JAKARTA, KOMPAS.com – Industri waralaba, lisensi, dan kemitraan di Indonesia kembali akan mendapat panggung besar lewat penyelenggaraan The 24th International Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2025.
Pameran yang berlangsung pada 29-31 Agustus 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC) ini menargetkan transaksi bisnis mencapai Rp 1,5 triliun dengan jumlah pengunjung sebanyak 25.000 orang, terdiri atas pengunjung offline dan online.
Project Manager IFRA Business Expo 2025, Mega Khoriani, mengatakan target transaksi tersebut bukan sekadar angka, melainkan bahan untuk memotret perkembangan bisnis waralaba di Indonesia.
Data transaksi akan dikumpulkan setiap hari melalui laporan dari para exhibitor, kemudian dianalisis untuk melihat tren pasar.
Baca juga: Mendag Busan Ajak Pelaku Usaha Perkuat Merek Lokal lewat Lisensi dan Waralaba
“Target penjualan yang Rp 1,5 triliun ya. Nah jadi kita selalu ada target untuk penjualan. Jadi setiap hari ketiga di jam 10 siang itu kita selalu mengirimkan ke semua exhibitor sudah berapa sih transaksi yang dealing selama 3 hari, 2,5 hari lah ya. Nanti mereka akan mengisi tuh formnya,” ujar Mega saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2025).
Menurutnya, catatan transaksi tidak hanya bermanfaat bagi penyelenggara, tetapi juga bagi pelaku usaha yang membutuhkan akses permodalan.
Laporan tersebut kerap digunakan sebagai bahan diskusi dengan lembaga perbankan, termasuk Bank Himbara, untuk menunjukkan tingginya minat dan perputaran modal di sektor waralaba.
Mega menyebut dalam gelaran IFRA 2025, tidak sedikit calon pebisnis yang tertarik membuka usaha waralaba skala besar seperti minimarket.
Misalnya, untuk membuka satu gerai Alfamart, dibutuhkan modal hingga Rp 1 miliar.
Namun, banyak calon investor hanya memiliki sebagian dana, katakanlah Rp 700 juta.
Kekurangan modal sekitar Rp 300 juta inilah yang biasanya mereka harapkan bisa ditutup dengan dukungan pinjaman bank.
“Misalnya mereka pengen buka Alfamart yang misalnya Rp 1 miliar harganya misalnya seperti itu. Sedangkan dia punya duit misalnya Rp 700 juta nih, nah kurang Rp 300 kan. Biasanya mereka berharap adanya bank yang bisa support untuk bisnis mereka gitu untuk ngebuka atau membeli franchise-nya Alfamart seperti itu,” paparnya.
IFRA juga bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan yang memiliki klinik bisnis.
Dari laporan transaksi dan hasil evaluasi pameran, Kemendag dapat menyusun program pendampingan, misalnya membuka kelas bisnis setiap tiga bulan sekali untuk memperkuat strategi pemasaran dan daya saing franchise baru.
Sementara itu, jumlah pengunjung juga menjadi perhatian utama.