Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masih Punya Waktu untuk Tawar-menawar Tarif Impor dengan AS

Kompas.com - 08/07/2025, 18:52 WIB
Tria Sutrisna,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan, Indonesia masih memiliki waktu untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang akan diterapkan mulai 1 Agustus 2025.

Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mengatakan, ruang negosiasi itu masih terbuka sebelum kebijakan Presiden AS Donald Trump resmi diberlakukan.

“Tarif masih ada waktu sampai 1 Agustus kan ya? Tadi saya sudah konsultasi dengan Pak Airlangga, Pak Menko, beliau masih di Brasil. Jadi, suratnya kan kasih space sampai 1 Agustus, jadi masih ada waktu untuk negosiasi,” ujar Arif, saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (8/7/2025).

Menurut Havas, surat pemberitahuan pengenaan tarif dari Trump ke Indonesia memiliki isi yang sama dengan yang dikirimkan ke negara-negara lain.

Baca juga: Soal Tarif Trump, Kemlu Bicara Peluang Indonesia Bangun Pabrik di AS

Dia pun berharap proses negosiasi Indonesia dengan AS yang ditangani oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bisa mencapai hasil yang baik.

“Masih berproses. Dan ini suratnya standar. Tadi saya sudah lihat juga suratnya Amerika Serikat untuk beberapa negara. Itu kalimatnya semua sama, tinggal langkahnya saja lain-lain,” ujar Arif.

Dalam proses negosiasi tersebut, kata Havas, Indonesia akan menyampaikan sejumlah penawaran kepada pemerintah AS.

Namun, dia enggan mengungkap secara perinci strategi dan penawaran yang akan diberikan, karena masih dalam tahap pembicaraan.

“Ya, kita sudah menyampaikan beberapa offer gitu ya. Saya enggak bisa spesifik lah. Kan kalau dalam proses negosiasi, kita enggak bisa terbuka semuanya. Tapi, ada offer-offer yang disampaikan. Terus juga ada yang kita inginkan juga secara spesifik,” tutur dia.

Dalam kesempatan itu, Havas turut menepis anggapan pengenaan tarif impor terhadap Indonesia berkaitan dengan keanggotaan RI dalam kelompok negara BRICS.

Wamenlu menegaskan bahwa negara-negara lain yang tidak tergabung dalam BRICS juga terkena kebijakan serupa.

Baca juga: 1 Juta Lebih Sarjana Menganggur, Anggota DPR: Ini Kegagalan Sistemik

“Enggak, tuh. Karena banyak negara yang bukan BRICS pun juga (kena). Kalau saya lihat suratnya ya. Nah, ini dia nih ya. Kalian cek lagi ya, saya mungkin salah,” ucap Havas.

Dia lantas merinci tarif yang dikenakan kepada sejumlah negara lain, seperti Jepang 24 persen, Korea Selatan 25 persen, Myanmar 44 persen, Laos 48 persen, Afrika Selatan 37 persen.

Kemudian Thailand 36 persen, Kamboja 49 persen, Bangladesh 37 persen, Bosnia 35 persen, Tunisia 28 persen, dan Serbia 37 persen.

“Ini kan banyak juga negara yang bukan anggota BRICS. Jadi ya, nothing to do, ya kan,” kata Havas.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau