| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Janji Pemerintah Buka 19 Juta Lapangan Kerja, CELIOS : Sulit Tercapai


Minggu, 08 Juni 2025 / 18:03 WIB
Janji Pemerintah Buka 19 Juta Lapangan Kerja, CELIOS : Sulit Tercapai
ILUSTRASI. Direktur dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara. Prabowo-Gibran pernah melontarkan akan membuka 19 juta lapangan kerja.CELIOS menilai target tersebut sulit tercapai.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebelum resmi terpiih menjadi presiden dan wakil presiden, Prabowo-Gibran pernah melontarkan akan membuka 19 juta lapangan kerja.

Hal ini disampaikan Gibran Rakabuming Raka saat masih berstatus calon wakil presiden pada debat Pilpres keempat, Januari 2024.

"Jika agendalisasi pemerataan pembangunan transisi menuju energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal Insyaallah akan terbuka 19 juta pekerjaan dan 5 juta diantaranya adalah peluang kerja di bidang green job," kata Gibran dalam agenda debat cawapres di JCC Senayan, Minggu (21/1/2024). 

Direktur Center of Economic dan Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, data Maret 2025 menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja naik 3,59 juta orang. Spesifik di administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial turun 150.000 orang. Artinya, dari sisi lapangan kerja pemerintah saja angkanya turun. 

Sementara andaikan penduduk bekerja naik 3,59 juta orang per tahun pada 2029 angkanya hanya ada 17,95 juta penduduk bekerja yang baru. Itu artinya masih ada selisih dari janji 19 juta lapangan kerja yang pernah dikatakan Gibran.

Baca Juga: TikTok Shop PHK Ratusan Karyawan, Cek Cara Ajukan JKP Untuk Tunjangan PHK 60% Gaji

"Sementara kondisi ekonomi sekarang sedang tertekan, PHK diperkirakan tembus 280.000 orang tahun ini," ujar Bhima kepada Kontan, Minggu (8/6).

Bhima menambahkan, rasio investasi dengan lapangan kerja makin tidak berbanding lurus. Investasi masuk lebih ke sektor padat modal. Akibatnya setiap Rp1 triliun investasi asing hanya menyerap 1.000 orang tenaga kerja. 

"Zaman covid-19 angkanya bisa 1.300 orang per Rp1 triliun PMA. Berarti kualitas investasinya makin jelek," ucap Bhima.

Selain itu, Bhima menyebut, pemerintah lewat program koperasi desa merah putih (Kopdes MP) juga punya masalah dalam menyerap tenaga kerja. Hal ini karena kopdes MP menjadi subsitusi UMKM dan BUMDes yang sudah ada. 

Kopdes MP akan head to head dengan usaha di desa, dan itu justru menciptakan banyak usaha gulung tikar.

"Hitungan CELIOS dengan adanya Kopdes MP, 175.000 lapangan kerja di sektor farmasi jadi terancam," ungkap Bhima.

Begitu juga dengan program hilirisasi, Bhima menilai efeknya tidak terlalu besar menyerap tenaga kerja. Bahkan petani dan nelayan harus kehilangan pendapatan karena hilirisasi dilakukan tanpa tata kelola yang baik. 

"Bisa dibilang skenario pemerintah akan gagal buka 19 juta lapangan kerja kalau programnya bermasalah," terang Bhima.

Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer memaparkan strategi komprehensif Indonesia untuk mendorong transisi dari sektor informal ke sektor formal secara berkelanjutan dan inklusif.

“Per Februari 2025, lebih dari 59 persen pekerja Indonesia masih berada di sektor informal. Ini bukan sekadar angka, tapi sinyal bahwa kita butuh perubahan nyata dan sistemik,” kata Immanuel di forum Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference/ILC) ke-113 di Jenewa, Swiss, Rabu (4/6).

Untuk mempercepat peralihan pekerja sektor informal ke sektor formal, pemerintah merancang tiga strategi utama yang dijalankan secara simultan. Pertama, menciptakan lapangan kerja formal berbasis ekonomi hijau dan digitalisasi industri. 

Kedua, meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan vokasi dan pemagangan industri. Ketiga, memperkuat layanan penempatan kerja lewat digitalisasi sistem nasional melalui platform SIAPKerja.

“Langkah ini kami ambil agar sistem ketenagakerjaan Indonesia bisa lebih kuat dan siap menghadapi perkembangan teknologi serta perubahan cara kerja di masa depan,” ucap Immanuel.

Ia juga menegaskan bahwa secara prinsip, seluruh strategi tersebut telah sejalan dengan Rekomendasi ILO No. 204. Rekomendasi tersebut menyerukan negara anggota untuk mendukung transisi dari ekonomi informal ke formal dengan menjunjung hak-hak pekerja, peningkatan produktivitas, dan perlindungan sosial yang inklusif.

Seiring dengan itu, pemerintah terus memperluas cakupan perlindungan sosial, termasuk bagi pekerja informal. Program seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi juga alat strategis dalam membangun daya tahan dan mobilitas ekonomi tenaga kerja.

“Kami ingin memastikan tidak ada pekerja yang merasa sendirian saat menghadapi perubahan. Sistem perlindungan sosial harus hadir bagi semua, tidak hanya yang sudah bekerja formal,” kata Immanuel.

Baca Juga: PHK dan Lesunya Kurban

Selanjutnya: Valas Asia Kompak Melemah Seiring Pemulihan Dolar AS, Begini Proyeksinya Senin (9/6)

Menarik Dibaca: Promo Es Krim Alfamart Periode 1-15 Juni 2025, Es Krim Oreo Beli 2 Gratis 1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×