JAKARTA, KOMPAS.com – “Pemimpin adalah dia yang mampu menyalakan api semangat dalam kegelapan paling pekat.”
Ungkapan itu seakan menemukan maknanya dalam sosok Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI Didiek Hartantyo. Kisah kepemimpinannya selama memimpin KAI melewati krisis pandemi Covid-19 dituangkan dalam buku Masinis yang Melintasi Badai.
Namun, buku tersebut tidak hanya berisi kisah heroik seorang pemimpin dalam menghadapi krisis. Buku ini juga menjadi cermin reflektif atas nilai-nilai kepemimpinan, ketangguhan, serta proses kreatif yang melibatkan emosi, dedikasi, dan kedekatan personal antara penulis dan subyeknya.
Buku Masinis yang Melintasi Badai resmi diluncurkan pada Rabu (15/5/2025), tetapi ide dan proses kreatifnya telah dimulai sejak Oktober 2024. Bahkan jauh sebelum itu, kedua penulis, yakni Zulfikar Akbar dan Wisnu Nugroho telah laman mengenal Didiek Hartantyo dan dunia KAI.
Baca juga: Masinis yang Melintasi Badai, Perjalanan Didiek Hartantyo Memimpin Transformasi KAI di Masa Kritis
Pada acara Bedah Buku: Didiek Hartantyo - Masinis yang Melintasi Badai di Gramedia Makarya, Jakarta, Kamis (30/7/2025), Zulfikar mengungkapkan bahwa penulisan buku tersebut adalah pengalaman yang sangat personal.
“Menulis buku ini seperti membangun frekuensi. Saya tidak hanya berpikir soal fakta, tetapi juga menghayati perasaan Pak Didiek sebagai pemimpin yang bertarung dengan kondisi penuh ketidakpastian,” tuturnya.
Saking intensnya proses penulisan, Zulfikar bahkan menyelesaikan beberapa bagian naskah dari rumah sakit saat dirawat karena tifus.
Sementara itu, sebagai editor, Wisnu menyebut proses penyusunan buku itu menjadi sarana refleksi pribadi dirinya.
Baca juga: Budaya Keselamatan KAI Capai Level Proaktif, Dirut Didiek : Hasil Sinergi Seluruh Elemen
"Saya seperti berkaca. Kalau saya membaca buku ini sebelum jadi pemimpin, mungkin saya akan punya lebih banyak pegangan," katanya.
Keduanya sepakat bahwa buku biografi tersebut bukan bentuk glorifikasi, melainkan upaya jujur menangkap nilai-nilai kepemimpinan yang bekerja dalam senyap.
Salah satu keunikan buku Masinis yang Melintasi Badai terletak pada pendekatan penulisannya. Tidak seperti kebanyakan buku biografi pada umumnya yang dibangun dari wawancara langsung dengan tokoh utama, buku ini justru ditulis berdasarkan narasi "bottom-up".
Para penulis menggali cerita dari orang-orang di sekitar Didiek, mulai dari staf, kolega, hingga pemangku kepentingan lain, untuk membangun sosoknya secara utuh dari sudut pandang luar.
Zulfikar menjelaskan bahwa pendekatan itu diambil agar narasi terasa lebih autentik dan membumi.
"Kami ingin menangkap bagaimana kepemimpinan Pak Didiek dirasakan oleh orang-orang yang bekerja dengannya. Bukan dari pengakuan pribadi, melainkan dari pantulan orang lain," katanya.
Didiek menyebut bahwa buku ini bukan biografi dirinya, melainkan cerita kolektif tentang perjalanan sebuah organisasi publik yang memilih bertahan dengan cara yang tidak biasa.