Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CELIOS Ungkap Rentetan Kasus Pemicu Kemarahan Publik hingga Agustus 2025

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY
Massa aksi Aliansi BEM SI di depan gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (4/9/2025).
|
Editor: Intan Maharani

KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) merangkum sejumlah peristiwa yang dinilai memicu ketidakpuasan rakyat Indonesia, ditandai dengan munculnya aksi demonstrasi di berbagai daerah. 

Rangkaian kejadian itu kemudian disebarkan akun milik gerakan Bareng Warga di platform X.

Mereka menilai kemarahan warga bukan hanya dipicu aksi akhir Agustus 2025, melainkan dari rentetan keputusan pemerintah yang dinilai mengabaikan aspirasi publik.

"Halo @prabowo Kemarahan warga tidak jatuh dari langit. Ia akumulasi dari suara yang diremehkan, janji yang diingkari, dan luka yang dibiarkan menumpuk. #ResetIndonesia," tulis akun @barengwarga, Jumat (5/9/2025).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenal Gen Z dari Aksi Demo 2025: Kritis, Estetik, Bertahan dengan Humor

Dalam infografis tersebut, CELIOS menjelaskan alur kemarahan publik sejak tahun 2023 sebelum Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam Pemilu 2024.

Lantas, bagaimana CELIOS mengurai kejadian-kejadian itu sebagai pemicu kemarahan publik?

Masalah yang tidak selesai picu kemarahan publik

Founder dan Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira memaparkan bahwa akumulasi kemarahan publik disebabkan rentetan kejadian-kejadian yang sebelumnya tidak terselesaikan.

Sejak akhir 2023, lembaga pemerhati ekonomi itu mencatat sudah ada sejumlah peristiwa yang memicu reaksi keras masyarakat. 

Menurut Bhima, publik marah karena perasaan mereka sudah berkali-kali dilukai sejak perubahan syarat Capres-Cawapres oleh Mahkamah Konstitusi 2023 lalu.

Selain itu, masyarakat sudah lama merasakan ketimpangan ekonomi yang diikuti dengan pelarangan penjualan LPG 3 kg di pengecer. 

Situasi yang tidak ideal ini kemudian semakin memanas karena ucapan dan sikap anggota DPR ketika menghadapi kritikan dari masyarakat. 

"Ada akumulasi kemarahan publik sebelum kejadian tanggal 25 hingga 28 Agustus 2025, mulai dari pelanggaran konstitusi, ketimpangan ekonomi, gas LPG 3 kg hingga ucapan anggota DPR yang melukai perasaan warga," kata Bhima ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/9/2025). 

Baca juga: Jawaban DPR soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Tunjangan Dipangkas, Warganet Tetap Tidak Puas

Menurutnya, ucapan Sahroni serta sikap Eko Patrio bukanlah semata-mata menjadi alasan publik menggelar aksi protes. 

Bahkan, demonstrasi semakin marak selama beberapa minggu terakhir. 

Bhima berpendapat, letak masalah ada di eksekutif yang membantu Presiden RI Prabowo Subianto dalam menjalankan pemerintahan. 

"Jadi tidak benar bahwa aksi protes yang marak dan serentak di berbagai wilayah hanya karena Sahroni, Eko Patrio saja sebagai anggota DPR, tapi ada masalah di eksekutif, di pembantu Prabowo langsung," jelasnya. 

Lebih lanjut, Bhima menyatakan bahwa masalah-masalah itu jika tidak diselesaikan maka tidak akan meredam kemarahan publik sepenuhnya.

Jika penangkapan aktivis dilakukan untuk meredam massa terus dilakukan, ketidakpuasan publik tetap akan ada. 

"Masalah tadi kalau tidak diselesaikan maka ketidakpuasan publik saat ini hanya temporer diredam dengan penangkapan aktivis, tapi akar masalah penyebab kemarahannya tidak selesai," ujarnya. 

Baca juga: Deadline 17+8 Tuntutan Rakyat Jatuh Hari Ini, Begini Respons Sejumlah Pejabat

Rentetan kejadian yang memicu kemarahan publik

Berdasarkan pengamatan CELIOS, berikut kasus-kasus yang telah memicu kemarahan publik hingga akhir Agustus 2025: 

16 Oktober 2023

  • MK mengubah syarat Capres-Cawapres, jalan mulus Gibran jadi Cawapres Prabowo. 

14 November 2024

  • Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPn) menjadi 12 persen mulai Januari 2025.

22 Januari 2025

  • Pemangkasan anggaran jilid 1 sebesar Rp 306,7 triliun.

23 Januari 2025

  • RUU KUHAP mulai dibahas (inisiatif DPR), "dimulai dari nol".

31 Januari 2025

  • Pemerintah umumkan larangan jual LPG 3 kg di pengecer mulai 1 Februari 2025.

Februari 2025

  • Lonjakan harga beras mulai mencuat di pemberitaan nasional.

24–27 Februari 2025

  • Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina mencuat.

21 Maret 2025

  • Respons Hasan Nasbi soal teror Kepala Babi ke Redaksi Tempo: "Dimasak saja".

23 April 2025

  • Gelombang PHK di berbagai sektor terutama industri dan teknologi informasi.

25 April 2025

  • Maraknya kasus keracunan dalam Program MBG.

26 Maret 2025

  • Revisi UU TNI disahkan DPR.

2 April 2025

  • Revisi UU Polri.

Awal Mei 2025

  • Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) menuai kritik.

15 Mei 2025

  • Peningkatan utang luar negeri RI naik menjadi Rp 7.144,6 triliun. 

28 Mei 2025

  • DPR menyetujui proyek penulisan ulang sejarah Indonesia versi pemerintah. 

3–9 Juni 2025

  • "Raja Ampat bukan tanah kosong", isu lingkungan terkait pengerukan pulau di Raja Ampat untuk tambang nikel.

16 Juni 2025

  • Bagi-bagi jabatan komisaris BUMN di lingkungan kementerian.

4–10 Juli 2025

  • Viral surat istri Menteri UMKM minta pendampingan KBRI.

10 Juli 2025

  • Beras premium dioplos.

20 Juli 2025

  • Prabowo sebut "Kabur aja dulu" dan "Indonesia gelap isu bayaran". 

5 Agustus 2025

  • Rilis resmi BPS: pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2025.

12–13 Agustus 2025

  • Statement Nusron Wahid: “Tanah yang menganggur adalah milik negara”.

12–13 Agustus 2025

  • Krisis kenaikan PBB meledak (awal gelombang besar demo Pati).

19–21 Agustus 2025

  • Tunjangan rumah DPR Rp50 juta/bulan menjadi viral dan diklarifikasi pimpinan DPR.

25 Agustus 2025

  • Penganugerahan Bintang Mahaputera (sebagian penerima menuai kritik publik). 

28 Agustus 2025

  • Tragedi Affan Kurniawan saat aksi (Jakarta) memicu eskalasi nasional. 

Setelah kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan, rekan-rekan satu profesi pun dari berbagai wilayah pun melakukan aksi solidaritas.

Namun sayangnya, aksi tersebut berakhir dengan kerusuhan antara aparat dengan massa. 

Kemudian, gelombang demonstrasi sejak akhir Agustus 2025 melahirkan 17+8 Tuntutan Rakyat yang digagas sejumlah influencer.

Pada Jumat (5/9/2025), DPR RI menanggapi dengan enam poin utama. 

Salah satunya penghentian tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan bagi anggota dewan, fasilitas yang sebelumnya menuai kritik luas dan disebut sebagai salah satu pemicu kemarahan publik.

Meski sudah ada respons, tanggapan itu belum menjawab semua 17 tuntutan yang seharusnya dituntaskan pada Jumat (5/9/2025) lalu. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi