JAKARTA, KOMPAS.com – Kebijakan pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memicu gelombang kritik masyarakat.
Di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit, kebijakan tersebut dianggap tidak masuk akal dan menunjukkan ketidakpekaan wakil rakyat terhadap realitas hidup masyarakat.
Sejumlah warga yang ditemui Kompas.com secara terbuka menyampaikan kekecewaannya. Mereka menilai jumlah tunjangan tersebut lebih mencerminkan kemewahan ketimbang kebutuhan kerja.
Baca juga: Warga Kritik Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta: Jangan Hidup Bermegah-megahan Terus
Yaomi (27), warga Sumedang, Jawa Barat, menilai angka Rp 50 juta per bulan tidak dapat dianggap kebutuhan.
"Di saat banyak rakyat kesulitan dengan kebutuhan sehari-hari dan inflasi tinggi, kebijakan ini terkesan tidak sensitif dan jauh dari realitas masyarakat," ujarnya, Kamis (21/8/2025).
Menurut dia, pemberian tunjangan seharusnya wajar, tetapi jumlahnya mesti realistis.
"Memberi Rp 50 juta per bulan lebih terlihat seperti kemewahan daripada kebutuhan kerja DPR," kata dia.
Nada serupa disampaikan Dira (25), warga Depok. Ia mengaku geram setelah mengetahui besarnya tunjangan tersebut.
"Pas lihat dan tahu tunjangan mereka sebesar ini jujur enggak banget (kontra). Apalagi untuk saya yang cuma setara gaji sehari anggota DPR," ucap Dira.
Menurut dia, kebijakan ini tidak etis, terutama ketika rakyat diminta berhemat dan pemerintah menggaungkan efisiensi anggaran.
Baca juga: Kritik Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta, Warga: Tak Peka Kondisi Ekonomi Rakyat
"Bukan bermaksud lebih senang lihat orang susah, tapi kayak enggak etis aja," tambahnya.
Dira juga menyoroti banyaknya tunjangan lain yang dianggap berlebihan.
"Dan ini ditambah lagi tunjangan rumah Rp 50 juta kayak buang-buang duit negara saja," ucapnya.
Ia menyarankan negara sebaiknya menyediakan rumah dinas yang bisa dipakai bergantian oleh legislator.
"Biar kalau sudah tidak menjabat, dikembalikan ke negara untuk anggota selanjutnya," kata dia.