Demo '25 Agustus' tolak tunjangan anggota DPR ricuh, Dasco: Tunjangan rumah Rp 50 juta hanya sampai Oktober tahun ini

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Naufal Khoirulloh
Sehari setelah demonstrasi memprotes tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan tunjangan itu hanya berlaku sampai Oktober 2025.
Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, uang Rp 50 juta per bulan itu hanya akan diterima anggota DPR pada rentang Oktober 2024 sampai Oktober 2025.
"Jadi, setelah bulan Oktober 2025, anggota DPR itu tidak akan mendapatkan tunjangan kontrak rumah lagi," kata Dasco kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/08).
Pernyataan Dasco ini muncul sehari setelah unjuk rasa yang memprotes pemberian tunjangan rumah bagi anggota DPR.
Demonstrasi itu merespons kemarahan publik di media sosial yang bergulir awal pekan lalu.
Sebagian di antara mereka kemudian menumpahkan kekesalannya dengan melontarkan ucapan "bubarkan saja DPR".
Para pengamat menilai kebijakan itu "tidak layak di tengah sulitnya ekonomi masyarakat" dan "tidak sepadan dengan kinerja DPR yang tak memuaskan".
Baca juga:

Sumber gambar, Kompas.com/Dpr.go.id
Lebih lanjut Sufmi dasco menjelaskan, uang Rp 50 juta per bulan selama satu tahun itu akan dipakai untuk kontrak rumah selama lima tahun atau selama periode 2024-2029.
"Yang mana uang tersebut akan dipakai untuk kontrak rumah selama masa jabatan anggota DPR lima tahun, yaitu selama 2024 dan sampai dengan 2029," paparnya, seperti dikutip dari Kompas.com.
Dengan begitu, lanjut politikus Partai Gerindra ini, apabila publik melihat daftar tunjangan anggota DPR pada November 2025, maka angka Rp50 juta itu tidak akan ada lagi.
Dasco lalu berujar: "Ya mungkin memang penjelasannya kemarin kurang lengkap, kurang detail, sehingga menimbulkan polemik di masyarakat luas."
Dia lalu melanjutkan: "Jadi memang karena anggarannya tidak cukup untuk diberikan sekaligus, sehingga diangsur selama setahun, itu juga untuk kepentingan kontrak rumah anggota DPR selama lima tahun."

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Demo '25 Agustus' ricuh, berapa jumlah pendemo yang ditangkap?
Sebelumnya, unjuk rasa sekelompok orang di sekitar gedung DPR, Jakarta, yang berlangsung hingga Senin (25/08) malam, berlangsung ricuh.
Sejumlah laporan menyebutkan polisi telah menangkap sejumlah pelajar yang ikut demo di DPR.
Seperti dilaporkan Tempo.co, sampai Senin (25/08), setidaknya ada 10 pelajar yang ditangkap.
Dilaporkan para pelajar itu masih berusia 17 tahun ke bawah, berdasarkan tahun kelahiran yang dicatat oleh Kepolisian Resor Metropolitan (Polres Metro) Jakarta Pusat.
Menurut perkiraan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, ada 370 orang peserta demo 25 Agustus 2025 yang ditangkap polisi, seperti dilaporkan Tempo.co.
Mereka curiga setengah dari demonstran yang ditangkap adalah anak di bawah umur.

Sumber gambar, KOMPAS.com/Lidia Pratama Febrian
Pada Senin (25/08) malam, setelah unjuk rasa berakhir, tim pendamping hukum dari LBH Jakarta mendatangi Polda Metro Jaya.
Menurut Daniel Winarta dari LBH Jakarta, mereka mendapat informasi tentang jumlah massa yang ditangkap dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
"Ada sekitar 370-an orang yang ditangkap di Polda," kata perwakilan LBH Jakarta, Daniel Winarta, dalam keterangan tertulis kepada Tempo.co, Selasa (26/08).
"Dua ratusan di antaranya adalah anak di bawah umur," tambahnya.
LBH Jakarta menyebutkan, kondisi peserta demo 25 Agustus itu banyak yang terlihat mengalami luka-luka.
"Pendamping hukum melihat peserta yang ditangkap mengalami bonyok dan luka-luka," katanya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Putra M. Akbar
Laporan-laporan media menyebutkan unjuk rasa masih terjadi hingga Senin (25/08) malam, sekitar pukul 21.30 WIB.
Polisi menghalau peserta aksi dengan menembakkan gas air mata.
Sebagian pengunjuk rasa, di antaranya berseragam SMA, melawan dengan melempar batu ke arah polisi.
Mereka sempat berlarian di rel kereta api di bawah jalan layang Pejompongan.
Akibatnya, perjalanan KRL dari arah Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Palmerah sempat terganggu.
Dilaporkan pada Senin (25/08) malam, polisi telah menangkap belasan pelaku demo, termasuk beberapa pelajar SMA.
Sampai Selasa (26/08) siang, polisi belum memberikan keterangan resmi tentang status pengunjuk rasa yang ditangkap.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Pantauan wartawan BBC News Indonesia yang ada di lapangan pada Senin (25/08) pukul 16.00 WIB, aparat Brimob menembakkan gas air mata sebanyak lebih dari lima kali dalam jangka waktu setengah jam.
Massa demonstran kemudian dipukul mundur ke arah Gelora Bung Karno (GBK). Tak sedikit yang mencari tempat perlindungan di Senayan Park.
"Pak, yang ditembak harus anggota DPR, bukan kami!" teriak salah satu pendemo.
Di kawasan Senayan Park terdapat sejumlah massa mengalami perih di mata, panik, hingga batuk-batuk akibat gas yang dilontarkan personel Brimob.
Kantor berita Antara melaporkan massa dari berbagai elemen masyarakat termasuk pelajar, terus mencoba merangsek ke Jalan Gatot Subroto untuk menuju ke depan Gedung DPR pada Senin sore.
Petugas langsung menembakkan gas air mata untum membubarkan massa aksi saat mereka berupaya menerobos barisan petugas keamanan.
Situasi memanas itu diperparah dengan adanya massa pelajar yang disebut memprovokasi petugas dengan melempari menggunakan batu.
Selain itu, sejumlah pelajar yang masih menggunakan seragam tersebut beberapa kali mencoba menerobos dengan melalui jalan tol dalam kota.
Mereka bergerombol membawa bendera parpol dan melintas di jalan tol dalam kota, sehingga petugas kembali menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Laporan-laporan media menyebutkan aksi ini digelar oleh sebuah kelompok yang menyebut dirinya sebagai Gerakan Mahasiswa bersama Rakyat.
Para pendemo mempertanyakan gaji dan tunjangan anggota DPR yang melebihi Rp100 juta.
Aksi diawali di depan gedung DPR, namun sekitar pukul 12.45 WIB, polisi menghalau pengunjuk rasa dengan menembakkan gas air mata dan semprotan air ke arah demonstran.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Sampai sekitar pukul 13.30 WIB, polisi terus berusaha menghalau massa agar menjauhi gedung DPR.
Kelompok demonstran berusaha bertahan dan melawan dengan melempar botol air plastik.
Selain menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR, sekitar pukul 14.00 WIB, muncul massa pengunjuk rasa yang mendatangi pintu belakang DPR.
Massa sempat melemparkan batu ke arah kantor satuan pengamanan. Ada pula aksi pembakaran sepeda motor.
Dan tidak lama kemudian, polisi berusaha membubarkan massa tersebut. Gas air mata ditembakkan ke arah pendemo.
Sampai sekitar pukul 15.00 WIB, polisi terus menghalau pengunjukrasa hingga di dekat Stasiun Palmerah, Jakpus.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
'Banyak PHK, gaji DPR justru ratusan juta'
Danar, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta, datang sebagai "warga negara Indonesia," ujarnya kepada wartawan BBC News Indonesia, Faisal Irfani, Senin (25/08), di lokasi unjuk rasa.
"Makanya saya sengaja tidak membawa embel-embel kampus. Saya di sini adalah masyarakat Indonesia," tegasnya.
Danar memandang Indonesia sedang "jatuh" dengan sederet kebijakan pemerintah yang "merugikan banyak orang," tukasnya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
"Apakah kita bisa menerima di saat masyarakat kena PHK, gaji anggota DPR justru puluhan sampai ratusan juta?" dia menjelaskan.
Selain mahasiswa, unjuk rasa ini dilaporkan diikuti pula sejumlah anggota masyarakat.

Sumber gambar, Detikcom/Devi P
'Kami susah cari uang, gaji DPR besar sekali'
Alfin, pengemudi ojek daring, datang dari Cijantung, Jakarta Selatan, bersama tiga rekannya, menuntut DPR dibubarkan.
Pasalnya, "kebijakan yang dibuat tidak mendukung rakyat," Alfin mengungkapkan.
"Kami susah cari uang, tapi DPR gajinya besar sekali," kata pria berusia 30 tahun ini kepada wartawan BBC News Indonesia, Faisal Irfani, dari lokasi unjuk rasa.

Sumber gambar, KOMPAS.com/Lidia Pratama Febrian
Alfin mengetahui informasi demo dari media sosial.
Massa demonstrasi meneriaki polisi yang berjaga. Polisi memakai atribut lengkap, termasuk senjata.
"Kalian digaji pakai uang kami!" teriak pendemo.
"Jangan pakai gas air mata! Kasihan rakyat. Kami enggak anarkis!" susul pendemo lainnya.

Sumber gambar, Kompas.com/Ridho Danu Prasetyo
'Saya marah, DPR bubarkan saja'
Rahmini, buruh pabrik berusia 46 tahun, sengaja membolos pekerjaan untuk mengikuti demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senin (25/08).
"Saya tahu soal masyarakat Pati. Mereka mendemo pemerintah karena pajak. Saya, hari ini, ingin melakukan hal yang sama," tandasnya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah sering kali bikin masyarakat susah.

Sumber gambar, Faisal Irfani/BBC News Indonesia
Dia mencontohkan PHK yang dialami buruh-buruh di sekitar tempatnya bekerja di Cikarang, Jawa Barat.
"Begitu saya tahu [anggota] DPR dapat gaji dan tunjangan macam-macam, saya marah," ucapnya.
Rahmini mendesak DPR dibubarkan sebab tidak mencerminkan "kepentingan rakyat."

Sumber gambar, Wildan/detikcom
Unjuk rasa di depan gedung DPR sudah disuarakan oleh warganet sejak pekan lalu.
Suara-suara ini muncul ke permukaan setelah muncul pemberitaan seputar gaji dan tunjangan anggota DPR yang dilaporkan lebih Rp100 juta per bulan.
Terungkapnya nilai gaji dan tunjangan anggota DPR ini memicu kemarahan di media sosial.
Dalam situasi seperti itulah muncul tuntutan pembubaran DPR.

Sumber gambar, DETIKCOM/DEVI P
Apa reaksi DPR terkait demo?
Merespons aksi demonstrasi yang berujung ricuh di DPR Senin (25/08), Ketua DPR Puan Maharani mengimbau untuk "saling hormat-menghormati dalam menyampaikan aspirasi".
"Kami juga di DPR akan menampung semua aspirasi dan tentu saja semua aspirasi itu kita sama-sama bicarakan, kita sama-sama perbaiki," ujar Puan usai menerima penghargaan tanda jasa dari Presiden Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8).
Dia kemudian melanjutkan bahwa DPR menampung semua aspirasi dan masukan dari masyarakat demi memperbaiki kinerja DPR.

Sumber gambar, ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
"Kami minta masukan dari masyarakat untuk membantu memperbaiki kinerja dari DPR untuk bisa sama-sama kita perbaiki dalam membangun bangsa dan negara," ujarnya kemudian.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima meminta aparat tidak bertindak represif dalam mengendalikan massa demonstran di sekitar Gedung DPR.
"Mohon sekali untuk aparat, kami harapkan juga tidak represif sehingga suasana lebih kondusif, lakukan cara-cara yang lebih persuasif," ujar Aria dalam rapat kerja di Gedung DPR, seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (25/08).
Berita ini akan diperbarui secara berkala.