KOMPAS.com - Pernahkah kamu mendengar seseorang mengatakan "Saya baik-baik saja" (padahal jelas-jelas tidak) atau rekan kerja yang "lupa" melakukan sesuatu yang diminta (padahal mereka hanya tidak mau melakukannya)? Itu semua adalah contoh perilaku pasif-agresif.
Ini merupakan jenis tindakan yang dapat merusak hubungan dan membuat orang lain merasa bingung, diremehkan, dan capek secara emosional.
Perilaku pasif-agresif didefinisikan sebagai perilaku yang tampaknya tidak berbahaya, tidak disengaja, atau netral, tetapi secara tidak langsung menunjukkan motif agresif yang tidak disadari.
Orang dengan perilaku pasif-agresif bersikap agresif secara tidak langsung, bukan secara terang-terangan. Misalnya, hal ini bisa muncul dalam bentuk penolakan terhadap permintaan orang lain dengan cara menunda-nunda, menunjukkan sikap murung, atau bersikap keras kepala.
Baca juga: Komunikasi Lewat Chat atau Telepon, Mana Lebih Efektif bagi Gen Z dan Milenial?
Seseorang yang pasif-agresif sering membiarkan orang lain mengambil kendali, berbeda dengan orang agresif yang cenderung konfrontatif atau memaksakan kehendak secara langsung.
Dengan demikian, perilaku pasif-agresif sebenarnya juga merupakan cara mengendalikan situasi hanya saja dengan cara yang lebih samar dan sulit dikenali.
Menurut psikoterapis Fanny Tristan LCSW, seringkali orang takut untuk menyuarakan pendapat mereka secara langsung.
"Ketika mereka sudah kewalahan, sedih, atau kecewa, mereka harus berkutat dengan perasaan tidak nyaman ini, di samping mengatasi rasa takut mengatakan sesuatu yang mungkin tidak ingin didengar orang lain," katanya seperti dikutip dari SELF.
Baca juga: Sering Marah ke Pasangan Bisa Jadi Tanda Gangguan Emosi?
Itulah sebabnya, alih-alih menyatakan, "Aku tidak suka ini," atau "Aku kesal," mereka memilih untuk diam saja, misalnya, atau berkata samar, "Baiklah kalau begitu...."
Namun, mencoba mencocokkan apa yang mereka katakan dengan apa yang kita rasakan bisa melelahkan. Ketika kita kekurangan informasi yang jelas dan malah ditanggapi dengan nada meremehkan atau bahasa tubuh yang tegang, otak kita mau tidak mau mengisi kekosongan tersebut. Sering kali hal itu mengarah pada asumsi, berpikir berlebihan, dan stres yang tidak perlu.
Baca juga: 6 Tanda Stres Mengganggu Hubungan Kamu dan Pasangan, Jadi Sering Marah
Jadi, apa yang harus kita lakukan saat menghadapi orang dengan perilaku tersebut?
1. Perhatikan konteks sebelum bertindak
Tidak semua pesan singkat atau momen hening yang terasa pasif-agresif itu sebenarnya agresif. Mungkin seseorang menjawab singkat-singkat karena sibuk, atau pasangan tidak kesal kepada kamu, namun teralihkan dengan masalah dengan bosnya.
Jadi, sebelum mulai berasumsi, Tristan menyarankan untuk mundur sejenak dan mempertimbangkan semua fakta: Apakah saya melakukan sesuatu yang mungkin membuatnya kesal? Mungkinkah ada faktor eksternal yang menyebabkan nada bicara mereka yang "berbeda"?
Mempertimbangkan konteks akan membantu kita menghindari konflik yang tidak perlu.