Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut UU BUMN Dapat Jadi Pintu Masuk Kejahatan Sempurna

Kompas.com - 06/05/2025, 12:47 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Ardito Ramadhan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dapat menjadi pintu masuk terjadinya kasus korupsi di perusahaan-perusahaan pelat merah.

Peneliti ICW Yassar Aulia beralasan, UU BUMN mengatur bahwa direksi dan komisaris BUMN bukanlah penyelenggara negara sehingga mempersulit para penyidik untuk menindak kasus korupsi.

"Kami menyebutnya ada potensi besar bahwa undang-undang ini menjadi pintu masuk, dalam tanda kutip, kejahatan sempurna korupsi di BUMN, karena pertama, pintu masuk penyidik untuk menindak kasus korupsi di BUMN menjadi sangat sulit karena jajaran pimpinan BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara," kata Yassar saat dihubungi, Selasa (6/5/2025).

Yassar mengatakan, penyidik semakin sulit menindak kasus korupsi di BUMN mengingat Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) belum mengadopsi regulasi suap di sektor swasta.

Baca juga: Mengapa KPK Terancam Tak Dapat Tangkap Direksi BUMN?

Di sisi lain, UU baru ini memisahkan kerugian BUMN dari definisi kerugian negara sehingga tak lagi relevan dengan UU Tipikor.

"Jadi, baik dari konteks suap maupun korupsi dengan kerugian negara, penyidik akan sulit untuk masuk dan menindak di tubuh BUMN," ujarnya.

Lebih lanjut, Yassar mengatakan, saat ini ICW masih dalam tahap kajian bersama kelompok masyarakat sipil lainnya untuk mempertimbangkan bakal mengajukan judicial review atau uji materiil UU BUMN tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Belum ada rencana konkret, tetapi kami menemukan beberapa kesimpulan bahwa memang banyak substansi UU BUMN memiliki masalah yang konstitusional, utamanya terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," ucap dia.

Baca juga: Erick Thohir: Korupsi Tetap Dipenjara, UU BUMN Bukan Penghalang

Sebagai informasi, UU BUMN saat ini tengah menjadi sorotan karena membuat KPK tidak bisa menangkap pimpinan perusahaan pelat merah.

Pasal 3X Ayat (1) UU itu menyatakan, "Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara."

Kemudian, Pasal 9G berbunyi, "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara."

Sementara itu, UU KPK mengatur bahwa subyek hukum yang ditindak dalam korupsi adalah penyelenggara negara.

Menanggapi polemik ini, KPK mengaku akan mengkaji penerapan aturan pada UU BUMN tersebut.

"Tentunya dengan adanya aturan yang baru perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK," kata Juru Bicara Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Tessa mengatakan, KPK akan mengkaji sejauh mana perubahan aturan tersebut berdampak terhadap kewenangan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN.

"Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani," ujarnya.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau