU TNI-Polri dan Kementerian Negara, Formappi: Representasi Keinginan Penguasa
"Pemerintah seyogyanya melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap kedua UU ini, apa saja substansi yang dibutuhkan untuk memperkuat profesionalisme kedua instansi ini," papar Dimas.
Seperti diberitakan sebelumnya, DPR sudah menerima Surat Presiden (Surpres) terkait revisi UU TNI dan revisi UU Polri pada 8 Juli 2024.
Baca juga: Kartu Merah Proses Legislasi RUU Polri
Saat ini pembahasan kedua beleid itu berada di DPR.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini