ChatGPT : Bagaimana AI dapat mengubah proses perekrutan pekerjaan

Ilustrasi karyawan

Sumber gambar, Getty Images

    • Penulis, Alex Christian
    • Peranan, BBC Worklife

Beberapa kandidat yang melamar pekerjaan sudah mulai menggunakan alat seperti ChatGPT untuk menulis surat lamaran dan CV. Tapi itu baru sebagian kecil dari bagaimana AI mengubah proses perekrutan.

Sejak November 2022, AI chatbot ChatGPT telah memungkinkan siapapun dengan akses internet untuk menghasilkan karya tulis apapun: mulai dari memo atau puisi yang ringkas, sampai esai dan kode yang rumit.

Bahkan dengan petunjuk (prompt) yang sederhana, ChatGPT dapat menyelesaikan tugas yang rumit dalam sekejap, dan berfungsi sebagai alat kreatif untuk menghasilkan konten yang efisien dengan cepat.

“Ada beberapa mahasiswa saya yang menggunakan ChatGPT untuk menulis surat permintaan maaf ketika kena tilang,” kata Vince Miller, mahasiswa studi sosiologi dan budaya di University of Kent, Inggris.

“Tapi secara umum, teknologi memungkinkan orang yang belum memiliki keterampilan menulis untuk tiba-tiba memilikinya.”

Para pencari kerja termasuk di antara mereka yang melaporkan manfaat tersebut.

Memanfaatkan kumpulan data yang berisi 570 miliar kata, ChatGPT dari OpenAI dapat membuat surat pengantar yang meyakinkan, atau meringkas beberapa detail karier menjadi CV yang kompeten dan berbobot.

Ingin mengirim email ke manajer perekrutan? Mintalah chatbot untuk menuliskannya, lalu salin dan tempel teks yang dihasilkan ke kolom pesan.

Tetapi banyak manajer perekrutan tidak ketinggalan: mereka tahu bahwa ada kandidat yang mengandalkan AI generatif untuk membantu mereka, dan ini kemungkinan akan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi tersebut.

Perkembangan ini dapat menciptakan perubahan dalam proses lamaran pekerjaan, membuat banyak perekrut meninggalkan cara-cara tradisional dalam mengevaluasi calon karyawan.

Tidak semua perekrut melaporkan penggunaan AI generatif sebagai red flag (sesuatu yang negatif) dalam perekrutan – atau bahkan sebagai perkembangan yang mengkhawatirkan sama sekali.

Ilustrasi karyawan

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, AI dapat membuat perubahan dalam proses lamaran pekerjaan, menjauhkan perekrut dari cara tradisional mengevaluasi kandidat.

Tidak selalu dianggap curang

Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca
Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Adam Nicoll, direktur pemasaran grup di perusahaan perekrutan dan konsultan pekerjaan Randstad, yang berbasis di Luton, Inggris, mengatakan manajer perekrutan yang tidak punya banyak waktu mungkin tidak akan bisa membedakan antara surat pengantar yang ditulis oleh kandidat dan yang dibuat oleh AI.

“Bahasa yang dihasilkan oleh ChatGPT terbaca bersih, namun formulaik. Dibandingkan dengan kebanyakan penulisan surat pengantar, tidak ada keanehan; tidak ada red flag, tetapi juga tidak ada kepribadian,” katanya.

Meskipun demikian, dia tidak menganggap ini sebagai kecurangan dalam proses perekrutan.

“Ini membantu mereka yang kurang pandai menulis dan mengedit dalam membuat ringkasan yang rapi tentang hal-hal terpenting dalam karier mereka. Ini adalah versi digital dari meminta teman untuk meninjau CV Anda.”

Nicoll mengatakan bahwa perekrut sudah kurang mengandalkan cara tradisional dalam mengevaluasi kandidat.

“Surat pengantar beberapa tahun belakang sudah mulai tidak relevan: sekarang saja para perekrut menghabiskan kurang dari 10 detik untuk membaca resume, apalagi 200 kata pernyataan pribadi. Paling-paling, surat pengantar sekadar menjadi unsur pelengkap CV – itu pun sudah hampir tidak dibutuhkan lagi.

Sebaliknya, Nicoll mengatakan sekarang perekrut lebih suka melihat profil LinkedIn dan media sosial kandidat untuk memahami kepribadian mereka.

Dan karena semakin banyak kandidat menggunakan AI generatif untuk menyusun tulisan mereka, dia menambahkan bahwa unsur ini menjadi semakin tidak relevan.

“Jika seseorang bisa secara artifisial meningkatkan kualitas email mereka ke manajer perekrutan, maka itu menjadi mubazir,” kata Miller dari University of Kent.

Para pakar mengatakan proses perekrutan kerja dapat berubah sebagai hasilnya.

Misalnya, karena AI generatif dapat membuat presentasi pra-wawancara, pemberi kerja dapat meresponsnya dengan memberikan asesmen yang lebih sulit.

“Fokusnya ialah menguji dan mengevaluasi apa yang tidak dapat dilakukan oleh mesin,” kata Miller.

“Meskipun AI generatif dapat menyusun data dengan cara yang menarik, ia tidak terlalu kreatif – hanya dapat bekerja dengan apa yang sudah ada. Jadi, itu bisa berarti proses asesmen menuntut pemikiran yang lebih kreatif dan abstrak dari kandidat.”

Selain itu, mungkin ada penekanan yang lebih besar pada pemeriksaan kandidat secara tatap muka, kata Brooke Weddle, dari perusahaan konsultan McKinsey & Company, yang berbasis di Washington, DC.

“Alih-alih mengandalkan surat pengantar, yang biasanya menyampaikan sedikit informasi yang penting untuk keputusan perekrutan, perusahaan lebih memperhatikan kecocokan budaya dan soft skill selama proses wawancara.”

Selain itu, beberapa perekrut sudah memanfaatkan alat AI terbaru dalam proses perekrutan mereka.

Misalnya, beberapa perusahaan besar memanfaatkan AI dalam proses rekrutmen untuk menguji kualitas pencari kerja melalui penilaian keterampilan dan kepribadian, yang menggunakan penilaian perilaku berbasis data untuk mencocokkan kandidat dengan lowongan dan mengungkapkan soft skills mereka.

Platform-platform baru seperti ini yang memberikan lebih banyak data kepada perekrut tentang kandidat juga dapat mengubah proses lamaran kerja, terutama seiring "kita beralih dari sertifikasi gelar ke perekrutan berbasis keterampilan", kata Weddle.

Dan ini mungkin baru awal dari perubahan besar yang akan datang.

--

Versi bahasa Inggris artikel ini dengan judul ChatGPT: How generative AI could change hiring as we know it dapat Anda baca di BBC Worklife.