KOMPAS.com - Keluhan persoalan tarif royalti musik/lagu lagi-lagi ramai di masyarakat.
Keluhan kali ini datang dari sejumlah pengusaha di kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Mereka mengeluhkan aturan royalti musik yang dinilai memberatkan.
Kenaikan tarif yang signifikan disertai ketidakjelasan perhitungan membuat pelaku usaha semakin tertekan di tengah lesunya perekonomian.
Baca juga: Karut-marut Penagihan Royalti Musik: Karaoke, Hotel, hingga Kafe di Sejumlah Daerah Meradang
Pengelola Citra Dewi Karaoke di Bandungan, Handika Gusni Rahmulya mengungkapkan, pihaknya menerima tiga kali somasi dari Wahana Musik Indonesia (WAMI), lembaga pengelola hak cipta musik di Indonesia.
Kasus ini bahkan telah dimediasi di Polda Jawa Tengah.
"Kami mendapat tiga kali somasi dan sudah mediasi di Polda Jawa Tengah," ujarnya dikutip Kompas.com, Kamis (14/8/2025).
Menurut Handika, setidaknya ada dua grup karaoke di Bandungan yang mendapat somasi, yakni Citra Dewi dan Diamond.
Baca juga: Mengapa Bendera One Piece Ramai Dikibarkan? Ini Analisis Sosiolog
Klasifikasi yang berlaku meliputi karaoke kubus, family, eksklusif, dan karaoke hall.
Untuk wilayah Bandungan, usahanya masuk kategori karaoke eksklusif dengan tarif Rp 15 juta per room per tahun.
"Nominal Rp 15 juta per room per tahun tersebut pengusaha tidak tahu cara penghitungannya dari mana dan bagaimana," kata Handika.
Baca juga: Ariel NOAH Berikan Pesan Mengenai Royalti di Konser Comeback Peterpan
Sebelum pandemi Covid-19, tarif royalti masih di angka Rp 3 juta per room per tahun. Namun, sejak 2025 melonjak hingga Rp 15 juta, membuat pengusaha sulit bertahan.
"Jika nominalnya tidak sebesar itu, pengusaha masih bisa mengkondisikan. Sebab di tahun 2020 atau sebelum pandemi royalti hanya Rp 3 juta per room per tahun, kalau sekarang naiknya menjadi Rp15 juta maka sangat memberatkan," kata dia.
Handika mengaku terakhir membayar royalti pada 2019-2020, sebelum pandemi.