KOMPAS.com - Berlari mungkin bisa membakar kalori lebih banyak setiap menitnya daripada berjalan, tetapi itu tidak menjadikannya lebih unggul dalam hal pembakaran lemak. Terlebih pada perempuan di atas usia 40-an dan sedang mengalami fase pramenopause. Seorang pelari bernama Katie Penland membagikan pengalamannya.
Katie tidak pernah membayangkan dirinya berhenti berlari. Sebagai mantan pelari ketahanan, hidupnya selama bertahun-tahun dipenuhi dengan jadwal latihan ketat: lebih dari 64 km lari setiap minggu, plus maraton dan setengah maraton yang seolah menjadi rutinitas. Namun memasuki usia 40-an, tubuhnya mulai berbicara dengan cara yang berbeda.
“Awalnya saya pikir saya hanya butuh lebih disiplin—lebih banyak lari, lebih keras lagi,” kenangnya. “Tapi yang terjadi malah sebaliknya: berat badan naik, energi menurun, dan saya terus merasa terjebak.”
Baca juga: 6 Manfaat Jalan Kaki 15 Menit Setiap Hari untuk Tubuh dan Pikiran
Di titik itulah Katie memutuskan untuk melakukan sesuatu yang bagi sebagian orang mungkin terdengar “aneh”, ia berhenti berlari dan beralih ke berjalan kaki.
“Itu hal paling alami namun juga paling kontroversial yang pernah saya lakukan untuk membakar lemak dan mendapatkan bentuk tubuh ideal,” katanya sambil tertawa.
Dari yang semula menempuh jarak puluhan km per minggu, Katie kini cukup berjalan 8.000 hingga 10.000 langkah sehari. Dalam enam minggu, hasilnya mengejutkan.
“Saya melihat lebih banyak perubahan dalam enam minggu itu dibandingkan bertahun-tahun sebelumnya. Tubuh kita berubah seiring usia, begitu juga kebutuhan kita dalam hal kebugaran dan pembakaran lemak,” ujarnya.
Baca juga: Kenali Efek Kehilangan Massa Otot di Usia 40-an
Penyebab berat badan semakin susah turun saat usia mulai menua.Lewat akun Instagram-nya, @katiepenland123, Katie berbagi pengalaman dan pandangan baru soal olahraga di usia matang. Menurutnya, berlari setiap hari justru bisa jadi bumerang bagi perempuan usia 40 tahun ke atas yang ingin menurunkan berat badan.
“Terlalu banyak kardio intens bisa merusak jaringan otot yang sebenarnya sangat kita butuhkan untuk energi,” tulisnya. “Kita mungkin melihat angka di timbangan turun, tapi itu hanya penurunan sementara.”
Katie kini percaya bahwa kuncinya bukan berlari lebih cepat atau lebih jauh, melainkan membangun otot. “Otot membakar lebih banyak kalori daripada lemak. Dan wanita secara alami kehilangan massa otot seiring bertambahnya usia, jadi kita perlu fokus untuk membangunnya,” jelasnya.
Baca juga: Alasan Jangan Lupakan Latihan untuk Otot Inti Tubuh
Ia juga menemukan sisi lain yang sering luput dari perhatian: pengaruh stres dan hormon pada upaya penurunan berat badan.
“Pelari wanita cenderung punya kadar kortisol yang lebih tinggi,” katanya.
Kortisol, hormon stres, bisa menyebabkan kenaikan berat badan, masalah pencernaan, bahkan gangguan jantung bila tidak terkendali. Apalagi jika ditambah dengan stres harian dan perubahan hormon di masa pramenopause, dampaknya pada kenaikan berat badan sangat nyata.
Berjalan kaki, menurut Katie, menjadi solusi yang tidak hanya menyehatkan tubuh tetapi juga menenangkan pikiran. “Berjalan menurunkan kortisol lebih baik daripada berlari karena intensitasnya rendah. Tubuh punya waktu untuk pulih tanpa memicu stres tambahan.”
Ia berhasil menurunkan berat badannya dengan menggabungkan latihan kekuatan serta jalan kaki. Kini, ia berlatih kekuatan tiga hingga empat kali seminggu, masing-masing selama 30 menit.
Baca juga: Cara Efektif Bentuk Otot Tanpa Harus Tiap Hari ke Gym
Namun, ia menekankan pentingnya teknik yang benar. “Gunakan bentuk tubuh yang tepat, fokus pada otot inti, dan jangan takut merasa tidak nyaman. Di situlah perubahan terjadi,” ujarnya.
Katie mengakui, keputusan untuk meninggalkan maraton bukan hal mudah. Tapi transformasi fisik dan mental yang ia alami membuat semua terasa sepadan.
“Kalau kamu sedang di fase pramenopause, berlari setiap hari, namun tidak melihat hasil yang kamu inginkan—dengarkan tubuhmu,” katanya. “Bukan berarti kamu tak boleh berlari lagi. Kamu hanya perlu menemukan keseimbangan yang baru.”
Baca juga: Pentingnya Deteksi Dini Penyakit Jantung pada Pelari Muda, Ini Penjelasan Dokter
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang