KOMPAS.com - Sejumlah pemerintah daerah (Pemda) belakangan ini kompak menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga berkali lipat.
Kebijakan ini memicu keluhan warga karena dinilai membebani, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Kenaikan tarif yang signifikan membuat banyak warga terkejut saat menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tahun ini, dengan nominal yang jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.
Beberapa daerah yang tercatat menaikkan PBB di antaranya Kabupaten Pati, Jombang, Kota Cirebon, Kota Semarang, dan Kabupaten Bone.
Di wilayah-wilayah tersebut, lonjakan tarif mencapai ratusan persen, bahkan ada yang melampaui tiga kali lipat dari sebelumnya.
Baca juga: Di Balik Ramai-ramai Kenaikan PBB di Sejumlah Daerah...
Lalu, mengapa sejumlah pemda naikkan tarif PBB?
Penjelasan pengamat
Guru Besar Administrasi Negara sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.publ., mengatakan terkait faktor utama yang mendorong sejumlah Pemda tiba-tiba menaikkan tarif PBB secara signifikan.
"Faktor utama adalah minimnya sumber penerimaan daerah karena sumber-sumber yang diberikan sangat terbatas, pajak dan retribusi daerah yang tidak potensial secara ekonomis," ujar Eko saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Menurut dia, hanya PBB yang relatif dapat dengan cepat meningkatkan penerimaan daerah.
Selain itu, Eko menyoroti terkait penyebab kenaikan PBB.
Ia mengungkapkan, fenomena dinaikkannya tarif PBB ini disebabkan karena dana bagi hasil dari pusat cenderung tidak mencukupi bagi daerah-daerah yang "kering".
"Sementara, biaya pengeluaran publik sangat tinggi, terutama beban pegawai daerah," kata Eko.
Terkait hal ini, Eko mengatakan, seharusnya pemerintah melakukan perubahan regulasi, misalnya Undang-Undang Pajak dan Retribusi.
"Perlu perubahan regulasi dalam hal ini UU Pajak dan Retribusi dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dalam memberikan kewenangan dalam hal PBB dengan persetujuan pusat," lanjut dia.
Baca juga: Jika PBB-P2 di Pati Naik 250 Persen, Ini Perhitungan Pajak yang Mesti Dibayar Warga
Bupati perlu pikirkan rakyatnya
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan, faktor pertama yang membuat tarif PBB melonjak, karena tidak ada dana dari pemerintah pusat.
"Pertama, karena dana dari pemerintah pusat enggak ada. Praktis enggak ada, karena penghematan kemarin itu kan," ujar Agus saat dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Menurut Agus, hal ini kemudian yang membuat tidak adanya dana untuk pembangunan atau kegiatan lain.
Sebab, diperkirakan 50 persen anggaran daerah sudah habis untuk menggaji pegawai.
"Jadi praktis cara yang termudah yaitu menaikkan tarif PBB. Tapi Bupati tidak memikirkan risiko people's power (kekuatan rakyat)," kata Agus.
Baca juga: Apa Itu PBB-P2 dan Bagaimana Cara Menghitungnya?
Apalagi kenaikan tarif PBB ini tidak hanya dirasakan di satu daerah saja, melainkan beberapa daerah dengan persenan kenaikan yang bervariatif.
Selain itu, Agus juga menyampaikan landasan dasar Pemda menyebut kenaikan angka dari 250 persen sampai 1.000 persen.
"Saya tidak tahu angka-angka itu muncul dari mana, sumbernya juga tidak jelas," imbuhnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Agus menyarankan Pemda untuk tidak berpaku pada PBB sebagai cara untuk menambah pemasukan.
Alasannya, PBB itu langsung mengenai rakyat.
Sementara, ekonomi di daerah tersebut, tidak ada perkembangan lantaran saat ini kondisi perekonomian masyarakat sedang sulit.
"Jadi, sebaiknya Pemda itu agak kreatif untuk mencari investasi atau memberikan kemudahan kepada investor untuk lebih bisa mengembangkan usahanya," kata Agus.
Baca juga: Demo Kenaikan PBB-P2 250 Persen di Pati, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.