KOMPAS.com - Di era serba digital, hampir semua aktivitas meninggalkan jejak berupa file, foto, dan dokumen yang tersimpan di perangkat. Dari ribuan tangkapan layar, pesan lama, hingga folder “arsip” yang tak pernah dibuka lagi, semua perlahan menumpuk tanpa disadari.
Bagi sebagian orang, hal ini sekadar dianggap sebagai masalah penyimpanan yang penuh. Namun, di baliknya, kebiasaan tersebut bisa menjadi tanda digital hoarding, yaitu perilaku menimbun data digital secara berlebihan karena takut kehilangan informasi atau merasa sayang untuk menghapusnya.
Fenomena digital hoarding kini semakin umum terjadi seiring meningkatnya kapasitas penyimpanan dan kemudahan akses ke layanan cloud.
Tanpa disadari, kebiasaan menimbun file ini bisa memengaruhi kesehatan mental, memicu stres, dan menurunkan produktivitas karena sulitnya mengatur tumpukan data.
Lantas, apa saja ciri-ciri seseorang mengalami digital hoarding? Selengkapnya KompasTekno menguraikannya.
Baca juga: Menimbun Foto dan File di HP? Bisa Jadi Tanda-tanda Digital Hoarding
Tanda paling umum dari digital hoarding adalah kecenderungan untuk menyimpan semua bentuk data digital tanpa pertimbangan. Mulai dari e-mail promosi, tangkapan layar percakapan, foto duplikat, hingga dokumen kerja lama yang tidak lagi relevan, semuanya disimpan dengan alasan “nanti mungkin dibutuhkan.”
Kebiasaan ini sering muncul karena rasa aman yang muncul ketika memiliki cadangan data sebanyak mungkin. Padahal, kebiasaan menimbun ini justru membuat ruang penyimpanan cepat penuh dan memperburuk kemampuan seseorang dalam memilah informasi penting.
Dalam jangka panjang, file yang menumpuk akan menimbulkan rasa kewalahan dan menurunkan efisiensi kerja.
Banyak orang merasa sulit untuk menghapus file lama, bahkan setelah menyadari bahwa data tersebut tidak lagi berguna. Rasa takut kehilangan informasi atau “menyesal nanti” menjadi penyebab utama di balik perilaku ini.
Akibatnya, foto, video, dokumen, dan pesan lama dibiarkan menumpuk tanpa pernah ditinjau ulang. Kebiasaan ini memperkuat rasa keterikatan terhadap data digital dan menimbulkan beban psikologis setiap kali muncul notifikasi “penyimpanan hampir penuh.”
Padahal, kemampuan untuk menghapus file yang tidak perlu justru menjadi kunci menjaga keseimbangan antara produktivitas dan ketenangan digital.
Salah satu konsekuensi nyata dari menimbun file digital adalah kesulitan mencari data tertentu saat diperlukan. Ketika folder dan penyimpanan tidak terorganisasi, pengguna sering merasa frustrasi karena harus membuka banyak folder atau melakukan pencarian berulang-ulang. Kondisi ini bukan hanya membuang waktu, tetapi juga menurunkan produktivitas dan meningkatkan stres.
Meskipun fitur pencarian di perangkat modern semakin canggih, jumlah data yang berlebihan tetap membuat sistem sulit bekerja efisien. Tanpa manajemen file yang baik, pengguna akan terus terjebak dalam lingkaran pencarian dan penumpukan data.
Sama seperti penimbun barang fisik, digital hoarder kerap merasa terikat secara emosional terhadap file yang dimiliki. Mereka sulit menghapus foto, video, atau pesan lama karena mengandung kenangan atau nilai sentimental tertentu. Misalnya, seseorang mungkin tetap menyimpan seluruh foto dari satu perjalanan lama, meskipun banyak di antaranya buram atau tidak bermakna.
Keterikatan ini membuat pengguna merasa bersalah ketika menghapus data, seolah kehilangan sebagian dari dirinya. Padahal, menjaga beberapa file yang benar-benar penting jauh lebih bermakna daripada menyimpan semuanya tanpa batas.