JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan syarat mantan narapidana yang hendak maju menjadi calon di Pilkada, salah satu aturannya yakni mantan narapidana dengan hukuman di bawah lima tahun tak perlu menunggu jeda untuk maju Pilkada.
Aturan baru ini adalah putusan MK nomor 32/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno 1, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan yang diajukan Petrus Ricolombus Omba, eks calon bupati Boven Digoel yang didiskualifikasi karena tidak mengumumkan status mantan narapidana-nya.
Baca juga: MK Larang Eks Napi Jadi Caleg Sebelum 5 Tahun Bebas, KPU Segera Revisi Aturan untuk DPD
Dalam putusan tersebut, MK menambah beberapa syarat calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 Ayat 2 huruf g Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada.
Ada lima ketentuan yang ditetapkan MK, tiga di antaranya adalah ketentuan baru yang diputuskan dalam perkara tersebut.
Ketentuan pertama terkait dengan narapidana yang melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih wajib menunggu jeda lima tahun untuk mencalonkan diri terhitung setelah hukuman pidananya selesai.
Baca juga: Mantan Napi yang Sudah Bebas 5 Tahun Boleh Maju Pilkada Jakarta, tapi Harus Terbuka ke Publik
Ketentuan kedua, mantan napi yang dipidana karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara kurang dari lima tahun tidak perlu menunggu jeda dan bisa mencalonkan diri setelah hukumannya berakhir.
Ketentuan ini adalah ketentuan terbaru yang sebelumnya tidak diatur sehingga diberlakukan sama seperti narapidana yang dihukum di atas lima tahun.
Ketentuan ketiga, mantan narapidana harus jujur dan terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana kepada masyarakat melalui media massa.
Baca juga: MK Diskualifikasi Cawabup Pasaman Anggit Nasution, Tak Jujur soal Status Eks Napi
Ketentuan barunya adalah, para calon kepala daerah ini wajib mengulang pengumuman latar belakang ini jika berpindah daerah pemilihan atau mencalonkan ke tingkat lain, seperti dari walikota/bupati ke gubernur.
Ketentuan keempat, meminta agar latar belakang jati diri calon wajib dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum melalui aplikasi pencalonan.
Hal ini sebelumnya tidak diatur.
Terakhir atau kelima, ketentuan terkait residivis tidak boleh ikut menjadi calon kepala daerah yang dipertegas kembali dalam putusan tersebut.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini