JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah mengalokasikan anggaran ketahanan pangan yang besar dalam RAPBN Tahun 2026 senilai Rp 164,41 triliun.
Jumlah ini menjadi sinyal kuat bahwa pangan ditempatkan sebagai prioritas utama, terutama di tengah ancaman perubahan iklim, fluktuasi harga global, serta tingginya ketergantungan masyarakat pada komoditas pokok seperti beras.
Namun di balik ambisi tersebut, muncul pertanyaan apakah alokasi anggaran jumbo ini akan benar-benar mampu menjawab persoalan mendasar, mulai dari produktivitas hingga kesejahteraan petani?
Baca juga: 8 Agenda Prioritas APBN 2026 Menurut Prabowo, Pangan hingga Pendidikan
Berdasarkan Buku Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026 dikutip Senin (18/8/2025), fokus utama pemerintah tahun depan adalah mendorong produksi pangan dalam negeri.
Upaya ini dilakukan melalui perluasan dan intensifikasi lahan pertanian, modernisasi sistem pertanian dan perikanan, pembangunan infrastruktur, hingga revitalisasi sektor garam nasional.
Pemerintah percaya bahwa jalan utama menuju ketahanan pangan adalah produksi yang memadai, sehingga ketergantungan impor bisa ditekan dan pasokan domestik lebih stabil.
Ditelisik lebih dalam, sebagian besar anggaran ketahanan pangan tahun 2026 dialokasikan melalui BPP, yakni belanja kementerian dan lembaga (K/L) dan non-K/L. Alokasi anggaran ketahanan pangan melalui belanja K/L dalam RAPBN tahun depan direncanakan sebesar Rp 67 triliun.
Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi penerima alokasi besar untuk penyediaan sarana-prasarana dan peningkatan produksi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diarahkan memperkuat perikanan tangkap serta budidaya, sementara Badan Pangan Nasional (Bapanas) difokuskan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan.
Baca juga: Prabowo Siap Tindak Tegas Pelaku Kecurangan Pangan, Ingatkan Denda Rp 50 Miliar
Kementerian PU mendapat tugas membangun infrastruktur pertanian, sedangkan Badan Karantina memperketat aspek kualitas dan keamanan pangan.
Sementara itu, alokasi non-K/L senilai Rp 55,71 triliun akan dikucurkan dalam bentuk subsidi pupuk, subsidi bunga pinjaman, kredit usaha alat dan mesin pertanian, hingga penyangga harga dan pasokan.
Subsidi pupuk yang ditargetkan mencapai 9,62 juta ton menjadi instrumen vital karena langsung mempengaruhi ongkos produksi petani.
Ambisi pemerintah juga terlihat dari target fisik yang dicanangkan. Pengembangan kawasan padi lebih dari 2,1 juta hektar, pencetakan sawah baru 250.000 hektar, optimasi lahan 300.000 hektar, pembangunan jaringan irigasi 104.000 hektar, serta penyelesaian 15 proyek bendungan menjadi proyek besar yang menyedot anggaran.
Tidak hanya itu, program revitalisasi lahan garam, distribusi ratusan juta benih ikan, dan penyediaan ribuan unit alat mesin pertanian juga masuk dalam daftar.
Namun program ini tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat. Transfer ke Daerah (TKD) senilai Rp 12,35 triliun juga diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan dari desa.
Baca juga: Prabowo Pamer Ragam Kebijakan Pangan: Buka 2 Juta Hektar Sawah hingga Naikkan Harga Gabah
Dana Desa menjadi tulang punggung di tingkat lokal, dengan fokus pada pembangunan lumbung pangan, penguatan produksi berbasis potensi lokal, serta penciptaan lapangan kerja di sektor pertanian.
Pada 2026, Dana Desa untuk ketahanan pangan mencapai Rp 12,11 triliun, menjadikannya salah satu komponen penting dalam membangun kemandirian desa.
Meski anggaran besar ini terlihat menjanjikan, efektivitas pelaksanaannya kerap menjadi sorotan.
Pengalaman tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa subsidi pupuk tidak selalu tepat sasaran, distribusi pangan murah kerap tersendat, sementara proyek pencetakan sawah baru kadang menemui kendala teknis maupun sosial.
Karena itu, kunci dari keberhasilan RAPBN 2026 bukan hanya seberapa besar anggaran yang disiapkan, tetapi juga seberapa efektif eksekusinya di lapangan.
Baca juga: Prabowo Ungkap Dampak Serakahnomics: Minyak Goreng Langka, Harga Pangan Tak Terjangkau
Dengan alokasi yang hampir menyentuh Rp 165 triliun, pemerintah ingin memastikan Indonesia bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan warganya, tetapi juga lebih tahan menghadapi guncangan global.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di siniArtikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya