KOMPAS.com - Perang Sudan kembali menarik perhatian dunia setelah kota El-Fasher jatuh ke tangan milisi Rapid Support Forces (RSF) dan memicu laporan kekerasan massal.
Konflik yang awalnya merupakan perebutan kekuasaan antara dua jenderal kini berubah menjadi krisis kemanusiaan terbesar di dunia.
Baca juga: 2.000 Warga Sudan Dilaporkan Dibunuh RSF, Apa yang Terjadi di El-Fasher?
Lantas, bagaimana awal mula konflik pecah? Selain itu, bagaimana gambaran situasi saat ini?
Bagaimana perang Sudan dimulai?
Perang Sudan berawal pada April 2023, ketika Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan Letnan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti berbalik saling menyerang.
Padahal, mereka sebelumnya adalah dua sekutu yang merebut kekuasaan melalui kudeta tahun 2021.
Keduanya sempat berjanji menyerahkan pemerintahan kepada sipil, tetapi perpecahan muncul saat membahas integrasi RSF ke dalam tentara nasional.
Burhan, sebagai kepala angkatan bersenjata, menuntut penyatuan cepat di bawah komando militer. Hemedti menolak karena khawatir kehilangan kendali atas kekuatan dan sumber daya ekonominya.
Dilansir dari The Telegraph, Kamis (30/10/2025), pertikaian politik itu berubah menjadi perang terbuka yang menewaskan lebih dari 150.000 orang dan memaksa sekitar 12 juta warga mengungsi dari rumah mereka.
Baca juga: Pesawat Militer Sudan Jatuh, 46 Orang Tewas Termasuk Seorang Jenderal Senior
Siapa RSF dan mengapa mereka ditakuti?
RSF memiliki akar dari milisi Janjaweed, kelompok bersenjata pro-pemerintah yang dituduh melakukan genosida terhadap kelompok etnis kulit hitam di Darfur pada awal 2000-an.
Selama Perang Sudan, RSF yang dipimpin Hemedti kembali dituding melakukan pembantaian etnis di Darfur.
Dikutip dari Al Jazeera, Rabu (29/10/2025), RSF disebut telah menewaskan lebih dari 1.500 warga sipil dalam tiga hari saat merebut kota El-Fasher sebagai basis militer terakhir di wilayah barat.
Data citra satelit dari Yale Humanitarian Research Lab menunjukkan adanya "objek seukuran tubuh manusia dan noda merah luas di tanah," yang konsisten. Penemuan itu diduga sebagai bukti pembunuhan massal.
Baca juga: Kisah Sudan, Badak Putih Utara Jantan Terakhir di Bumi
Apa yang terjadi di El-Fasher saat ini?
El-Fasher kini menjadi simbol penderitaan rakyat Sudan. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, melaporkan lebih dari 460 orang tewas di Rumah Sakit Bersalin Saudi, termasuk pasien dan tenaga medis.
"Situasi ini merupakan genosida yang nyata," kata Sudan Doctors Network.
Sementara itu, Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB Tom Fletcher memperingatkan bahwa El-Fasher telah berubah menjadi "neraka yang lebih gelap" karena situasi ini.
"Kami tidak mendengar teriakan mereka, tetapi kengerian itu terus berlangsung," ujarnya di hadapan Dewan Keamanan PBB, dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (30/10/2025).
Fletcher menambahkan, satu dari lima korban di kota itu adalah anak-anak, sementara 90 persen anak di seluruh Sudan kini kehilangan akses pendidikan formal.
Baca juga: Sudan Dilanda Perang, Begini Proses Evakuasi Ratusan WNI ke Arab Saudi
Bagaimana keterlibatan asing memperburuk Perang Sudan?
Keterlibatan negara asing memperpanjang konflik. Dokumen PBB menunjukkan dugaan Uni Emirat Arab memasok senjata untuk RSF, sedangkan tentara Sudan menerima dukungan dari Iran dan Turki.
Negara-negara Arab seperti Mesir, Qatar, dan Turki telah menyerukan gencatan senjata, tetapi belum ada hasil konkret.
Fletcher menilai krisis ini mencerminkan kegagalan moral dunia internasional.
"Darah di pasir, darah di tangan kita," katanya dalam sidang PBB.
Dengan jatuhnya El-Fasher, RSF kini menguasai hampir seluruh wilayah Darfur. Analis memperingatkan risiko perpecahan Sudan menjadi dua wilayah seperti yang terjadi di Libya.
Sementara jutaan warga sipil masih melarikan diri ke kawasan perbatasan, PBB menyebut perang antara Burhan dan Hemedti telah menjelma menjadi bencana kemanusiaan terburuk abad ini.
Perang Sudan belum menunjukkan tanda berakhir, sementara dunia masih berdebat tentang siapa yang harus bertanggung jawab menghentikan kekerasan itu.
Baca juga: Gejala Penyakit Misterius yang Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang