JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi VIII DPR RI menyetujui permintaan Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BP Haji) untuk membayar uang muka penyelenggaraan ibadah haji 1447 Hijriah/2026 Masehi, yang nilainya mencapai 627,2 juta riyal Arab Saudi (SAR) atau sekitar Rp 2,7 triliun.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang saat proses penyusunan poin-poin kesimpulan hasil rapat kerja bersama Kemenag dan BP Haji pada Kamis (21/8/2025).
“Poin pertama menyetujui penggunaan anggaran dan disebutkan semua ya angka-angkanya juga disebut,” ujar Marwan di Gedung DPR RI, Kamis.
Baca juga: Kemenag-BP Haji Minta DPR Setujui Pembayaran Uang Muka Penyelenggaraan Haji 2026
Lebih lanjut, Marwan mengatakan, penggunaan uang muka penyelenggaraan ibadah haji tersebut bisa difasilitasi oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Dengan skema yang sesuai dengan regulasi dan merupakan bagian dari BPIH 1446 H atau 2026 Masehi,” ucap Marwan.
Marwan menambahkan keputusan ini diambil atas dasar pertimbangan kondisi darurat.
Sebab, pemerintah Arab Saudi telah meminta Indonesia untuk segera membayar masyair dan memutuskan kepastian blok area yang akan digunakan jemaah.
“Ini darurat harus dibayar supaya kita punya kepastian area-area yang kita pakai. Kalau ke urusan sampai syarikah belum,” pungkas Marwan.
Baca juga: Istana Ungkap BP Haji Perlu Naik Kelas Jadi Kementerian
Diberitakan sebelumnya, Kemenag dan BP Haji meminta persetujuan Komisi VIII DPR RI untuk menggunakan dana awal atau uang muka penyelenggaraan ibadah haji tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa nilai yang dibutuhkan untuk pembayaran di muka ini diperkirakan mencapai 627,2 juta riyal Arab Saudi (SAR) atau sekitar Rp 2,7 triliun.
“Total estimasi kebutuhan dana mencapai SAR 627.242.200 untuk 203.320 jemaah. Kami mohon perkenan persetujuan dari Komisi VIII DPR RI agar alokasi anggaran ini dapat disediakan oleh BPKH melalui skema uang muka,” ujar Nasaruddin Umar dalam rapat kerja bersama Komisi VIII di Gedung DPR RI, Kamis (21/8/2025).
Nasaruddin mengatakan, langkah ini mendesak dilakukan agar Indonesia tidak kehilangan kesempatan mendapatkan tenda dan layanan terbaik bagi jemaah.
Baca juga: Prabowo Kirim Surpres Revisi UU Haji-Umrah, DPR Siap Bahas
Sebab, Arab Saudi saat ini menerapkan kebijakan yang serba cepat, sementara mekanisme pembahasan biaya haji di dalam negeri belum dimulai.
“Komponen biaya dan harga satuan belum bisa ditetapkan secara resmi oleh pemerintah bersama DPR RI. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan nyata antara tuntutan kebijakan Arab Saudi dengan mekanisme domestik kita yang masih dalam proses,” ucap Nasaruddin.
Menurut Menag, perhitungan dana awal tersebut menggunakan rata-rata biaya penyelenggaraan haji tahun sebelumnya, yaitu 1446 H/2025 M.