JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi Indonesia di Britania Raya mengecam kekerasan aparat terhadap demonstran di momen Agustus dan September 2025 dari berbagai daerah Indonesia.
“Kami mengecam kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan tindak penghakiman sepihak terhadap pengunjuk rasa baik oleh aparat negara maupun elemen masyarakat yang tidak bertanggung jawab di Jakarta, Yogyakarta, Makassar, dan daerah-daerah lain,” kata pihak Akadisi Indonesia di Britania Raya dalam pernyataan sikap tertulisnya, Selasa (2/9/2025).
Baca juga: Data Komnas HAM Sebut Ada 10 Korban Meninggal dalam Aksi Demonstrasi
Akademisi Indonesia di Britania Raya menyebut kondisi di Indonesia saat ini mengalami krisis multi-sektoral dan tidak baik-baik saja.
Para mahasiswa RI dari berbagai universitas di Inggris ini meminta pihak pejabat kepolisian bertanggung jawab atas timbulknya korban jiwa pada demonstrasi belakangan ini dengan cara mundur dari jabatannya.
“Kami mendesak pihak yang bertanggung jawab, terutama pejabat-pejabat kepolisian terkait, untuk bertanggung jawab, minimal dengan mengundurkan diri,” kata mereka.
Baca juga: Komnas HAM Sepakat dengan PBB, Investigasi Kekerasan Aparat Saat Demo yang Tewaskan 10 Orang
Sekaligus, mereka menilai perlu ada reformasi di tubuh institusi aparat keamanan dan kepolisian.
“Kami juga mendorong reformasi sektor keamanan dan kepolisian secara menyeluruh untuk memastikan aparat kepolisian dan institusi keamanan kita melaksanakan kerja secara profesional,” kata pihak Akademisi Indonesia di Britania Raya.
Mereka berduka atas meinggalnya warga sipil dan menyebut peristiwa belakangan ini sebagai tragedi kemanusian yang bisa berdampak buruk pada keutuhan bangsa.
“UUD 1945 telah menggariskan hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat sebagai hak asasi warga negara Indonesia, yang tidak sepatutnya direspons dengan kekerasan. Tugas negara adalah menjaga hak tersebut dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia,” kata mereka.
Mereka menilai tuntutan demonstran berangkat dari akar masalah kebijakan pemerintah. Seharusnya, pemerintah merespons konstruktif tuntutan demonstran dengan perbaikan kebijakan, bukan kekerasan.
“Sebagai warga Indonesia yang tinggal di Inggris Raya, kami bersepakat dengan elemen masyarakat sipil dan gerakan rakyat yang menuntut perubahan kebijakan yang signifikan, disertai dengan akuntabilitas dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif negara, beserta seluruh aparatur pemerintahan di semua tingkatan,” kata mereka.
Selain mengecam kekerasan terhadap demonstran, para akademisi ini juga mendesak reshuffle kabinet, reformasi total DPR, pemerintah serius menanggapi tuntutan masyarakat, serta mengecam pembagian jabatan sebagai imbalan politik.
Akademisi juga menyerukan para akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk memperhatikan serius persoalan masyarakat, alih-laih merapat pada kekuasaan.
Baca juga: PBB Komentari Demo Indonesia, Desak Selidiki Kekerasan Aparat yang Tewaskan 6 Orang
Akademisi Indonesia di Britania Raya ini berisi 16 nama berikut:
1. Dr. Ahmad Rizky M. Umar, Aberystwyth University
2. Dr. Siti Sarah Muwahidah, University of Edinburgh
3. Dr. Galih Ramadana Suwito, University College London
4. Dr. Dhanan Sarwo Utomo, Heriot-Watt University
5. Dr. Desy Pirmasari, University of Leeds
6. Dr. Betty Featherstone, Canterbury Christ Church University
7. Dr. Kandrika Pritularga, Lancaster University
8. Dr. Parulian Sihotang, University of Dundee
9. Dono Widiatmoko, University of Derby
10. Dr. Sigit Wibowo, Glasgow Caledonian University
11. Dr. Soe Tjen Marching, SOAS University of London
12. Dr. Endah Saptorini, Bournemouth University
13. Dr. Zahrina Mardina, University of Leeds
14. Ade Indah Muktamarianti, University of Cambridge (alumnus), Fauna & Flora
15. Dr Dian Mayasari, University of Wales Trinity St David
16. Muhammad Nabil Satria Faradis, University of Cambridge