Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
WT. Daniealdi
Dosen UNIKOM Bandung

Pemerhati masalah politik, pertahanan-keamanan, dan hubungan internasional. Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.

Membubarkan DPR: Solusi atau Bunuh Diri Demokrasi?

Kompas.com - 26/08/2025, 05:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, seruan pembubaran DPR mengemuka. Massa sampai turun ke jalan mendesak pembubaran DPR, Senin (25/7/2025). Unjuk rasa di sekitar Senayan, Jakarta, tersebut berakhir ricuh.

Tuntutan yang radikal ini lahir di tengah kontroversi kenaikan tunjangan rumah bagi anggota DPR sebesar Rp 50 juta per orang per bulan. Kebijakan yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lesu.

Fenomena ini tidak bisa dibaca sekadar sebagai euforia sesaat di jagat digital. Ia adalah refleksi nyata dari jurang yang makin lebar antara rakyat dengan wakilnya.

Dalam politik, persepsi publik sama pentingnya dengan fakta. Ketika masyarakat merasa dikhianati, legitimasi lembaga politik bisa runtuh. Karena itu, pertanyaan provokatif pun muncul: apakah membubarkan DPR adalah jalan keluar?

Krisis Kepercayaan yang nyata

DPR saat ini memang tengah menghadapi krisis legitimasi. Data survei menunjukkan tren yang konsisten, di mana lembaga legislatif ini selalu berada di posisi buncit dalam hal kepercayaan publik.

Survei Indikator Politik Indonesia (Januari 2025) menempatkan DPR hanya di peringkat ke-10 dari 11 lembaga negara yang diukur.

Baca juga: DPR dan Arogansi Wakil Rakyat

Sementara survei Indonesian Political Opinion (IPO, Mei 2025) mencatat DPR hanya dipercaya oleh 45,8 persen publik, jauh tertinggal dari presiden yang mendapat kepercayaan 97,5 persen dan TNI sebesar 92,8 persen.

Angka-angka ini bukan sekadar statistik dingin, melainkan alarm keras bahwa DPR semakin teralienasi dari rakyat yang diwakilinya. Ketika DPR tidak mampu membangun kepercayaan, legitimasi politik yang menjadi dasar keberadaannya terancam.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, bahkan menegaskan bahwa rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR adalah konsekuensi dari “utang kinerja” yang terus menumpuk, yaitu produk legislasi yang minim, pengawasan mandul, dan penganggaran yang lebih sering menjadi stempel kebijakan pemerintah ketimbang arena perdebatan substantif.

Dalam kondisi seperti ini, wacana pembubaran DPR terdengar rasional, bahkan menggoda, terutama bagi masyarakat yang lelah melihat kinerja legislator.

Namun, jika ditilik lebih jauh, gagasan ini lebih banyak dipenuhi romantisme politik ketimbang rasionalitas hukum dan konstitusi.

Secara historis, Indonesia pernah punya preseden. Pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante.

Dekrit itu mengakhiri percobaan demokrasi parlementer pasca-Kemerdekaan, dan mengembalikan UUD 1945 sebagai konstitusi.

Namun, langkah ini sekaligus membuka jalan menuju rezim Demokrasi Terpimpin, di mana kekuasaan terpusat di tangan presiden, partai-partai dipreteli, dan parlemen hanya menjadi ornamen kekuasaan.

Sejarah membuktikan bahwa membubarkan lembaga legislatif lewat dekrit bukan jalan keluar bagi demokrasi. Sebaliknya, ia menjadi pintu masuk menuju otoritarianisme.

Halaman:


Terkini Lainnya
Ini Alasan Prabowo Belum Lantik Menko Polkam Pengganti Budi Gunawan
Ini Alasan Prabowo Belum Lantik Menko Polkam Pengganti Budi Gunawan
Nasional
KPK Panggil Analis OJK Jadi Saksi Kasus Dana CSR BI-OJK
KPK Panggil Analis OJK Jadi Saksi Kasus Dana CSR BI-OJK
Nasional
Prabowo Anggap Penting Budaya 'Warga Jaga Warga': Tak Ada Alasan untuk Izinkan Kekerasan
Prabowo Anggap Penting Budaya "Warga Jaga Warga": Tak Ada Alasan untuk Izinkan Kekerasan
Nasional
Prabowo Sebut Usul Bentuk Tim Investigasi Independen Pascademo Masuk Akal
Prabowo Sebut Usul Bentuk Tim Investigasi Independen Pascademo Masuk Akal
Nasional
BGN Ungkap 5 Kabupaten Masih Belum Punya SPPG untuk MBG
BGN Ungkap 5 Kabupaten Masih Belum Punya SPPG untuk MBG
Nasional
Puteri Komarudin Diusulkan Jadi Menpora? Ini Kata Bahlil
Puteri Komarudin Diusulkan Jadi Menpora? Ini Kata Bahlil
Nasional
Mendagri Ingatkan Bansos Harus Tepat Sasaran demi Turunkan Kemiskinan Ekstrem
Mendagri Ingatkan Bansos Harus Tepat Sasaran demi Turunkan Kemiskinan Ekstrem
Nasional
Prabowo di Forum BRICS: Perdagangan dan Keuangan Kini Jadi Senjata di Politik Dunia
Prabowo di Forum BRICS: Perdagangan dan Keuangan Kini Jadi Senjata di Politik Dunia
Nasional
Daftar Lengkap 49 Menteri Prabowo, Usai Lakukan Reshuffle Kedua
Daftar Lengkap 49 Menteri Prabowo, Usai Lakukan Reshuffle Kedua
Nasional
BPKH Salurkan Nilai Manfaat Rp 2,1 Triliun untuk 5,4 Juta Jemaah
BPKH Salurkan Nilai Manfaat Rp 2,1 Triliun untuk 5,4 Juta Jemaah
Nasional
Di Forum BRICS, Prabowo Soroti Standar Ganda Hukum Internasional
Di Forum BRICS, Prabowo Soroti Standar Ganda Hukum Internasional
Nasional
KPK Ingatkan Menteri yang Baru Dilantik Prabowo Segera Lapor LHKPN
KPK Ingatkan Menteri yang Baru Dilantik Prabowo Segera Lapor LHKPN
Nasional
Peluang Restorative Justice, Harapan Pulang Anak dan Mahasiswa Usai Kerusuhan Agustus
Peluang Restorative Justice, Harapan Pulang Anak dan Mahasiswa Usai Kerusuhan Agustus
Nasional
Klaim Hotman: Nadiem Tak Terima Uang dan Tidak Mark Up Laptop Chromebook, Mirip Kasus Tom Lembong
Klaim Hotman: Nadiem Tak Terima Uang dan Tidak Mark Up Laptop Chromebook, Mirip Kasus Tom Lembong
Nasional
PPP NTB Resmi Dukung Mardiono Pimpin Kembali PPP di Periode 2025–2030
PPP NTB Resmi Dukung Mardiono Pimpin Kembali PPP di Periode 2025–2030
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau