JAKARTA, KOMPAS.com - Penumpang memadati Halte Petukangan D’Masiv di Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Selasa (14/10/2025) pagi.
Halte ini melayani bus Transjakarta koridor 13 (Ciledug—Tegal Mampang), 13B (Puri Beta—Pancoran), 13E (Puri Beta—Kuningan), dan L13E (Puri Beta 2—Flyover Kuningan).
Tim Kompas.com mencoba mengikuti arus penumpang di halte tersebut. Halte ini dibagi menjadi dua area.
Halte Petukangan D’Masiv 1 menjadi area naik-turun penumpang dari bus koridor 13 dan 13B.
Sementara halte kedua melayani penumpang bus koridor 13E dan L13E.
Di antara kedua halte, terdapat ruang penumpang untuk mengantre. Di kedua sisinya juga terdapat zebra cross untuk penumpang.
Ruang gerak penumpang cukup terbatas di halte yang berbentuk memanjang ini.
Kepadatan penumpang paling signifikan terlihat di halte kedua dengan tujuan Kuningan.
Sebelum memasuki area halte, penumpang sudah membentuk dua barisan rapi, menunggu giliran menempelkan kartu uang elektronik (KUE) ke mesin tap.
Di dalam area halte, penumpang sudah berkumpul di depan akses menuju pintu masuk bus.
Di ujungnya, terdapat seorang pramusapa yang mengawasi dan selalu mengingatkan penumpang agar berhati-hati.
Dua bus tujuan Flyover Kuningan berhenti dengan kondisi yang sudah padat.
Beberapa penumpang memaksakan masuk ke dalam bus dengan pantauan pramusapa.
“Oke, cukup, tutup,” kata pramusapa melihat tak ada ruang lagi untuk penumpang di dalam bus.
Kemudian, pintu tertutup dan bus kembali melaju. Begitu pula dengan bus selanjutnya.
Berselang lima menit kemudian, bus tujuan Flyover Kuningan datang lagi.
Berbeda dengan dua bus sebelumnya, bus ini datang dengan kondisi tanpa penumpang.
Lantas, penumpang di dalam halte pun mulai bergerak tak sabar.
Dari belakang, penumpang berdesak-desakan ingin masuk ke dalam bus.
Sambil menjaga kestabilan posisinya di ujung, pramusapa mengingatkan agar penumpang tetap berhati-hati.
“Perhatikan langkahnya. Lihat ke bawah,” kata pramusapa.
Seketika kursi langsung terisi penuh. Untuk memaksimalkan pengangkutan penumpang, pramusapa menginstruksikan penumpang yang berdiri agar bergeser ke bagian depan bus.
“Yang di depan maju lagi, bikin dua baris,” ujarnya.
Sementara di halte pertama, kepadatan penumpang tak berlangsung lama.
Beberapa penumpang yang baru masuk ke halte masih bisa berlari untuk mengejar busnya yang masih menunggu instruksi keberangkatan dari pramusapa.
Menurut Indra (45), seorang penumpang tujuan Pancoran, Halte Petukangan D’Masiv memang selalu ramai saat jam sibuk pagi hari.
Kepadatan penumpang bisa lebih parah jika ada kejadian yang membuat jalan bus terhambat.
“Iya memang ramai. Bisa lebih parah lagi kalau macet karena ada kecelakaan atau kejadian lain,” katanya ditemui di lokasi, Selasa.
Di hari biasa, hambatan bus biasanya disebabkan oleh penyempitan jalan saat keluar dari jalur langit dari arah Cipulir.
Bus yang sebelumnya berjalan dengan lancar di jalur langit, harus bergabung dengan kendaraan pribadi di jalan yang tidak terlalu luas.
“Di situ kan ada penyempitan, jadinya lambat busnya jalan,” kata Indra.
Selain itu, proyek jembatan sebelum masuk ke Halte Puri Beta juga disebut sebagai penghambat jalan bus.
“Di sana itu kan dekat Puri Beta ada jembatan enggak beres-beres, di sana biasanya sering macet, terhambat busnya,” sambungnya.
Menurut Indra, pelayanan penumpang akan lebih efektif jika Halte Petukangan D’Masiv dibuat di jalur langit seperti halte lainnya.
“Tapi kan di sini sudah mau masuk wilayahnya Tangsel ya. Mungkin bisa lah para pejabat ini bersinergi, bikin haltenya yang kayak yang lain, di atas, biar enggak ada hambatan,” ujarnya.
Mayang (29), penumpang lainnya juga berpendapat sama. Mayang menambahkan, halte langit akan lebih baik jika dilengkapi eskalator.
“Iya, mending dibikin kayak halte lain di sana, kayak Cipulir, Seskoal, begitu. Kalau bisa sih ada eskalator biar enggak capek juga jalannya,” kata Mayang ditemui terpisah.
Menurut Mayang, penumpang yang sering menyeberang untuk mengakses halte dari pinggir jalan juga menjadi faktor terhambatnya arus lalu lintas.
Sehingga, halte jalur langit disebut juga bisa menjadi solusi untuk permasalahan ini.
“Kan kalau orang nyeberang gitu kan jadi kehambat jalannya, macet lagi. Jadi sudah benar itu dibikin halte yang tinggi sekalian ada JPO (jembatan penyeberangan orang)-nya,” katanya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2025/10/14/10443321/penumpang-padati-halte-petukangan-dmasiv-antrean-mengular-dan-desak