KOMPAS.com - Lini masa media sosial Instagram ramai membahas cara menjelaskan keadaan Indonesia saat ini kepada anak di bawah umur.
Pembicaraan ini berawal dari unggahan akun @a*****st yang membagikan pertanyaan mengenai boleh atau tidaknya menceritakan aksi demo kepada anak.
Warganet pun saling melempar pendapat dan pengalaman mengasuh anak masing-masing.
Pengunggah sendiri, mendapati anaknya bertanya apakah demo sama dengan tawuran, serta memilih untuk menjelaskan situasi negara dengan permisalan yang relevan dengan dunia anak.
Lantas, bagaimana menjelaskan demo kepada anak?
Baca juga: 11 Tuntutan BEM SI yang Berencana Gelar Demo 2 September 2025
Bolehkah bercerita tentang 'demo' ke anak?
Dosen Psikologi UNISA Yogyakarta, Ratna Yunita Setiani Subardjo mengatakan, anak memiliki kemampuan kognitif dan emosional yang berbeda-beda.
Hal ini didasarkan pada perbedaan umur dan tahap perkembangan masing-masing anak, menurut teori perkembangan kognitif Piaget.
Dalam teori pembelajaran sosial, dijelaskan bahwa anak-anak belajar dari lingkungan sekitar, serta meniru perilaku orang dewasa.
"Dengan begitu, orangtua boleh menceritakan anak tentang demo, tetapi penting untuk memerhatikan beberapa hal," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/8/2025).
Kepada anak berusia di bawah 7 tahun, Ratna menyarankan orangtua untuk menyesuaikan gaya bahasa.
Sebab, anak-anak dalam kelompok usia tersebut dimungkinkan tidak sepenuhnya paham tentang konsep demo dan kerusuhan.
Baca juga: Ratusan Anak-anak Ditangkap dalam Demo 25 Agustus di Depan DPR
Cara menjelaskan peristiwa demo kepada anak
Dalam menjelaskan peristiwa demo kepada anak, Ratna menyarankan orangtua untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
"Hindari menggunakan istilah-istilah yang kompleks atau teknis yang mungkin tidak dipahami anak," jelas dia.
Dia melanjutkan, orang tua perlu berfokus menceritakan mengenai sisi atau nilai-nilai positif dari peristiwa demo.
Misalnya, pentingnya menyampaikan pendapat, menghormati hak-hak orang lain, serta menyelesaikan konflik dengan cara damai.
Ratna juga menyetujui cara yang dilakukan warganet yaitu dengan memakai contoh yang relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
"Misalnya, kita dapat menjelaskan bahwa demo itu seperti menyampaikan pendapat di kelas, tetapi dengan cara yang lebih besar dan melibatkan banyak orang," kata dia.
Dia juga mengingatkan, mendengarkan dan memvalidasi perasaan anak sangat penting dalam diskusi tersebut.
Baca juga: Prabowo Minta Anggota Polisi yang Terluka akibat Demo Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa, Apa Itu?
Catatan yang tidak boleh dilakukan
Namun, orangtua sebaiknya tidak menggunakan bahasa yang menakutkan kepada anak.
Ratna menilai, orangtua tidak perlu menggambarkan situasi demo dan kerusuhan sebagai sesuatu yang sangat berbahaya.
Dia juga mengimbau orangtua untuk tidak mengabaikan perasaan anak.
"Jangan mengabaikan perasaan anak. Berikan kesempatan anak untuk menyampaikan perasaannya dan jawab pertanyaannya dengan jujur dan terbuka," tuturnya.
Ratna pun melarang penggunaan contoh-contoh yang tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari anak.
Menurutnya, dengan pendekatan yang tepat, orangtua bisa menjelaskan situasi demo kepada anak dengan efektif dan tidak menakut-nakuti.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.