Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Anjlok, Ekspor Tersendat, Petani Walet Desak Pemerintah Jadi “Bapak Asuh”

Kompas.com - 26/08/2025, 21:10 WIB
Suparjo Ramalan ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri sarang burung walet tengah menghadapi tekanan berat. Padahal saat ini terdapat jutaan petani walet dan ratusan ribu rumah walet yang tersebar di Indonesia.

Benny Hutapea selaku pembina Sarang Walet Indonesia mengatakan bahwa jutaan petani walet di seluruh Indonesia kini kesulitan menyalurkan hasil panen akibat harga yang merosot tajam dan hambatan ekspor.

Data Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara mencatat bahwa Indonesia memproduksi sekitar 1.900 ton sarang burung walet per tahun. Namun, sejak otoritas bea cukai Tiongkok (GACC) menetapkan standar baru terkait kandungan aluminium yang sebelumnya tidak pernah tercantum dalam MoU ekspor, pengiriman produk ke pasar utama Indonesia itu anjlok drastis.

Baca juga: Menyoal Rendahnya Penerimaan Pajak Sarang Burung Walet

Ekspor ke Tiongkok, yang selama ini menyerap 78 persen dari total ekspor, turun sekitar 250 ton per tahun atau setara Rp 5 triliun.

Kondisi ini berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu karyawan di perusahaan pengolahan sarang walet, sekaligus mengancam keberlangsungan hidup lebih dari 1 juta petani walet di Tanah Air.

"1 juta lebih petani walet di seluruh Indonesia kesulitan menyalurkan hasil panen karena menurunnya serapan pasar, sehingga pendapatan masyarakat di daerah terpukul keras," ujar Benny lewat keterangan pers, Selasa (26/8/2025).

Baca juga: Resmi Melantai di BEI, Saham Emiten Burung Walet NEST Melambung 26 Persen

Menurutnya, jika kondisi ini dibiarkan, pasar dunia bisa saja dikuasai label Made in China, sementara Indonesia hanya menjadi penyedia bahan baku. Imbasnya, lapangan kerja dan potensi devisa besar hilang begitu saja.

Benny pun mendesak agar pemerintah hadir sebagai fasilitator sekaligus “bapak asuh” bagi industri walet. Kehadiran negara dinilai penting untuk menstabilkan harga, menyelesaikan sanksi ekspor, serta membuka akses pasar internasional lebih luas.

"Kami berharap hadirnya pemerintah sebagai fasilitator, yang juga mampu menjadi bapak asuh sebagai pendorong kemajuan para petani walet. Sehingga dapat menjadi problem solver stabilisasi harga dan sanksi ekspor," paparnya.

Adapun, produk tersebut bisa diekspor ke berbagai negara seperti China, Hong Kong, Singapura, Amerika Serikat, Australia, hingga Jepang dan Korea Selatan.

"Indonesia adalah penghasil terbesar sarang burung walet di dunia. Bahkan pada 4 Mei 2021, Presiden Jokowi sempat membahasnya dalam rapat terbatas," lanjut Benny.

Baca juga: Aturan Terbaru, Eksportir Sarang Burung Walet Harus Punya NKV dan SPM

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau