JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Asosiasi Mobil Bekas Indonesia (AMBI), Tjung Subianto, menilai sejumlah agen pemegang merek (APM) mobil listrik di Indonesia belum memikirkan dampak jangka panjang terhadap harga jual kembali produknya.
Menurutnya, strategi harga agresif yang diterapkan APM memang efektif mendongkrak penjualan baru, tetapi membuat harga mobil listrik bekas jatuh bebas. “Sekarang banyak APM yang fokusnya hanya jualan mobil baru. Mereka enggak pikirin resale value. Akhirnya, begitu ada potongan harga besar atau model baru keluar, harga bekasnya langsung jeblok,” ujar Tjung kepada Kompas.com (7/8/2025).
Ia mencontohkan fenomena di segmen mobil listrik, di mana beberapa pabrikan menurunkan harga ratusan juta rupiah hanya dalam hitungan bulan.
Baca juga: Mobil Bekas Harga 50 Jutaan Agustus 2025, Dapat Avanza sampai Vios
Wuling, misalnya, memangkas harga sejumlah model EV-nya, sementara BYD meluncurkan Atto 1 dengan harga hanya Rp 195 juta, lengkap dengan fitur premium di kelasnya.
“Dengan adanya mobil baru harga di bawah Rp 200 juta tapi fiturnya komplet, siapa yang mau beli mobil listrik bekas yang harganya lebih mahal? Pedagang jadi keteteran,” ucap Tjung.
Fenomena ini, lanjutnya, tidak hanya merugikan pedagang, tetapi juga konsumen yang membeli mobil listrik baru dengan harapan nilai jualnya bertahan.
Baca juga: Mobil Bekas Harga Rp 70 Jutaan Agustus 2025, Dapat Agya sampai Jazz
Koreksi harga yang tajam membuat banyak pemilik mobil listrik bekas harus merelakan kerugian besar saat dijual kembali.
“Brand China memang enggak mau pusing dengan hal itu, dia akan ciptakan terus. Misinya memang bukan untuk jaga harga bekasnya, tapi menguasai market,” kata dia.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini