KOMPAS.com - Seorang remaja asal Jakarta Barat bernama Jason (16) memanfaatkan tren dengan menjalani profesi sebagai joki Strava.
Jeli menjadikan tren olah raga lari jadi ‘ladang cuan’, Jason bahkan bisa menghasilkan hingga Rp 300.000 sekali lari.
Aktivitas ini dilakoninya di tengah tren olahraga lari yang kian digandrungi masyarakat.
Baca juga: Bisa dari HP, Ini 3 Cara Bikin Rute Lari Sendiri di Strava
Popularitas olahraga lari kini melahirkan fenomena baru yang dimanfaatkan sebagian orang untuk menawarkan jasa joki Strava.
Demi mengikuti tren, sejumlah orang rela membayar orang lain untuk berlari sambil membawa akun Strava mereka agar tampak aktif dan berprestasi.
Termasuk Jason, pelajar asal Jakarta Barat, mulai menawarkan jasa ini sejak beberapa bulan terakhir.
Di usianya yang masih 16 tahun, ia sudah mampu mengubah hobi lari menjadi sumber pemasukan.
Baca juga: Cara Mudah Menghubungkan Strava ke Smartwatch buat Flexing PB Lari
Saat ditemui Kompas.com pada Minggu (13/7/2025) di kawasan Car Free Day (CFD) Jakarta, Jason terlihat duduk beristirahat di trotoar dekat Bundaran Hotel Indonesia.
Ia baru saja menyelesaikan sesi lari sejauh lima kilometer dengan pace enam, sesuai permintaan pelanggannya.
Tarif jasanya tidak dipatok secara pasti, melainkan berdasarkan kesepakatan. Semakin tinggi pace yang diminta, maka semakin mahal pula jasanya.
Pace dalam olahraga lari mengacu pada waktu tempuh untuk satu kilometer. Jika permintaan berada di bawah enam menit per kilometer, tarif bisa mencapai ratusan ribu.
"Misalkan minta tolong pace empat ya bisa sampai Rp 300 ribu setara lima kilometer," kata Jason.
Pelanggan akan menitipkan ponsel mereka kepadanya, yang akan dibawa saat berlari untuk merekam aktivitas di aplikasi Strava.
“Mereka nitip handphone ke saya nanti saya bawa lari,” jelasnya.
Namun, Jason juga membatasi order yang diterima. Biasanya, ia hanya menerima maksimal dua permintaan dalam satu hari.
Jason mengaku hasil dari jasa lari ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk jajan dan membeli minuman favoritnya.
“Buat beli kopi, buat beli apa pun lah,” ujarnya santai.
Selain itu, sebagian dari uang tersebut juga ia sisihkan untuk ditabung, mengingat ia masih berstatus sebagai pelajar.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini