JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Abdullah mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) memprioritaskan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dengan anggaran Rp 9,982 triliun di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022.
Menurutnya, Kejagung harus bergerak cepat dan transparan dalam menindaklanjuti kasus tersebut.
"Kasus ini menyangkut keuangan negara dan menyentuh sektor pendidikan yang sangat vital. Dugaan mark-up harga dalam pengadaan laptop Chromebook harus dijadikan prioritas pengusutan. Kejaksaan Agung tidak boleh ragu menelusuri aliran dana dan menetapkan tersangka jika bukti sudah cukup," ujar Abdullah lewat keterangan tertulisnya, Selasa (10/6/2025).
Baca juga: Nadiem Ungkap Alasan Pengadaan Laptop Chromebook: Lebih Murah
Di samping Kejagung, ia meminta kementerian, penyedia barang, hingga yang terlibat dalam penganggaran kooperatif selama proses penyelidikan.
Sebab kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dengan anggaran Rp 9,982 triliun sangat mencoreng dunia pendidikan Indonesia.
"Kita tidak ingin dunia pendidikan justru tercoreng oleh praktik-praktik tidak terpuji seperti ini. Saya meminta aparat penegak hukum bekerja cepat, transparan, dan profesional," tegas Abdullah.
Komisi III, kata Abdullah, akan mengawal kasus yang melibatkan mantan staf khusus (stafsus) Mendikbudristek itu.
"Tentu kita harus tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dan menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Kejaksaan Agung," ujar Abdullah.
Baca juga: Nadiem Sebut Ada Uji Coba Laptop Chromebook di Daerah 3T: Terjadi Sebelum Kepemimpinan Saya
Diketahui, tiga mantan stafsus Mendikbudristek berinisial FH, JT, dan IA diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dengan anggaran Rp 9,982 triliun di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022.
"Info dari penyidik, pemeriksaannya tidak bersamaan harinya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada Kompas.com, Senin (9/6/2025).
Penyidik sendiri telah menggeledah apartemen FH, JT, dan IA pada 21 dan 23 Mei 2025. Dari penggeledahan, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen.
Harli mengatakan, penyidik mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat oleh berbagai pihak yang mengarahkan kajian tim teknis agar memutuskan penggunaan sistem operasi Chrome OS.
Padahal, penggunaan Chromebook bukanlah suatu kebutuhan. Hal ini karena pada 2019 telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek dan hasilnya tidak efektif.
Baca juga: Eks Stafsus Terseret Kasus Chromebook, Nadiem: Saya Tak Menoleransi Korupsi
Kajian tim teknis saat itu merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek mengganti kajian tersebut yang merekomendasikan sistem operasi Chrome OS.
Dari sisi anggaran, Kapuspenkum mengatakan bahwa pengadaan itu menghabiskan dana sebesar Rp 9,982 triliun. Dana hampir puluhan triliun tersebut terdiri atas Rp 3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp 6,399 triliun berasal dari dana alokasi khusus (DAK).
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini