KOMPAS.com – Pertanyaan, “Kapan menikah?” terdengar sederhana. Namun, bagi banyak anak muda saat ini, menjawabnya butuh keberanian, kesiapan, dan alasan yang dalam.
Di tengah tekanan sosial dan tuntutan hidup yang tinggi, menikah tampaknya bukan menjadi prioritas utama bagi sebagian generasi muda.
Baca juga:
Data terbaru Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta mencatat, sebanyak 2,09 juta (2.098.685) dari 7,78 juta (7.781.073) jiwa penduduk Jakarta yang berusia 19 tahun ke atas belum menikah.
Jika diurutkan berdasarkan jenis kelamin, data ini terdiri atas 1,2 juta (1.201.827) laki-laki dan 896.858 perempuan.
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Denny Wahyu Haryanto mengatakan, salah satu alasan utama penundaan pernikahan adalah masalah ekonomi.
"Aktivitas yang tinggi di Jakarta dikarenakan kebutuhan ekonomi, persaingan secara umum, karier hingga pendidikan. Hal ini berimplikasi terhadap penundaan pernikahan hingga sampai pada masalah enggan untuk menikah," kata Denny, dikutip dari Antara, Kamis (24/7/2025).
Di tengah mahalnya biaya hidup dan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesiapan diri, banyak anak muda kini memilih untuk menunda pernikahan.
Bukan karena tidak ingin membangun bahtera rumah tangga, melainkan karena merasa belum siap secara sepenuhnya.
Bukan takut menikah, tapi ingin benar-benar siap. Inilah alasan beberapa anak muda menunda pernikahan di tengah tingginya biaya hidup.Menikah tak lagi dianggap sebagai sebuah tahapan hidup yang harus segera dicapai begitu usia memasuki kepala dua.
Justru, bagi beberapa anak muda, pernikahan menjadi tahapan hidup yang cukup rumit karena perlu kesiapan finansial di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu ini
Seperti halnya dengan Bernath (24). Karyawan swasta di Jakarta ini mengatakan, biaya hidup setelah menikah jadi pertimbangan utamanya dalam menunda pernikahan.
“Biaya hidup menjadi faktor utama karena semakin tingginya angka perekonomian saat ini. Aku harus mengatur keuangan lebih bijak agar nanti kehidupan rumah tangga bisa berjalan dengan teratur,” ujar Bernath saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Keinginan untuk melangkah ke jenjang serius pasti ada, terlebih Bernath sudah menjalin hubungan selama hampir empat tahun dengan kekasihnya.
Meski begitu, ia tak ingin gegabah untuk menikah dalam kondisi yang ia anggap belum mapan secara finansial. Ia ingin hadir sebagai kepala keluarga yang siap, bukan hanya siap mencintai, tetapi juga menghidupi keluarga kecilnya nanti.
Bukan takut menikah, tapi ingin benar-benar siap. Inilah alasan beberapa anak muda menunda pernikahan di tengah tingginya biaya hidup.Serupa halnya dengan Putri (24), karyawan swasta di Jakarta ini menganggap biaya hidup jadi salah satu alasannya menunda pernikahan.
Baginya, menikah bukan hanya soal usia, tapi tentang kemampuan untuk hidup mandiri secara finansial, tanpa merepotkan orangtua atau orang lain.
Tingginya biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan, harus berbagi ruang dengan rencana tabungan jangka panjang. Hal ini tentu tidaklah mudah.
“Aku ingin memastikan bahwa saat menikah nanti, aku dan pasangan bisa hidup cukup tanpa bergantung pada orang tua. Kemandirian finansial adalah salah satu prioritas sebelum menikah,” tutur Putri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/7/2025).
Sementara itu, Desy (23) menghadapi realitas yang tak mudah. Ia masih dalam proses membangun karier.
Menurut pekerja paruh waktu di Jakarta ini, penghasilannya saat ini belum memungkinkan untuk membantu finansial untuk hidup berdua, apalagi membesarkan anak.
“Rasanya dengan penghasilan sekarang kurang memungkinkan untuk mendukung kehidupan pernikahan, apalagi punya tabungan dan membiayai anak sekolah,” ujar Desy saat diwawancarai, Rabu (23/7/2025).