Wabah campak di Sumenep renggut nyawa 17 anak, cakupan imunisasi rendah karena hoaks 'vaksin haram'?

KLB campak

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Faridah, 28 tahun, dan putranya Syaiful Bahri, bocah berusia 3 tahun yang terinfeksi campak di Sumenep, Jawa Timur.

Wabah campak di Sumenep, Jawa Timur, telah menewaskan 17 anak dan menginfeksi hampir 2.000 lainnya selama delapan bulan terakhir. Akibat lonjakan kasus ini, otoritas kesehatan setempat menetapkan kejadian luar biasa (KLB).

Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep mencatat 1.944 kasus campak pada balita dan anak-anak sejak Januari hingga pekan ketiga Agustus. Angka ini melonjak dari tahun lalu, sebanyak 319 kasus.

Tingginya kasus campak di Sumenep disebut karena rendahnya cakupan imunisasi di wilayah tersebut sehingga menyebabkan penularan semakin masif.

Dua orang tua yang ditemui wartawan Ahmad Mustofa di Jawa Timur yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, mengaku belum vaksinasi campak karena "takut" dan karantina pandemi Covid-19 lalu, tidak memungkinkan mereka untuk imunisasi.

Hingga awal Agustus, tercatat 40 KLB campak di 37 kabupaten dan kota di Indonesia sepanjang 2025, dengan jumlah kasus terkonfirmasi 3.282 dan 22.074 kasus, merujuk data Kementerian Kesehatan.

Cakupan imunisasi yang tidak merata serta capaian imunisasi yang tak optimal disebut jadi penyebab lonjakan kasus campak.

Pemerintah kini berupaya keras mempercepat program vaksinasi dan memperkuat layanan kesehatan.

Namun, ada pertanyaan besar yang tersisa: Apakah ada penolakan terhadap vaksin di masyarakat, dan bagaimana hal ini menghambat program vaksinasi?

Takut imunisasi

KLB campak Sumenep

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Ahmad Mufidan, 7 tahun, ditemani oleh neneknya, Zairurah, terbaring lemah di ruang klaster 5 Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.

Ahmad Mufidan, tujuh tahun, terbaring lemah di ruang klaster lima Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, Kamis (21/08) siang.

Sudah hampir sepekan, siswa kelas dua sekolah dasar tersebut dirawat karena campak.

Warga Dusun Angsanah, Desa Bragung, Kecamatan Guluk-Guluk, mengeluhkan gatal-gatal dan terlihat bintik-bintik merah atau ruam di beberapa bagian tubuhnya.

Zairurah, 50 tahun, menceritakan awal mula cucunya terkena campak. Menurutnya, saat bangun tidur Mufidan tiba-tiba mengalami gatal-gatal di sekujur tubuhnya.

KLB Campak

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Zairurah, 50 tahun, saat mendampingi perawatan cucunya yang terkena campak di Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep

"Waktu bangun tidur langsung menangis, garuk-garuk badannya karena gatal, lalu panas," ujarnya.

Selain Mufidan, Moh Syaiful Bahri, tiga tahun, juga dirawat di Puskesmas Guluk-Guluk karena penyakit campak.

Warga Gadu Timur, Kecamatan Ganding, itu sudah empat hari mengalami panas tinggi disertai batuk. Namun, belum muncul ruam.

"Awalnya panas, batuk, langsung dibawa ke klinik tapi tetap panas [tidak ada perkembangan], langsung dibawa [ke Puskesmas]," kata Faridah, 28 tahun, ibu dari Syaiful Bahri.

Mufidan dan Syaiful Bahri diketahui belum mendapat imunisasi campak. Mereka belum divaksin karena orang tuanya "takut" dan tak dapat melakukan imunisasi gara-gara karantina pandemi Covid-19 pada 2020-2022 silam.

KLB campak

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Farida bilang tidak melakukan vaksinasi karena terbentur karantina Covid-19.

Hoaks 'vaksin haram'

Tenaga kesehatan Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat memberi imunisasi kepada anaknya masih rendah.

Banyak warga yang takut, bahkan menolak vaksin karena termakan hoaks "vaksin haram".

"Sangat-sangat banyak sekali kendalanya, di antaranya menolak, dari orang tua menolak. Ada ketakutan juga untuk divaksin, ada berita hoaks, imunisasi atau vaksinnya juga haram dan lain-lain," jelasnya.

Ketakutan ini, menurut dokter Fita, membuat cakupan imunisasi rendah dan menjadi salah satu penyebab lonjakan kasus campak di Sumenep.

"Cakupan imunisasi belum maksimal atau belum tercapai, artinya belum membentuk herd immunity. Jadi kekebalan tubuh secara berkelompok."

KLB campak sumenep

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Dokter Puskesmas Guluk-Guluk Sumenep, dr Fita Rabianti, mengakui kesadaran masyarakat untuk memberikan imunisasi kepada anaknya masih rendah.

Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok, cakupan imunisasi lengkap harus lebih dari 95 persen.

"Jadi itu yang menyebabkan penularan terus berlangsung dan tidak terputus sampai saat ini," ujarnya.

Pendapat dr Fita diamini Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari. Menurutnya, banyak warga atau orang tua yang menganggap vaksin berbahaya.

"Ada yang mempunyai mindset atau mempunyai pandangan bahwa dengan imunisasi itu malah menyebabkan penyakit. Tapi sebenarnya itu hanya mitos," kata Dian.

KLB campak Sumenep

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari.

Dian menilai pola pikir tersebut muncul karena minimnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya imunisasi.

Karena itu, ia mendorong agar pemerintah terus mensosialisasikan pentingnya vaksinasi, termasuk imunisasi campak.

Sementara Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, mengakui bahwa cakupan vaksinasi belum memenuhi target. Bahkan, beberapa wilayah angkanya di bawah 80%.

"Masih ada beberapa yang mengatakan bahwa imunisasi itu tidak penting," kata Achmad Syamsuri ketika ditemui di kantornya.

"Penyakit campak atau virus campak ini masih dianggap penyakit yang tidak berbahaya atau istilahnya orang Madura itu adalah tampek. Sehingga kadang-kadang kalau tidak parah tidak diperiksakan ke faskes terdekat," katanya.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, tercatat ada 200 kasus campak pada 2022.

Pada tahun berikutnya, tak lama setelah pandemi Covid-19, kasus campak melonjak jadi 1.400 kasus.

Setelah itu, pada 2024 jumlahnya menurun jadi 319 kasus dan tahun ini, hingga pekan ketiga Agustus tercatat 1.944 kasus.

Imunisasi massal

Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Wiraraja Sumenep, Dian Permatasari menyarankan agar pemerintah melibatkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama. Mereka perlu dilibatkan karena punya pengaruh di tengah banyak masyarakat yang masih menolak vaksinasi.

Dian juga meminta tenaga kesehatan lebih gencar melakukan edukasi secara door to door kepada masyarakat.

"Kita memberikan sosialisasi, mungkin juga pendekatan kepada orang penting di sana, di desa tersebut misalnya, karena masyarakat kadang ada yang masih menolak [imunisasi]," kata Dian.

Sementara pejabat Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKP2KB) Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri mengklaim terus melakukan sosialisasi terkait pentingnya imunisasi campak.

KLB campak sumenep

Sumber gambar, Ahmad Mustofa

Keterangan gambar, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DKP2KB Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri.
Lewati Whatsapp dan lanjutkan membaca
Akun resmi kami di WhatsApp

Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.

Klik di sini

Akhir dari Whatsapp

Bahkan, edukasi diberikan melalui posyandu hingga ke lembaga pendidikan.

DKP2KB juga menggandeng sejumlah organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut memberikan edukasi kepada masyarakat.

"Bahkan [dengan] tokoh-tokoh masyarakat kita sudah mengadakan rakor terkait dengan pentingnya imunisasi bagi anak-anak kita," kata Achmad Syamsuri saat ditemui di kantornya.

Sejumlah inovasi disebutnya juga sudah dilakukan untuk mengejar target cakupan imunisasi. Seperti melakukan "Imunisasi Kejar" bagi anak-anak yang lolos dari imunisasi.

Sementara untuk menekan penyebaran kasus campak yang angkanya terus meningkat, DKP2KB Sumenep berencana melakukan imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI).

Imunisasi massal tersebut menargetkan 73.000 anak dan akan berlangsung lebih dari dua pekan hingga 13 September 2025.

"Kita akan melaksanakan yang namanya ORI. Insyaallah akan dilaksanakan di tanggal 25 [Agustus], minggu depan itu serentak di seluruh Kabupaten Sumenep di 26 puskesmas yang memang kasusnya banyak," katanya.

Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang menyiapkan surat edaran (SE) kewaspadaan terhadap peningkatan kasus dan KLB campak kepada dinas kesehatan di seluruh daerah.

Surat edaran ini diharapkan bisa menjadi acuan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus campak dan respons penanggulangan KLB campak.