JAKARTA, KOMPAS.com - Artis peran Jonathan Frizzy terjerat kasus sindikat peredaran cartridge vape berisi liquid mengandung zat etomidate.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kota Tangerang, M Sony Mughofir, mengatakan, zat etomidate masuk dalam kategori obat keras.
"Zat etomidate ini merupakan kategori obat keras yang fungsinya itu sebagai anestesi atau bahasa sederhananya obat bius," katanya dalam jumpa pers di Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Senin (5/5/2025).
Baca juga: Jonathan Frizzy Tak Ditahan Usai Jadi Tersangka Kasus Vape Obat Keras
Oleh karena itu, peredaran cartridge vape berisi liquid mengandung etomidate merupakan bentuk penyalahgunaan obat bius.
Sebab, penggunaan etomidate dalam praktik medis harus dilakukan di bawah pengawasan tenaga ahli yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus.
"Akan tetapi dalam penyalahgunaan terkait vape ini tentu saja membahayakan kesehatan masyarakat," tegas dia.
Sony menekankan, obat keras tidak boleh digunakan tanpa resep dokter.
Apalagi, zat etomidate yang berfungsi sebagai anestesi bekerja langsung pada sistem saraf pusat dalam tubuh manusia.
"Sehingga dalam penggunaannya yang tidak sesuai ketentuan, yang melebihi dosis, ataupun tidak sesuai dengan rekomendasi kesehatan dapat membahayakan keselamatan jiwa yang mengonsumsinya," ungkap dia.
Baca juga: Jonathan Frizzy Tak Ditahan dalam Kasus Vape sebab Alasan Kemanusiaan
Diketahui, Satresnarkoba Polres Bandara Soekarno-Hatta menangkap Jonathan Frizzy alias Ijonk terkait kasus sindikat peredaran cartridge vape berisi liquid mengandung obat keras berupa zat etomidate, Minggu (4/5/2025).
Polisi menangkap Jonathan di Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, setelah lebih dulu meringkus tiga temannya yang lain, yakni BTR (26), ER (34), dan EDS (37).
Penangkapan dilakukan usai polisi resmi menetapkan Jonathan sebagai tersangka pada Sabtu (3/5/2035).
Polisi menjerat Jonathan dengan Pasal 435 subsider Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini