JAKARTA, KOMPAS.com - Massa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan melakukan aksi simbolik menolak RUU TNI-Polri di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2024).
Para mahasiswa menyuarakan dengan lantang bahwa reformasi sudah mati di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Aksi hari ini merupakan awalan, mereka meminta pertanggungjawaban Jokowi atas tindakannya selama ini.
“Orde reformati ini menjadi tagar (tanda pagar) kita, sampai nanti Jokowi mempertanggungjawabkan karena dia telah membunuh Reformasi secara esensial,” ujar Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan, Satria, saat memberikan keterangan di samping Patung Arjuna Wijaya.
Baca juga: Mahasiswa Berupaya Terobos Istana Negara Saat Aksi Tolak RUU TNI-Polri
Satria menyampaikan, jika dikerucutkan ada dua produk hukum yang sangat bermasalah, yakni RUU TNI dan RUU Polri.
Dia menyebutkan, dua RUU tersebut berpotensi menyerang semangat reformasi karena proses pembuatannya tidak melibatkan aspirasi publik.
“Partisipasi masyarakat sangat minim pada produk hukum ini. Sehingga, untuk itu, kita membuat judul (aksi) bahwa Tolak RUU TNI dan RUU Polri karena akan membuat lembaga superbody aparat penegak hukum itu sendiri,” ungkap Satria.
Dia mengatakan, aksi hari ini merupakan awalan dari rangkaian agenda yang akan digulirkan hingga Presiden Terpilih Prabowo Subianto dilantik pada Oktober 2024.
Baca juga: Kartu Merah Proses Legislasi RUU Polri
Satu minggu ke depan, mahasiswa akan kembali melakukan aksi dengan nama pekan reformati. Kemudian, menjelang 17 Agustus, mahasiswa di 14 wilayah akan melakukan aksi serentak. Aksi ini akan diikuti oleh 390 kampus.
Lalu, di bulan September, mahasiswa akan melakukan aksi bersamaan dengan bulan hak asasi manusia. Aksi di bulan ini akan dikenal dengan September Hitam.
“Sehingga, September menjelang bulan Oktober pergantian kekuasaan. Rasanya Jokowi tidak dengan gampang untuk berubah atau transisi kekuasaan di saat dia punya dosa-dosa yang dia namakan nawacita menjadi nawadosa,” lanjut dia.
Dalam aksi simbolik hari ini, massa membuat empat kuburan di depan keranda hitam bertuliskan “reformati”. Pada empat kuburan ini terdapat batu nisan yang masing-masing bertuliskan, “Reformati bin Jokowi”;”Reformati bin Dwifungsi ABRI”; “Reformati bin Dewan Tuli”; dan “Reformati bin Represifitas Polri”.
Baca juga: Wajah TNI Diharapkan Berubah Lewat RUU TNI, Moeldoko: Performa Profesional
Salah satu mahasiswa yang dipakaikan kostum posong pun sempat berbaring di depan gundukan tanah yang ada.
Sebelum melakukan aksi di samping Patung Arjuna Wijaya, massa sempat berusaha untuk tetap bergerak menuju ke Istana Negara.
Mereka berjalan melalui Jalan Medan Merdeka Barat di depan Monas yang saat itu masih dibuka dan padat dilalui kendaraan.
Tapi, polisi segera mengambil tindakan dan sempat memasang dinding kawat berduri. Lalu lintas pun berhenti total untuk beberapa menit sebelum akhirnya satu peleton polisi maju untuk memukul mundur puluhan massa ini.
Bentrokan sempat terjadi karena mahasiswa bersikeras untuk tetap melakukan aksi simbolik di depan Istana Negara. Namun, barisan polisi diperketat dan mendorong mundur massa hingga mahasiswa melanjutkan aksi di tempat disediakan.
Saat ini, Jalan Medan Merdeka Barat di depan Gedung Kemenparekraf pun sudah ditutup dan belum dapat dilalui kendaraan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini