JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IV DPR RI sekaligus anak Presiden ke-2 Soeharto, Titiek Soeharto tidak ingin berharap banyak dengan wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk ayahnya.
Wacana tersebut, menurutnya, kerap muncul di setiap pergantian pemerintahan, namun belum pernah terwujud hingga sekarang.
“Pak Harto sudah wafat dari tahun, sudah lama sekali ya. Setiap tahun wacana ini, setiap hari pahlawan selalu muncul, muncul, muncul. Kita sampai sudah ah, sudah lah mau dikasih gelar atau enggak, pokoknya beliau pahlawan buat kita semua,” ujar Titiek saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (22/4/2025).
Titiek menekankan bahwa pihak keluarga tak bisa memaksakan pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
Baca juga: Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Titiek: Alhamdulillah, Insya Allah Kejadian...
Namun, dia memastikan bahwa pihak keluarga menyambut baik apabila pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ingin mewujudkan wacana tersebut.
“Iya, alhamdulillah kalau pemerintah mau berkenan untuk menganugerahkan gelar pahlawan untuk Presiden Soeharto, karena mengingat jasanya begitu besar kepada bangsa negara,” kata Titiek.
“Akan tetapi buat kami, keluarga, diberi gelar atau tidak diberi gelar Pak Harto adalah pahlawan buat kami. Dan saya yakin pahlawan buat berjuta-juta rakyat Indonesia yang mencintai dia,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Soeharto diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.
Selain Soeharto, ada sembilan nama lainnya yang juga diusulkan dalam daftar calon Pahlawan Nasional.
Baca juga: Golkar Dukung Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
Mereka adalah KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Lalu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).
Di samping jasa-jasanya sebagai presiden, sosok Soeharto juga diliputi kontroversi dan catatan hitam, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia serta dugaan korupsi.
Sejarawan dari UGM, Agus Suwignyo, menyampaikan tinjauannya.
“Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya di tahun 1965,” ujar Agus seperti dilansir dari laman UGM.
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi, menyatakan pemerintah merasa tidak ada yang salah dari usulan untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional.