JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengingatkan agar rencana penyesuaian iuran BPJS Kesehatan dilakukan dengan hati-hati.
Ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat sebelum mengambil kebijakan tersebut.
"Penyesuaian iuran memang penting untuk menjaga keberlanjutan JKN, tapi jangan sampai menjadi beban tambahan bagi masyarakat sehingga justru membuat kepesertaan aktif menurun," ujar Kurniasih dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Benarkah Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik dan Peserta PBI Bayar Rp 57.250 per Bulan?
Wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan memang sudah dipertimbangkan sejak lama untuk menjamin keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Apalagi kondisi keuangan BPJS semakin tertekan selama pandemi Covid-19, di mana penerima bantuan iuran (PBI) semakin bertambah.
Namun, kondisi ekonomi masyarakat saat ini juga perlu diperhatikan, mengingat daya beli masyarakat tengah melemah.
"Perlu diperhatikan dengan cermat waktu dan besaran kenaikannya. Jangan sampai masyarakat justru menunggak iuran dan konsumsi rumah tangga ikut tertekan, yang akhirnya berdampak pada perekonomian nasional," ujar Kurniasih.
Baca juga: Diisukan Naik, Ini Tarif Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 yang Berlaku Sekarang
Untuk itu, ia meminta agar BPJS Kesehatan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebelum menaikkan iurannya.
"Kami berharap BPJS Kesehatan mendahulukan perbaikan layanan, termasuk menindaklanjuti keluhan masyarakat yang selama ini ada. Buktikan dulu peningkatan pelayanan, baru bicara penyesuaian iuran," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Anggota Komisi IX Nurhadi mengungkapkan, pemerintah berencana untuk menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan secara bertahap pada 2026.
Nurhadi mengatakan, rencana kenaikan iuran itu dituangkan pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026.
"Bila wacana ini jadi diterapkan, jangan sampai berdampak terhadap subsidi bagi masyarakat. Negara tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya hanya karena hitung-hitungan fiskal," ujar Nurhadi dikutip dari siaran pers, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Sri Mulyani: APBN Bayar Iuran BPJS untuk 146,4 Juta Jiwa, Nilainya Rp 69 Triliun
Nurhadi mengungkapkan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif iuran BPJS secara serentak, tetapi secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat serta kondisi fiskal negara.
Meski begitu, dia mengingatkan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berdampak pada keberlanjutan akses layanan kesehatan masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan.
"Kesehatan adalah hak dasar warga negara, bukan komoditas. Karena itu, kebijakan pembiayaan tidak boleh sampai menutup akses masyarakat terhadap JKN," kata Nurhadi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini