Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Ada Skenario Darurat Militer Lewat Kerusuhan di Unjuk Rasa?

Kompas.com - 02/09/2025, 11:35 WIB
Syakirun Ni'am,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Unjuk rasa besar-besaran yang menolak kenaikan tunjangan anggota DPR RI dibayangi ketakutan akan penetapan darurat militer.

Kecurigaan adanya skenario menuju darurat militer muncul setelah publik semakin marah karena pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, meninggal dilindas mobil rantis Brimob, pada Kamis (28/8/2025).

Di tengah kemarahan publik itu, unjuk rasa yang semula berupa bentrokan dengan polisi, berubah menjadi pembakaran fasilitas umum hingga penjarahan rumah pejabat.

Pada Sabtu (30/8/2025), sejumlah pihak, terutama akun-akun media sosial yang menjadi wadah pergerakan, menyerukan untuk mundur dan tidak menggelar unjuk rasa terlebih dahulu.

Baca juga: Ahli Tegaskan Indonesia Belum Memenuhi Syarat untuk Berlakukan Darurat Militer

Ketua Setara Institute Hendardi mewanti-wanti agar darurat sipil dan darurat militer tidak sampai terjadi.

Menurut dia, aksi penjarahan bukan bagian dari demonstrasi dan tidak dibenarkan menurut hukum.

Ia meminta agar aksi unjuk rasa mahasiswa, ojol, buruh, dan elemen masyarakat lain yang damai mesti dipisahkan dari aksi anarkistis.

“Aksi anarkis malam hari, dini hari, dan terarah adalah pola yang hanya bisa digerakkan oleh orang-orang terlatih. Kerumunan massa anarkis adalah fakta permukaan saja,” kata Hendardi, Minggu (31/8/2025).

Hendardi mengendus terdapat kepentingan yang menggerakkan aksi anarkistis.

Menurut dia, terdapat gesekan di tingkat elite dan kontestasi kekuasaan, serta pihak yang memanfaatkan konflik untuk meningkatkan aksi damai menjadi anarkistis.

“Dalam situasi begini, jelas terdapat kontestasi kepentingan yang diduga menggerakkan aksi-aksi anarkis,” tutur Hendardi.

Ia pun meminta aparat keamanan mencegah aksi anarkistis.

Membiarkan aksi anarkistis, kata dia, bisa mengundang aksi lanjutan yang menargetkan kelompok rentan.

“Kecepatan tindakan dan pemulihan harus dilakukan untuk menjaga harkat manusia, jiwa manusia, perekonomian, dan tidak mengundang lahirnya kebijakan represif baru, seperti darurat sipil, darurat militer, dan pembenaran-pembenaran tindakan militer lanjutan,” ujar dia.

Baca juga: Ketua Komisi I DPR RI Meyakini Tak Ada Skenario Menuju Darurat Militer

Pada kurun waktu tersebut, darurat militer mulai menjadi perhatian publik.

Di antara topik tersebut meliputi tahapan-tahapan menuju darurat militer yang mensyaratkan kerusuhan.

Tahapan itu di antaranya diuraikan oleh pegiat literasi dan sejarah, Muhidin M Dahlan, melalui arsip dan penelitian tentang Kerusuhan Mei 1998.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau