SIAPA pun manajer atau pelatih yang mengadu nasib di Liga Premier Inggris (EPL) di abad 21, ia harus bersiap menjadi bayang-bayang Alex Ferguson.
Saking menancapnya, ia menerima gelar kebangsawanan, Sir dari kerajaan Inggris pada 22 Juni 1999. Itu adalah momen emas Ferguson setelah mengantarkan David Beckham dkk meraih treble: menggondol trofi Liga Champions, Liga Premier serta FA di musim 1998/1999.
Saat itu Manchester United tak hanya jadi penguasa Inggris, tapi raja Eropa.
Dari musim 1992/1993 hingga 2012/2013, Sir Alex menyabet 13 trofi Liga Premier Inggris. Itu tak dapat dijangkau oleh Arsene Wenger, Josep Guardiola, Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, Juergen Klopp atau Antonio Conte.
Rekor itu akan tetap dalam genggaman Ferguson, bahkan jika Pep, yang kini masih menukangi Manchester City, ditakdirkan hidup lebih dari 100 tahun.
Di masa pria Skotlandia itu meracik "Setan Merah", MU biasa juara back to back, juga tiga musim beruntun. Yang tidak terjadi, Ferguson disalip Pep untuk urusan juara empat musim beruntun.
Ferguson gagal mengemas rekor Pep karena disaingi oleh pelatih atau manajer berkelas seperti Wenger, Mourinho, Ancelotti atau Roberto Mancini.
Nama terakhir ini bikin jantung Ferguson berdegup kencang karena memaksa penentuan jawara EPL musim 2011/2012 hingga pekan terakhir. Sergio Aguero dkk merampas trofi dari MU cuma karena punya selisih gol lebih baik.
Arne Slot, arsitek Liverpool yang mengantar The Reds juara di musim lalu, juga begitu. Sebelum bermimpi jadi "dewa" seperti Alex Ferguson, orang Belanda ini mesti membuktikan satu hal: Mampukah ia mempertahankan trofi atau meraih titel tertinggi di Inggris secara back to back?
Di musim 2025/2026, kelihatan betul Liverpool dan Slot berhasrat mengukir kegemilangan di EPL.
Pemilik klub, Fenway Sport Group, royal menggelontorkan poundsterling. Tiga pemain, yakni Florian Wirtz, Hugo Ekitike dan Alexander Isak, tergolong kakap.
Ketiganya dibeli dengan harga yang bikin geleng-geleng kepala. Isak yang "cuma" menonjol di Newcastle United dibawa ke stadion Anfield seharga 125 juta pound atau Rp 2,8 triliun.
Selain itu, ada juga Jeremie Frimping dan Milos Kerkez. Liverpool benar-benar berubah--kalau bukan kalap.
Di masa awal Klopp, Liverpool sulit merogoh kocek, kini ia menjelma menjadi klub yang ringan tangan menguras uang hingga 415 juta pounds atau Rp 9,2 triliun - Rp 9,3 triliun.
Bandingkan dengan sembilan musim Klopp. Pelatih asal Jerman yang menyulap Liverpool jadi "ngerock" itu menghabiskan 807 juta pounds atau sekitar Rp 15,3 triliun selama memimpin Liverpool (Gilabola.com, 27 Januari 2024).
Pengeluaran itu tidak mungkin terwujud jika tak ada pemasukan dari penjualan pemain. Dari melego Darwin Nunez, Luis Diaz dan Jarell Quansah saja, klub dengan basis pendukung militan ini menghimpun 200 juta pounds.
Apalagi pendapatan klub, termasuk dari raihan juara EPL musim 2024/2025, cukup gendut, mencapai 308 juta pounds (Bola.net, 2/9/2025).
Secara keuangan alias pertimbangan ekonomi dan hitung-hitungan industri, belanja 405 juta pounds itu lumrah. The Reds sedang menempuh perjalanan yang lain di mana puluhan juta pounds untuk seorang pemain jadi "kecil", gampang dan amat masuk akal.
Liverpool sedang memperkuat skuad untuk memberi komposisi pemain yang lebih banyak kepada Slot yang melakoni empat mandala: EPL, Liga Champions, Piala FA dan Piala Liga.
Dengan suntikan pemain anyar nan mahal, klub ini percaya diri melayari persaingan Liga Premier Inggris. Hingga tiga laga, Mohamed Salah dkk kukuh di puncak klasemen dengan poin maksimal sembilan, hasil menang atas Bournemouth, Newcastle United dan Arsenal.
Florian Wirtz, Hugo Ekitike, Jeremie Frimpong dan Milos Kerkes langsung merampas posisinya dalam line up. Cuma Frimpong cidera di pekan pembuka.