
WARTAWAN ternama Amerika Bill Keller pernah berkata, "kutukan menjadi jurnalis adalah selalu punya pertanyaan yang lebih banyak ketimbang jawaban".
Begitulah prinsip wartawan sejati yang tidak cepat puas pada jawaban. Ibarat membuka boneka Matryoshka, maka akan muncul boneka demi boneka lain.
Satu jawaban akan melahirkan sedikitnya lima tipe pertanyaan baru, yakni what, who, where, when, why, dan how? Itulah 5W1H yang selalu jadi prinsip wartawan di mana pun berada.
Semakin banyak pertanyaan di kepala wartawan, maka akan semakin banyak detail laporan yang bisa disajikan.
Karena lebih banyak bertanya ketimbang berkesimpulan, dua wartawan muda Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, bisa melahirkan mahakarya monumental dalam dunia jurnalistik.
Berangkat dari pertanyaan sederhana soal bagaimana lima perampok bisa membobol kantor Demokrat di saat momen politik penting di Amerika.
Baca juga: Kegagalan Timnas ke Piala Dunia 2026 dan Kisah Bodoh Penambang Emas
Jawaban yang mereka dapat dari narasumber rahasia dengan sandi Deep Throat justru semakin memancing pertanyaan demi pertanyaan lain.
Deretan pertanyaan itu semua mengarah pada kegiatan politik kotor dari pejabat tinggi di pemerintahan Richard Nixon.
Karena "kutukan" wartawan yang lebih banyak bertanya dibanding cepat berkesimpulan itulah salah satu karya jurnalistik terbesar dalam sejarah itu bisa menumbangkan seorang presiden Amerika.
Waktu kini berganti jauh melintasi era wartawan macam Bob Woodward dan Carl Bernstein. Era teknologi pintar seperti saat ini banyak membantu atau menjebak wartawan.
Tingkah polah wartawan bergeser. Banyak yang kemudian memilih jalan pintas. Ketimbang berpeluh dengan narasumber atau data langsung di lapangan, mereka memilih jalan pintas via teknologi.
Artificial intelligence, "mbah google", atau ponsel jadi senjata utama wartawan era kini dalam mencari informasi.
Pergeseran cara itu hal biasa. Yang penting prinsip kerjanya, kode etik, maupun semangatnya tetap sama.
Jangan kemudahan mencari informasi via teknologi malah menjebak wartawan, tidak lagi banyak bertanya, tapi banyak berkesimpulan. Inilah yang membedakan wartawan dengan konten kreator pada umumnya.
Meski wartawan itu menjadikan kanal media sosial sebagai piranti utama dalam menyebarkan informasi, tapi prinsip jurnalistik akan tetap menjadi warna utama.