KOMPAS.com - Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT) memasuki babak baru.
Sebanyak 20 prajurit TNI AD ditetapkan sebagai tersangka. Namun, desakan agar mereka tidak cukup hanya dipecat datang langsung dari Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman, Penasihat Khusus Presiden untuk Urusan Pertahanan Nasional sekaligus mantan KSAD.
Menurut Dudung, pemecatan bukan akhir dari proses hukum. Para tersangka tetap harus dijatuhi sanksi pidana atas perbuatannya.
Baca juga: Istri Anggota TNI Pemilik Akun Facebook “Nafa Arshana” Minta Maaf Usai Hina Prada Lucky Namo
“Sanksinya sudah pasti tegas itu. Pastinya yang terlibat langsung dipecat itu. Tetapi, tetap menjalani hukuman, enggak bisa dipecat begitu saja, terus bebas,” ujar Dudung di Istana Negara, Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Dudung juga menekankan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap prajurit baru, khususnya saat menjalani orientasi.
Menurutnya, pimpinan satuan, mulai dari danru, danton, hingga danki, harus turun langsung mengawasi setiap program pembinaan.
“Ya pengetatan terutama dalam pengawasan, baik danru, danton, danki, ini terjun ke lapangan setiap ada program, kegiatan prajurit-prajurit yang baru masuk, orientasi itu harus dilaksanakan dengan ketat,” tegasnya.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menjelaskan, kematian Prada Lucky bermula dari kegiatan pembinaan prajurit.
Ia mengungkapkan, sejumlah personel memang pernah mendapat pembinaan serupa, namun nasib nahas justru menimpa Prada Lucky.
“Motif, saya sudah sampaikan semuanya atas dasar pembinaan. Jadi, pada kesempatan ini saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit,” kata Wahyu di Mabes AD, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Wahyu menambahkan, kini penyidik tengah mendalami peran masing-masing tersangka. Tidak semua prajurit dikenakan pasal yang sama, sebab keterlibatan mereka berbeda-beda.
“Tentu kita perlu mendalami beberapa hal yang nanti akan menjadi esensi pemeriksaan terhadap para tersangka. Tapi, bisa saya katakan bahwa kegiatan-kegiatan pembinaan prajurit itu yang mendasari suatu hal terjadi pada masalah ini,” ujarnya.
Kasus penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky tidak hanya masuk ranah disiplin militer, tetapi juga pidana umum.
Sesuai aturan, prajurit TNI tetap tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Peradilan Militer (UU Nomor 31 Tahun 1997).
Beberapa pasal pidana yang berpotensi dikenakan, antara lain:
Selain itu, pasal 55–56 KUHP tentang turut serta bisa menjerat mereka yang terbukti ikut serta dalam tindak pidana.
Baca juga: Aksi 1.000 Lilin di Kupang: Mahasiswa Mengawal Keadilan bagi Prada Lucky
Karena para tersangka penganiaya Prada Lucky berstatus anggota aktif, sidang akan digelar di Pengadilan Militer, tetapi tindak pidananya tetap mengacu pada KUHP.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dudung Minta 20 Prajurit Tersangka Kematian Prada Lucky Jangan Cuma Dipecat TNI".
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini